Laporan jurnalis Tribunnews.com Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Faisal Basri, ekonom senior di Institute for Economic and Financial Development (INDEF), meninggal dunia karena serangan jantung.
Hal ini dilaporkan oleh Drajad Vibowo, mitra keuangan senior INDEF lainnya.
“Penyakit jantung mati,” kata Drajad kepada Tribun News, Kamis (5/9/2024).
Ia mengaku sangat sedih atas kehilangan pihak penyelenggara.
“INDEF sangat berduka atas meninggalnya salah satu pendirinya, seorang ekonom terkemuka Indonesia,” kata Drajad.
Kabar meninggalnya Faisal Basri sebelumnya dibenarkan oleh ekonom senior INDEF lainnya, Tawheed Ahmad.
“Iya iya, aku mau ke rumah sakit. Tolong ya,” kata Tauhid saat dihubungi Tribun.
Sebelumnya, Tauhid menyampaikan pengumuman tersebut melalui pesan singkat WhatsApp di grup chat room terkait ekonomi.
Sebuah pesan Whatsapp berbunyi:
Innalillahi wa innailaihi rojiun
Rahmatullah pada hari ini, Kamis, 5 September 2024, pukul 03.50 WIB, bertempat di RS Mayapada, Kuningan, Batavia, suami, ayah, anak, kakak, adik, kakak, paman kami tercinta meninggal dunia;
Bapak Faisal Basri bin Hasan Basri Batubara 65 tahun yang lalu
Aku doakan semoga Rahimahullah diberi tempat pada Firdaus Jannat, diampuni segala kesalahannya, diberi luas kuburnya, dikabulkan doanya, diberi kesabaran dan ikhlas kepada keluarganya.
Kami yang terhilang : Syafitrie (Fitrie) Anwar Ibrahim Basri Siti Nabila Azuraa Basri Muhammad Attar Basri beserta ibu, adik, kakak, adik dan cucunya.
Rumah Duka: Kompleks Sel Peluru Blok A 60 Batavia Selatan
Informasi Kremasi: Keluar Masjid Az-Zahra dari kawasan Bada Asr, Gudang Peluru, Tebet, Batavia Selatan. Profil Faisal Basri
Faisal Basri adalah seorang ekonom dan politikus Indonesia.
Pemiliknya, Faisal Nur Fikih, merupakan lulusan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI).
Ia merupakan cucu mendiang Wakil Presiden RI Adam Malik.
Faisal Basri yang menyelesaikan tahun ketiganya pada tahun 1985 melanjutkan studinya dan berhasil memperoleh gelar master di bidang ekonomi dari Vanderbilt University, Nashville, Tennessee, Amerika (1988).
Dipersembahkan oleh lpem.org, beliau memulai karir akademisnya sebagai dosen tahun ke-3 Ekonomi Politik, Ekonomi Internasional, Pembangunan Ekonomi dan Sejarah Pemikiran Ekonomi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis (1981-sekarang).
Beliau juga merupakan dosen pada Program Akuntansi (Maxi), Program Magister Manajemen (MM), Program Magister Perencanaan Pembangunan (MPKP) dan Program Pascasarjana Universitas Indonesia (1988 hingga sekarang).
Pada tahun 1996, Faisal Basri mendapat penghargaan UI Model Reader III.
Faisal Basri juga pernah menjabat sebagai Ketua Jurusan ESP (Ekonomi dan Studi Pembangunan) FEBUI (1995-1998) dan Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Perbanas Jakarta (1999-2003).
Beliau adalah pendiri Institut Pembangunan Ekonomi dan Keuangan (INDEF) (1995-2000).
Di bidang pemerintahan, Faizal Basri sebelumnya mengemban amanah sebagai anggota Program Pembangunan Ekonomi Dunia sebagai Asisten Menteri Koordinator II EQUIN (1985-1987) dan sebagai anggota Tim Asistensi Presiden EQUIN (2000).
Selain mengajar, Faisal Basri juga kerap menulis buku dan artikel di berbagai blog dan jejaring sosial.
Pada tahun 2002, ia menjadi anggota Komisi Pengendalian Persaingan (CPC).
Faisal Basri pun terjun ke dunia politik dengan membentuk Dewan Perwalian Rakyat (Mara).
Mara adalah pemimpin Partai Amanat Nasional (PAN).
Pada 1998-2000, Faisal Basri menjabat Sekretaris Jenderal (Sekretaris) Partai Simbol Matahari.
Pada tahun 2000, ia keluar dari partai pimpinan Amien Rais dan mendirikan Gerakan Indonesia yang mengedepankan kemurnian politik, karakter, dan ideologi.
Ia mendirikan beberapa tokoh konstitusi seperti Budiman Sudyatmiko dan Reza Faisol.
Budiman Sujatmiko bergabung dengan PDIP namun kemudian diberhentikan, sedangkan Faizol Reza menjadi politikus Partai Gerakan Nasional (PKB).
Pada Oktober 2011, Faisal Basri Beem Benyamin, putra aktivis Betawi legendaris Benyamin Sueb, terpilih menjadi calon gubernur DKI Batavia dari partai independen.
Namun, ia gagal memenangkan Pilkada 2012 karena perolehan suaranya lebih sedikit dibandingkan Joko Widodo, Fauzi Bovo, dan Hidayat Noor Wahid.
Namun pasangan ini memperoleh suara lebih banyak dibandingkan Alex Noerdin dan Hendarji Soepanjo.