TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ekonom senior Ryan Kirianto mengatakan kemudahan akses eksplorasi dan eksploitasi hulu migas, termasuk lahan dan perizinan, berperan penting dalam mendukung ketahanan dan kemandirian energi nasional.
Dan yang terakhir, ketahanan dan kemandirian energi juga berdampak positif terhadap penghematan devisa yang signifikan.
“Ya, pemerintah pusat dan daerah berperan penting dalam memfasilitasi akses dan perizinan lahan. “Fasilitas ini akan berdampak positif terhadap peningkatan produksi migas sehingga dapat membangun kemandirian dan ketahanan energi nasional,” kata Ryan kepada media hari ini (15/5/2024).
Oleh karena itu, tambah Ryan, jika saat ini banyak hambatan kemudahan akses eksplorasi dan eksploitasi hulu migas, maka hal tersebut harus segera dihilangkan. Termasuk masalah pertanahan dan perizinan.
Ekonom senior dan dosen pendamping Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) ini menambahkan, kemudahan perizinan dan dukungan pemerintah pusat dan daerah akan membuka peluang eksplorasi dan eksploitasi secara agresif. Misalnya saja PT Pertamina Hulu Energi sebagai subholding hulu dari PT Pertamina (Persero).
“Peningkatan produksi migas melalui PHE dan pengembangan energi baru terbarukan (EBT) tentunya akan mendukung kemandirian energi nasional,” kata Ryan.
Ryan mengatakan, produksi migas yang terus meningkat tentunya dapat memberikan nilai tambah bagi negara. Hal tersebut antara lain mengurangi beban impor minyak, meningkatkan pendapatan pemerintah dari migas, dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
“Kita akan mendapatkan keuntungan yang besar dengan meningkatkan produksi sehingga mengurangi ketergantungan kita pada impor BBM. Kita bisa menghemat devisa karena pembeliannya dalam dolar AS. Belum lagi harga minyak mentah dunia sedang naik.” Oleh karena itu, semua pihak mendukung PHE. untuk terus meningkatkan kinerja positifnya. Harus memberi,” tambah Ryan.
Ryan mengatakan, devisa yang digunakan untuk impor saat ini tinggi. Untuk minyak misalnya, jika kita asumsikan Indonesia masih perlu mengimpor sekitar 500 ribu barel per hari.
“Jika kita asumsikan perkiraan harga minyak global APBN sebesar US$82 per barel, berarti kita membutuhkan US$41 juta per hari untuk membeli minyak dari pasar Singapura. Jika dikalikan kurs saat ini sekitar Rp16 ribu per dolar AS, maka angka tersebut adalah Rp656 miliar per hari hanya untuk pembelian minyak internasional. “Itu sia-sia,” Ryan menjelaskan. Apakah hal ini hanya berdampak positif bagi perekonomian nasional? Tentu saja tidak. Kemudahan perizinan juga berdampak positif pada sektor ini, kata Ryan. “Ada yang namanya dana bagi hasil (DPF), sudah ada aturannya,” imbuh Ryan.
Sebelumnya, PHE terus menunjukkan kinerja positif. PHE melaporkan produksi minyak sebesar 548 ribu barel per hari (MBOPD) dan produksi gas sebesar 2,86 miliar standar kaki kubik per hari (BSCFD) sehingga produksi minyak dan gas mencapai 1,04 juta barel setara minyak (MBOEPD) pada kuartal pertama tahun 2024. yang merupakan penggabungan seluruh anak perusahaan PHE.