Eks Kadis Pertambangan Kutai Barat Diperiksa Kejagung Terkait Kasus Eks Legislator Ismail Thomas

Reporter Tribunnews.com Ashri Fadilla melaporkan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Jaksa Agung memeriksa pejabat di Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur untuk mencari bukti pada Rabu (24/4/2024).

Saksi ditanyai soal kasus dugaan korupsi penerbitan izin usaha pertambangan (IUP) di Kabupaten Kutai Bagian Barat.

“Kejaksaan melalui tim Jaksa Penuntut Umum Badan Reserse Kriminal Khusus sedang memeriksa saksi terkait tindak pidana korupsi penerbitan izin pertambangan di Kabupaten Kutai Bagian Barat.”, Pak .Ketut Sumedana, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan, dalam keterangannya.

Pejabat yang dimaksud kini menjabat Kepala Perusahaan Tambang Kabupaten Kutai Barat.

Ia menjabat pada tahun 2013 hingga 2015.

Saksi yang diperiksa berinisial MBL sebagai Kepala Dinas Pertambangan Kabupaten Kutai Barat periode 2013 sampai 2015, kata Ketut.

Pak Puspenkum Kejaksaan Agung belum mau membeberkan detail kasus yang sedang diselidiki.

Meski demikian, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Kejaksaan membenarkan kasus ini merupakan pengembangan dari kasus yang tercatat pada anggota DPR sebelumnya, Ismail Thomas.

Menurut Kuntadi, pihaknya mengetahui bahwa Ismail Thomas tidak sekadar memalsukan izin pertambangan di PT Sendawar Jaya.

Kata Pak Dirdik Jampidsus di Kejaksaan Agung, Kuntadi, Jumat (29/2/2024).

Dari hasil temuan tersebut, hingga saat ini tim peneliti terus melaksanakan acara tersebut.

Termasuk wilayah pertambangan yang dikelola para hakim seksi PDIP pertama.

“Jadi kita tahu betul dia punya tanggung jawab, ada permasalahan hukum yang sudah didalami gejalanya di sisi itu.

Pak Ismail Thomas sendiri dalam kasus ini divonis 1 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Selain itu, ia juga divonis membayar denda sebesar Rp 50 juta yang merupakan bagian dari pidana penjara selama 3 bulan.

Putusan hakim tersebut lebih rendah dibandingkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), yakni 5 tahun penjara dan denda Rp 200 juta yang berarti 6 bulan penjara.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *