TRIBUNNEWS.COM – Tim Ahli Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan (SULSEL), Abdul Malik Faisal mengatakan, Sayahrul Yasin Limpo (SYL) pernah menolak kotak uang tunai saat masih menjabat Wakil Gubernur Sulawesi Selatan (Wakil Gubernur). salsa).
Hal itu diungkapkan Malik saat menjadi saksi ringan, Senin (10/6/2024) dalam sidang lanjutan kasus dugaan pemerasan dan euthanasia yang melibatkan SYL.
Lalu, Malik mengaku sudah lama bekerja sama dengan SYL sebelum dilantik menjadi Menteri Pertanian (Menton).
Malik mengatakan, SYL tidak pernah menerima uang panas dari berbagai pihak sejak menjabat di daerah tersebut.
Pak Siyahrul tidak terlalu main-main dengan proyek, kalau ada yang main-main dengan proyek, dia marah-marah, kata Malik dalam siaran langsung Kompas TV, Senin.
Hingga saat ini Malik masih mengingat satu pesan dari SYL. Maksudnya, agar Anda tidak mudah tertipu dengan uang.
“Satu hal, Pak Siharul pernah bilang, ‘Semua orang butuh uang, hanya orang gila yang butuh uang. Tapi jangan sampai harga diri karena uang, jangan terhina karena uang’,” ujarnya.
Malik bercerita saat SYL menolak menyerahkan kotak uang saat menjabat Wakil Gubernur Sulawesi Selatan.
Katanya saat itu ada pengunjung yang ingin bertemu SYL.
“Waktu itu ada pengunjung datang ke hadapanku dengan membawa sebuah kardus. Tiba-tiba Pak Siharul memanggilku, makanya aku masuk. Dia bertanya siapa yang ada di luar. Aku bilang aku tidak tahu, tapi aku ingin bertemu denganmu,” kata Malik. .dijelaskan
Lalu dia bertanya, ‘Kenapa datangnya dalam satu paket? Saya bilang saya tidak tahu, saya tidak memeriksanya.’
Beberapa saat kemudian, SYL meminta Malik untuk mempersilakan tamu tersebut ke kamarnya.
Namun setelah bertemu SYL, tamu tersebut meninggalkan kotak kardus berisi uang di dalam kamar.
“Tak lama kemudian laki-laki itu keluar tanpa bungkusan. Lalu saya ditelepon lagi, saya masuk,” jelasnya.
“Dia lalu bilang, ‘Ambil ini, ikuti orang itu, ucapkan terima kasih’,” ujarnya mengutip ucapan SYL saat itu.
Akhirnya Malik mengembalikan kotak uang itu kepada tamunya.
Dari sekian banyak pengalaman bersama SYL, Malik menilai mantan Menteri Pertanian itu punya integritas tinggi sebagai pejabat publik.
“Karena terbuka, saya lihat ada uang di dalam kotak. Kotak itu seukuran kotak aqua.”
Makanya menurut saya integritasnya tinggi, sumpah demi Allah, ujarnya. SYL menghadirkan dua orang saksi untuk mendapatkan keringanan
Sebanyak dua orang saksi yang meringankan atau menuntut SYL bersaksi dalam persidangan di Pengadilan Pidana Korupsi (TPCOR) Jakarta Pusat, Senin malam.
Kedua saksi tersebut merupakan 2 aparatur sipil negara Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan (ASN) bernama Ahmad Malik Faisal dan M Jufri Rahman.
Sebelumnya, SYL juga telah memanggil Presiden Joko Widodo (Jokowi), Wakil Presiden (WAPRS) Maruf Amin, mantan Wakil Presiden Josuf Kala (JK), dan Menteri Koordinator Perekonomian Airlanga Hartarto untuk menjadi saksi ringan dalam persidangan tersebut. kasus .
Namun permintaan tersebut ditolak oleh Jokowi dan JK.
Sementara itu, Airlanga mengaku tidak menerima panggilan hadir sebagai saksi untuk memberikan keringanan kepada SYL. Kasus S.Y.L
Seperti diketahui, SYL diduga menerima apresiasi sebesar Rp44,5 miliar dalam kasus tersebut.
SYL menerima seluruh jumlah tersebut selama periode 2020 hingga 2023.
Pengacara KPK, Masmudi, dalam gugatannya, Rabu (28/2/2024), mengatakan, “Total uang yang diperoleh terdakwa selama menjabat Menteri Pertanian RI dengan cara paksaan sebagaimana diuraikan di atas adalah Rp 44.546.079.044 Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
SYL menerima uang dengan merujuk pejabat Eselon I di lingkungan Kementerian Pertanian.
Menurut jaksa, SYL tidak sendirian dalam aksinya, melainkan dibantu oleh mantan Direktur Alat dan Mesin Kementerian Pertanian Mohamed Hatta dan mantan Sekretaris Jenderal (Secgen) Kementerian Pertanian Kasdi Subagyono yang juga menjadi terdakwa.
Apalagi, uang yang dikumpulkan Kasdi dan Hatta digunakan untuk kepentingan pribadi SYL dan keluarganya.
Berdasarkan dugaan, belanja terbesar dari uang tersebut digunakan untuk acara keagamaan, fungsi kementerian, dan belanja lain-lain yang tidak termasuk dalam kategori saat ini, nilainya mencapai Rp 16,6 miliar.
“Uang tersebut kemudian digunakan sesuai perintah dan petunjuk terdakwa,” kata jaksa.
Atas perbuatannya, para terdakwa dalam dakwaan pertama didakwa dengan:
Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Tipikor Pasal 12 Huruf E.
Dakwaan kedua: Pasal 12 huruf f UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dakwaan ketiga: Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP Pasal 12B juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Tipikor.
(Tribunnews.com/Jayanti Tri Utami/Fahmi Ramadhan/Theresia Felisiani)