TRIBUNNEWS.COM – Tujuh terpidana kasus pembunuhan Binawa Eki di Cirebon, Jawa Barat tampaknya telah mengajukan amnesti kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 24 Juni 2019.
Ketujuh terpidana tersebut adalah Rivaldi Aditya Wardana, Eko Ramadhani, Jaya, Supriyanto, Eka Sandi, Hadi Saputra, dan Sudirman.
Namun, Presiden Joko Widodo menolak pengampunan tersebut.
Salah satu dari tujuh tahanan mengatakan mereka mengaku bersalah.
Seorang anggota polisi berkata: “Salah satu syaratnya adalah ketujuh (terdakwa) memberikan keterangan, salah satunya mengakui kesalahannya dan merenungkan perbuatannya karena telah menyakiti keluarga korban dan keluarganya sendiri.” Sandi Nugroho, Inspektur Komunikasi.
Komjen Pol, mantan Kabareskrim Polri sekaligus purnawirawan Susno Duadji, mengatakan keterangan terdakwa tidak mengandung ancaman.
Namun belum jelas apakah pengampunan tersebut didasarkan pada pengakuan para narapidana yang merasa bersalah atas keterlibatannya dalam pembunuhan tersebut.
“Hanya karena presiden menolak memberikan pengampunan tidak berarti apa yang mereka (para tahanan) katakan 100% benar.”
Artinya, yang diberitakan itu menjadi alasan untuk mengajukan amnesti, kata Susno dalam kanal YouTube-nya yang disiarkan Jumat (21 Juni 2024), seperti dikutip Wartakotalive.com.
Oleh karena itu, permintaan amnesti perlu didalami lebih lanjut.
Apakah pengampunan hanya sekadar pengakuan bersalah, atau sekadar keringanan hukuman?
“Mengetahui bahwa jika dia tidak diberikan grasi maka dia akan menghadapi hukuman penjara seumur hidup, kita harus memperdalam segala upaya yang penting untuk pembebasannya atau hukuman yang lebih ringan,” tutupnya. Menkumham akan memeriksanya
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly mengatakan, pihaknya akan memeriksa dokumen terlebih dahulu.
Perlu konfirmasi dulu, kata Yasona di Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis, 20 Juni 2024.
Yasona sendiri mengaku belum mengetahui soal amnesti bagi ketujuh narapidana tersebut.
Oleh karena itu, dia tidak pernah membenarkan keberadaan berkas pengampunan tersebut.
“Saya belum memeriksanya,” katanya. Apa itu Grasi?
Pengampunan adalah suatu bentuk pengampunan yang mengubah, meringankan, mengurangi, atau menghapus hukuman yang dijatuhkan kepada seorang narapidana.
Sebagaimana diatur dalam undang-undang no. 5 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas UU No. 22 Tahun 2002 tentang Amnesti (UU Pidana Lama), terpidana harus diserahkan kepada Presiden untuk mendapatkan pengampunan.
Sebab, pengampunan merupakan hak prerogatif presiden, merupakan hak prerogatif khusus kepala negara terhadap peraturan perundang-undangan yang berada di luar kewenangan lembaga perwakilan, sebagaimana diatur dalam Pasal 14 UUD 1945.
Amnesti tersebut tertuang pada ayat 1. Pasal 14 UUD 1945 sebagai berikut:
“Presiden memberikan pengampunan dan pemulihan dengan mempertimbangkan pertimbangan Mahkamah Agung.
Menurut paragraf 2 Pasal 2 undang-undang amnesti adalah keputusan yang memungkinkan seseorang mengajukan permohonan amnesti dengan hukuman mati, penjara seumur hidup, atau penjara paling sedikit dua tahun.
Rahmat dapat berupa perubahan hukuman, penjatuhan hukuman, hukuman, penangguhan hukuman yang dilaksanakan, dan lain-lain.
Amnesti adalah hak narapidana. Jadi seorang narapidana bisa mengajukan grasi atau tidak.
Demikian pula, presiden dapat mengabulkan atau menolak grasi setelah dilakukan peninjauan kembali oleh Mahkamah Agung. Keputusan pidana yang dapat dimintakan grasi
Berdasarkan laman Mahkamah Agung, berikut ini adalah hukuman yang dapat diajukan grasi: Pidana yang mempunyai akibat hukum tetap dan hukuman yang dapat diajukan grasi adalah pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau paling singkat dua tahun penjara. penjara. Syarat untuk mengajukan pengampunan
Berikut cara mengajukan permohonan grasi kepada Presiden pada halaman yang sama: Permohonan grasi diajukan secara tertulis kepada Presiden oleh narapidana, wakilnya, atau keluarganya. Salinan permohonan grasi diserahkan kepada pengadilan yang memutuskan untuk merujuk kasus tersebut ke Mahkamah Agung untuk dipertimbangkan. Permohonan pengampunan dan salinannya dapat diajukan melalui kepala penjara (Lapas) tempat terpidana menjalani hukumannya. Seorang petugas polisi mengajukan permohonan grasi kepada Presiden dalam waktu 7 hari setelah menerima permohonan grasi beserta salinannya dan mengirimkan salinannya ke pengadilan yang memutus perkara tersebut terlebih dahulu. Pengadilan negeri mengirimkan salinan permohonan terdakwa dan berkas perkara ke Mahkamah Agung dalam waktu 20 hari setelah menerima salinan permohonan grasi.
Setelah seluruh berkas diterima, Mahkamah Agung akan mengirimkan peninjauan tertulisnya kepada Presiden dalam waktu 30 hari sejak permohonan dan salinan berkas perkara diterima.
Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJakarta.com dengan judul Mantan Kepala Badan Penyidikan, Jokowi Tolak Grasi 7 Terpidana Tak Bersalah Kasus Bina Hanya Karena Pengakuan Bersalahnya.
(Tribunnews.com/Rifqah/Taufik Ismail) (TribunJakarta.com.Satrio Sarwo)