Wartawan Tribunnews.com melaporkan Namira Yunya
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Saham raksasa otomotif Honda dikabarkan menguat hingga mencapai performa terbaiknya dalam 16 tahun, setelah mengumumkan merger dengan raksasa Jepang Nissan.
Saham Honda naik 15,51 persen menjadi dibuka pada 1.531,2 pada 7.262 tick, kenaikan terbaik dalam sejarah perusahaan sejak Oktober 2008, mengutip AsianTech. Sedangkan saham Nissan turun 7,3 persen menjadi 410.66.3.
Reli saham Honda terjadi setelah Honda dan Nissan mengumumkan rencana merger atau kombinasi bisnis.
Kabar tersebut muncul setelah beberapa media lokal Jepang memberitakan bahwa raksasa otomotif Jepang Honda dan Nissan sedang melakukan pembicaraan untuk melakukan merger di bidang teknologi.
Hal ini kemudian dibenarkan oleh CEO Honda Toshihiro Mai dalam keterangan resminya bahwa Honda-Nissan telah menandatangani perjanjian merger di bidang pengetahuan dan sumber daya, sehingga Honda yang mengembangkan SUV besar, EV, bisa memanfaatkan pengalamannya. Baterai atau teknologi hybrid, begitu pula sebaliknya.
“Kedua perusahaan ini beroperasi di pasar yang sama, dan mereka memiliki citra merek yang sangat mirip, produk mereka sangat mirip,” kata Håkan Dugo, presiden Algon Mobility Solutions.
“Manajemen baru mempunyai tantangan besar untuk mendiversifikasi rangkaian produk dan mengembangkan bisnis,” tambahnya.
Pembahasan rencana merger diperkirakan akan selesai pada Juni 2025. Sedangkan pencatatan di Bursa Efek Tokyo akan berakhir pada Agustus 2026.
Jika merger antara Honda dan Nissan selesai, kedua perusahaan otomotif tersebut akan membentuk perusahaan senilai $54 miliar dengan produksi tahunan sebanyak 7,4 juta kendaraan, menjadikannya grup otomotif terbesar ketiga di dunia berdasarkan penjualan kendaraan Toyota dan Toyota. Volkswagen.
Para analis yakin potensi merger ini disebabkan oleh krisis keuangan Nissan dan kebangkitan kemitraan jangka panjang dengan Renault dari Prancis.
Situasi ini diperparah dengan ketatnya persaingan dan perang harga EV, serta merek lokal China seperti BYD Co yang berhasil merebut pasar.
“Ini merupakan langkah berbahaya bagi Nissan. Akan sulit menemukan sinergi antara kedua perusahaan karena keduanya memiliki pasar yang sama dengan produk yang sama,” kata Ghosn kepada Bloomberg Television beberapa waktu lalu.