Laporan jurnalis TribuneNews Seno Tri Christiano
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketegangan geopolitik di Timur Tengah sejauh ini berdampak negatif terhadap pasar modal Indonesia dan nilai tukar rupiah.
Akibat situasi tersebut, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun dari 7.286 sebelum libur Idul Fitri menjadi 7.164 setelah Idul Fitri, dan berada di level 7.099 pada harga penutupan Selasa (7/5).
Rupee juga turun menjadi Rs 16.170 pada perdagangan pertama setelah libur Idul Fitri menyusul serangan balasan Iran terhadap Israel.
Peter Abdullah Rezaram, Direktur Eksekutif Segara Institute, mengatakan pelemahan rupee sejalan dengan tren pelemahan mata uang negara berkembang seiring ketidakpastian global mencapai level tertinggi.
Bahkan saham-saham fundamental blue-chip yang naik bertahap sejak akhir tahun 2023 dan sempat menguat sepanjang Februari dan Maret 2024 turun tajam akibat meningkatnya ketidakpastian. Begitu pula dengan saham-saham non bank yang kapitalisasi pasarnya besar.
“Faktor Timur Tengah menyebabkan penurunan tidak hanya pada saham-saham umum tetapi juga pada saham-saham berkapitalisasi besar yang mendukung indeks lintas sektor seperti perbankan, energi, manufaktur, dan telekomunikasi,” tulis Peter, Rabu (15 Mei 2024). ,
Sebelum libur Idul Fitri, saham BCA sempat mencapai Rp 10.325 per saham, namun setelah Iran menyerang Israel (16 April) turun hingga Rp 9.475 dan sempat menyentuh level terendah Rp 9.350 pada 22 Mei. Begitu pula dengan saham Bank Mandiri, Bank BRI, dan Bank BNI.
Jika melihat fundamental emiten-emiten ini, kinerjanya pada Q1 2024 luar biasa.
Bank BCA melaporkan laba sebesar Rp 12,9 triliun pada kuartal I 2024, meningkat 11,7% year-on-year. Selain itu, Bank Mandiri memperoleh laba sebesar Rp 12,7 triliun (naik 1,13% year on year), Bank BRI memperoleh laba sebesar Rp 15,88 triliun (naik 2,45% year on year), dan Bank BNI memperoleh laba sebesar Rp 5,33 triliun (naik 2% tahun ke tahun). Memperoleh keuntungan sebesar Rs. , ) mendapat untung.
Artinya, penurunan harga saham tidak ada kaitannya dengan kinerja keuangan perseroan, kata Peter.
Harga saham Telkom, seperti emiten non-bank lainnya, sedang tertekan.
Harga saham Telkom atau TLKM sedang tertekan. Selama tiga bulan terakhir, harga saham Telkom anjlok 12,6%. Di sisi lain, saham Telkom telah merosot 12,1% secara year-to-date.
Menurut Peter Abdullah, jika dilihat kinerja finansial atau kinerja fundamental Telkom sangat baik.
Telkom melaporkan pendapatan sebesar Rp 37,4 triliun pada kuartal pertama tahun 2024, meningkat 3,7% year-on-year. Sementara EBITDA Telkom naik 2,2% year-on-year menjadi Rp 19,4 triliun dan laba bersih mencapai Rp 6,1 triliun.
Peter meyakini kinerja Telkom ditopang oleh kinerja anak perusahaannya. Pada kuartal I 2024, Telkomsel masih menjadi kontributor pendapatan terbesar Telkom.
Pitter mengatakan meski kedua perusahaan tetap mempertahankan tingkat keuntungannya, namun kinerja Telkom di industri telekomunikasi patut mendapat pengakuan lebih dibandingkan Bank BCA dan Bank Himbara.
Peter menilai Telkom patut mendapat pengakuan atas kemampuannya mempertahankan pertumbuhan pendapatan dan tingkat laba sekaligus menerapkan strategi transformasi di tengah gelombang disrupsi pada industri telekomunikasi.