Ekonomi Diklaim Tumbuh 5 Persen, Tapi PHK di Mana-mana, CELIOS: Terjadi Informalisasi Tenaga Kerja

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Presiden Joko Widodo memberikan pidato kenegaraan atas Undang-Undang Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2025 dan Laporan Anggaran yang dibuat di hadapan Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) , Jumat (16/8/2024) mengklaim perekonomian Indonesia tumbuh sekitar 5 persen.

Angka ini lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi global sebesar 3,4 persen.

“Pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap terjaga pada kisaran 5,0 persen, lebih tinggi dibandingkan rata-rata pertumbuhan dunia sebesar 3,4 persen.”

“Penambahan 21,3 juta tenaga kerja baru pada periode 2015-2024. Utang kita termasuk yang terendah di antara negara-negara G20 dan ASEAN,” kata Joko Widodo.

Jokowi mengatakan, meski dunia sedang kebingungan, sistem politik dan perekonomian Indonesia tetap stabil dan stabil.

Namun di masyarakat, keluhan pemutusan hubungan kerja (PHK) banyak terjadi di mana-mana.

Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah mengumumkan pengangguran di Indonesia berdampak pada 46.000 ribu pekerja pada periode Januari-Agustus 2024.

Jumlah paling akurat yang dicapai adalah 46.240 pekerja yang terkena PHK pada periode tersebut.

Industri yang paling banyak melakukan PHK adalah tekstil dan pakaian jadi. 

Outputnya Agustus 46 ribu. (Pekerjaan) terbanyak (dari) manufaktur, sandang, manufaktur, baju, sepatu, kata Ida saat ditemui di Balai Keamanan Gedung Putih, Jakarta, Senin (2/9/2024). ).

Tergantung wilayahnya, sebagian besar pekerjaan dilakukan di Jawa Tengah, disusul DKI Jakarta, dan dikelola oleh jasa dunia usaha.

Setelah Jawa Tengah dan DKI Jakarta, sebagian besar tanah Banten dilepas. 

Pada Januari-Juni 2024, jumlah pekerja tidak tetap mencapai 32.064 orang, meningkat 95,51 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2023 sebanyak 26.400 orang.

“Iya sekarang kita lihat liburnya lebih banyak. Memang meningkat, tapi mudah-mudahan angkanya tidak lebih tinggi dari angka tahun 2023,” kata Ida.

Sebagai perbandingan, pada tahun 2023 jumlah pelepasannya meningkat menjadi 64.855 orang.

Dalam mengatasi gelombang pengunduran diri tersebut, Ida Fauziyah mengatakan pihaknya akan terus melakukan upaya pengurangan untuk menghindari pengangguran lebih lanjut, dengan menjadikan pengelolaan perusahaan bersama orang-orang yang bekerja sebagai cara untuk mengurangi pengangguran. Ada banyak aspek ilegal dalam produksi

Berbicara mengenai gelombang ekspor yang semakin meluas, Direktur Ekonomi Digital dan Ekonom Institute of Economics and Law (Celios) Nailul Huda mengatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia belum tinggi karena beberapa tandanya stabil. dalam pekerjaan.

“Di masa lalu, 1 persen perekonomian tumbuh dan mencakup lebih dari 400.000 pekerja.

“Oleh karena itu, kajian-kajian ini tentang pertumbuhan bisnis yang baik,” Nailul kepada Amalia Nur Fitri dari Kontan.

Ia mencermati keadaan dunia usaha pada masa Presiden Joko Widodo bisa dikatakan ilegal, dimana pekerja ilegal mempunyai kekuasaan yang sangat besar.

Ia menjelaskan, saat ini lebih dari 59 persen pekerja bekerja di sektor informal, namun tidak di dunia usaha atau pabrik.

Permasalahannya adalah jaminan sosial saja tidak cukup dan pekerja sering kali langka. Manajer Pemasaran Digital Celios, Nailul Huda (dok. FMB)

Meski dari segi ekonomi, para penganggur mempunyai penghasilan lebih dari upah minimum, sehingga kesejahteraannya lebih baik.

Saya bisa bilang, Jokowi mendukung buruh, ujarnya.

Ketiga, terjadi deindustrialisasi prematur yang menandakan sistem perekonomian tidak berjalan dengan baik. Nailul mengatakan, kontribusi manufaktur terhadap PDB hanya 18 persen.

Bahkan 10 tahun yang lalu, jumlahnya lebih dari 20 persen.

PMI manufaktur terus melambat dalam beberapa bulan terakhir, terus memperkuat sektor manufaktur. Belum lagi masuknya produk-produk yang menimbulkan banyak tekanan bagi perekonomian lokal.

Ia juga menuturkan, UU Cipta Kerja tidak efektif karena tidak ada pemasukan untuk menambah lapangan kerja. Di sisi lain, kontribusi perekonomian terhadap PDB negara tersebut terus menurun.

Penurunan ini telah meningkat dari sekitar 22 persen pada awal tahun 2010an, menjadi 18 persen saat ini.

Umumnya tidak ada pabrik besar pada masa Presiden Jokowi menjabat, namun banyak terdapat hari libur.

“Hasil yang paling saya khawatirkan adalah pengangguran akan meningkat jika tidak ada permintaan yang kuat, yang akan memperlambat pekerjaan.”

“Perekonomian akan menurunkan produksi, IPM terlihat lemah. Pertumbuhan ekonomi bisa melambat dan akhirnya masyarakat akan terpuruk,” jelasnya.

Nailul menilai pemerintah cerdas dalam membuat kebijakan yang berdampak negatif terhadap konsumsi dalam negeri.

Salah satu yang bisa dilakukan adalah membatalkan rencana kenaikan tarif PPN pada tahun depan. Kemudian, batasan pertalite harus disesuaikan dengan melihat situasi kebutuhan bagi mereka yang berpenghasilan.

“Lalu saya kira PPN 12 persen itu sebaiknya dihapuskan. Lalu, berikan subsidi kepada KRL agar tengkulaknya tidak dipotong lagi. Lalu bisa juga kebijakan perpajakan dengan mengurangi batas PTKP,” jelasnya. .

Sebagian artikel ini dikutip oleh Kontan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *