TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kesepakatan antara Joko Widodo dan Susil Bambang Uhoyono (SBA) untuk mendukung penuh pemerintahan Prabowo Subianto menegaskan mayoritas kekuatan politik cukup kuat menerima transisi pemerintahan baru.
Hal tersebut diungkapkan Ahmad Kirul Umam, guru besar ilmu politik Universitas Paramadina.
“Langkah ini dapat memberikan legitimasi politik yang kuat bagi pemerintahan Prabowo-Gibran,” kata Ummam dalam pesannya kepada Tribun News, Senin (23/9/2024).
Umm menambahkan, jika persetujuan SBY-Jokowi ini bisa dilanjutkan dengan pertemuan antara Prabowo dan Megawati sebelum pelantikan presiden pada 20 Oktober mendatang, maka akan memudahkan proses transisi tanpa mengganggu gejolak politik yang kurang produktif.
“Dengan demikian, pemerintahan baru tidak akan menghadapi krisis politik yang akan menurunkan kredibilitas kekuatan-kekuatan yang biasanya bersekutu,” ujarnya.
“Legitimasi politik yang kuat dan stabilitas pemerintahan dapat menjadi modal kuat bagi upaya pembentukan pemerintahan yang efektif,” tegas Ummam.
Menurutnya, dukungan penuh para pemimpin politik dapat menjadi pertanda bagi dunia internasional bahwa pemerintahan baru mempunyai dukungan dalam negeri yang kuat, sehingga akan memperkuat hubungan diplomatik dan investasi asing.
“Negara-negara lain lebih bersedia untuk berbicara dengan pemerintahan yang sebagian besar stabil dan memiliki legitimasi politik yang luas di dalam negeri,” tegasnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi membahas isu selain Aliansi Malaria Asia Pasifik (APLMA) saat bertemu dengan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Jokowi menyebut keduanya sepakat mendukung pemerintahan Presiden baru terpilih Prabowo Subianto.
Selain yang disampaikan Pak SBY tadi, saya dan Pak SBY sepakat memberikan dukungan penuh kepada pemerintahan baru yang dipimpin oleh Prabowo Subianto, kata Jokowi kepada wartawan di Istana Merdeka, Jakarta Pusat. , Sabtu (21 September 2024).
Jokowi dan SBY kemudian meninggalkan lokasi wawancara dan menggiring SBY menuju mobil.