Wartawan Tribunnews.com Fahmi Ramadhan melaporkan
Tribun News.com, Jakarta – Mantan Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Fabri Diansyah mengatakan telah dilakukan diskusi dengan tiga terdakwa Syahrul Yasin Limpo (SYL), Muhammad Hatta dan Kasdi Subagyono untuk menggunakan dana Kementerian Pertanian untuk membayar biaya layanan Hukum . .
Kasus ini bermula ketika Jaksa Penuntut Umum (JPU) menanyakan siapa yang dibayar sebagai penasihat hukum tiga terdakwa pada Februari lalu.
Fabri mengatakan, dia dan rekan-rekannya membahas honor dengan Kasdi dan Hatta atas permintaan SYL.
“Pertama, Anda bilang penyidikannya menelan biaya Rp 800 juta. Siapa yang membiayai?” tanya jaksa.
“Saya sedang melakukan kontak dengan Parker Hata dan Parker Cassidy saat itu,” kata Fabbri.
“Bagaimana kalau Pak SYL tidak berkomunikasi?” tanya jaksa lagi.
“Saat itu SYL bilang Cassidy akan berkoordinasi,” jawab Fabbri.
Jaksa kemudian berupaya menyelidiki pernyataan Fabbri yang sebelumnya mengatakan kepada ketiga terdakwa bahwa pembayaran kepadanya akan berasal dari dana yang bersih dan tidak perlu dipertanyakan lagi.
Fabbri mengatakan, hingga saat ini, ketiga terdakwa telah berdiskusi bahwa mereka berencana menggunakan dana USDA untuk membayar biaya pengacaranya.
Namun, saat itu Fabbri memperingatkan ketiga terdakwa agar menggunakan dana pribadi untuk membayar biaya tersebut.
Dia mengatakan, permasalahan yang dihadapi SYL, Hatta, dan Kasdi bersifat pribadi dan harus diberi kompensasi menggunakan dana pribadi.
“Tadinya Anda bilang ingin memastikan uangnya bersih agar tidak ada masalah. Tadi Anda bilang begitu, kan?” tanya jaksa.
“Awalnya begitu, awalnya diskusi apakah Departemen Pertanian bisa dibayar untuk jasa hukum,” jawab Fabbri.
Selain itu, Fabbri juga mengingatkan bahwa tidak ada dasar hukum bagi SYL Cs untuk menggunakan uang USDA untuk membayar biaya pengacara jika menyangkut masalah hukum pribadi.
“Kami jelaskan dari awal, saya jelaskan ke Pak Kasdi, saya jelaskan ke Pak SYL, saya jelaskan ke Pak Hatta,” kata Fabri.
Fabbri mengatakan, ia menggunakan dasar Undang-Undang Nomor 21 tentang Pengacara dan hasil kesepakatan awal antara pihaknya dengan ketiga terdakwa.
“Kami juga merinci informasi konfirmasi dalam perjanjian jasa hukum kami, di mana klien yakin bahwa pembayaran berasal dari sumber yang sah dan bukan merupakan hasil kegiatan kriminal,” ujarnya.
FYI, pernyataan Februari itu disampaikan dalam kasus dugaan korupsi yang melibatkan mantan Menteri Pertanian SYL sebagai terdakwa.
Dalam kasus ini, JPU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebelumnya mendakwa SYL menerima Rp 4.450 crore.
SYL menerima pendanaan penuh antara tahun 2020 dan 2023.
SYL mengutip pernyataan pejabat Kementerian Pertanian bahwa dana tersebut telah diterima.
SYL bukan satu-satunya terdakwa, karena Mohammad Hatta, mantan Direktur Alat dan Mesin Kementerian Pertanian, dan Kasdi Subagyono, mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian (SecGen), juga menjadi terdakwa.
Selanjutnya uang yang dikumpulkan Kasdi dan Hatta digunakan untuk kepentingan pribadi SYL dan keluarganya.
Menurut dakwaan, belanja terbesar di antara jumlah yang dilaporkan adalah untuk proyek keagamaan, operasional kementerian dan belanja lainnya yang tidak termasuk dalam kategori yang ada, senilai Rp 16,6 miliar.
Atas perbuatannya, para terdakwa mula-mula didakwa dengan: Pasal 12 E KUHP dan Pasal 18 KUHP; Pasal 55 ayat (1) KUHP; Hukum pidana.
Dakwaan kedua: Pasal 55(1)(1), Pasal 64(1) KUHP dan Pasal 18(12)(f) Undang-Undang Pemberantasan Korupsi.
Hitungan Ketiga : Pasal 64(1) KUHP, Pasal 55(1) KUHP, Pasal 12B, Pasal 18 UU Pemberantasan Korupsi.