Laporan Jurnalis Tribunnews.com Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Fitra Faisal Hastiadi, ekonom senior dan dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI), mengatakan penerapan ekosistem berbasis komunitas di HCMC merupakan salah satu tantangan terpenting saat ini.
Menurut dia, 61 persen produk domestik bruto (PDB) perekonomian Indonesia ditopang oleh aktivitas pelaku UKM.
Oleh karena itu, kehadiran pendamping UMKM seperti Sampoerna Retail Society (SRC) dalam melakukan pembinaan patut menjadi teladan bagi pemerintah.
“SRC sudah 16 tahun berdiri, artinya tetap berfungsi. Apa yang dilakukan SRC harus menjadi role model bagi pihak lain dalam pengembangan UKM, bahkan pemerintah bisa menerapkan ekosistem berbasis komunitas ini,” ujarnya.
Fitrah mengapresiasi peran aktif SRC dalam pengembangan UKM, masyarakat sekitar, dan perekonomian.
Menurutnya, komunitas ini bisa menjadi contoh program pengembangan usaha kecil dan menengah yang berdampak positif.
“Kalau satu komunitas bisa berkontribusi sebesar itu, kalau pemerintah bisa membina komunitas lain pasti banyak membantu,” ujarnya.
Selain itu, kolaborasi lintas sektor dalam mengembangkan UKM sangat penting untuk menciptakan UKM yang bernilai tambah dan dengan demikian mencapai kemajuan.
“Bayangkan kalau satu UKM dan UKM lainnya terintegrasi dengan baik. Itu benar-benar bisa memberi nilai tambah dan menjangkau pasar yang lebih besar. Bersatu artinya berada dalam komunitas yang bisa saling membantu, berkomunikasi satu sama lain, terutama di era digital, dimana kerjasama adalah sebuah hal yang sangat penting. lebih penting daripada kompetisi,” katanya.
Direktur PT SRC Indonesia Sembilan (SRCIS) Romulus Sudando menjelaskan, peringatan 16 tahun ini untuk mendorong usaha kecil dan menengah di Indonesia agar memberikan dampak yang lebih besar terhadap keberlanjutan.
Ia merefleksikan perjalanan 16 tahun tersebut dan pendampingan serta pembinaan yang dilakukan memberikan dampak positif yang signifikan.
“Kami melihat bagaimana ekosistem berubah dan berdampak dengan mengembangkan dan membangun sumber daya manusia yang kuat dan tangguh,” kata Romulus.
“Toko kelontong yang bergabung dalam SRC lebih fleksibel dan memiliki nilai tambah karena mampu cepat beradaptasi terhadap perubahan,” ujarnya.
Menurutnya, mereka dapat menggunakan skala ekonomi dan dukungan kolektif untuk mengatasi tantangan dan peluang yang muncul.
Terciptanya toko kelontong mendorong pertumbuhan daya saing yang ditunjukkan dengan peningkatan omzet sebesar 42%, serta berhasil mengembangkan berbagai bisnis antara lain penjualan produk digital, layanan pembayaran, agen, dan aplikasi.