Eks Dirjen Perundang-undangan Kemenkumham Asep Nana Jadi Jampidum, Jaksa Agung Pesan Soal KUHP Baru

Laporan reporter Tribunnews.com Ashri Fadila

TRIBUNNEWS.COMM, JAKARTA – Jaksa Penuntut Umum Tindak Pidana Umum (Jampidum) di Kejaksaan sudah tidak lagi bertindak (Plt).

Jabatan tersebut kini resmi diisi oleh pejabat terakhir, Asep Nana Muljana yang sebelumnya bekerja di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) sebagai Direktur Jenderal Perundang-undangan.

Asep dilantik Jaksa Penuntut Umum Sanitar Burkhonidine hari ini, Selasa (11/6/2024) di Gedung Utama Kejaksaan Jampidum.

“Pada hari ini, Selasa, 11 Juni 2024, sekitar pukul 09.00 WIB, Kejaksaan Agung mengungkap pejabat Eselon 1. Sebagaimana diketahui, pejabat Eselon I tersebut adalah Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum, Pak. Assep Nana Muljana,” ujarnya. Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Harley Siregar saat jumpa pers usai pembukaan. Kantor Jaksa Penuntut Umum Kapushpenkum, Harley Siregar usai peresmian Jampidum baru dan kawasan depan Gedung Utama Kejaksaan, Selasa (11/6/2024). (Tribunnews.com/Ashri Fadilla)

Jabatan Jampidum sebelumnya dijabat oleh Fadil Zumkhana yang meninggal dunia karena sakit.

Posisi tersebut kemudian diisi oleh Penjabat (Plt), Leonard Ebenezer Simanjuntak.

Menggantikan Dr. Fadil Zumhana yang baru saja meninggal dunia karena sakit, kata Harley.

Usai dilantik, Asep mendapat beberapa pesan dari Jaksa Burhanuddin soal jabatan barunya.

Antara lain untuk KUHP (KUHP) baru yang akan mulai berlaku pada tahun 2026.

Ada beberapa hal yang ditekankan oleh Jaksa Agung, khususnya para pejabat Jampidum untuk segera mengambil tindakan terkait penerapan KUHP kita pada tahun 2026, kata Hurley menceritakan pesan Burkhonidine kepada Assep.

Selain itu, Asep juga diperintahkan untuk mendapatkan restorative justice yang sedang berjalan di Kejaksaan.

Sebagaimana diketahui, keadilan restoratif merupakan penyelesaian perkara di luar pengadilan dengan beberapa kriteria, seperti tindak pidana ringan dengan ancaman hukuman penjara paling lama tiga bulan dan denda 2,5 juta dinar.

Tentu saja membuat pedoman dan melanjutkan semangat penegakan hukum, khususnya dalam hal restorative justice yang sedang berjalan, ujarnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *