Laporan jurnalis Tribunnews.com, Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR-RI) menduga batalnya perjanjian bisnis antara PT Bank Tabungan Negara Tbk dan Bank Muamalat karena kasus penipuan.
Penipuan yang dimaksud terjadi di Bank Muamalat yang sahamnya dimiliki Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).
Wakil Ketua Komisi VI DPR Mohamad Hekal mengungkapkan dugaan penipuan ini disebabkan keengganan BTN, bank pelat merah, untuk mengakuisisinya.
Memang, di awal tahun BTN sudah mengumumkan niatnya untuk membeli Bank Muamalat, dengan target finalisasi pada April 2024.
Namun, kegiatan komersial ini belum selesai. Mereka mengetahui BTN enggan mengakuisisi karena audit Bank Muamalat membuahkan hasil negatif.
“Kami dengar kesepakatan ini belum final, padahal seharusnya April, tapi sekarang sudah Juli. Malah Pak (Dirut BTN) bilang belum bisa ambil keputusan,” Kata Hekal soal kerja DPR. dalam pertemuan yang digelar kemarin (7 September 2024).
“Lalu muncul berbagai spekulasi. Malah kalau boleh jujur, saya dengar hasil pemeriksaannya kurang bagus,” sambungnya.
Hekal meyakinkan direksi BTN, jika Bank Muamalat tidak bersedia diakuisisi, sebaiknya proses komersial ini tidak dilanjutkan.
“Jangan jadi abu-abu kalau memang harus kita hentikan. Tapi apa yang terjadi pada Bank Muamalat harus jelas,” tutupnya.
Pandangan serupa diungkapkan Komisioner VI Mufti Anam. Menurut dia, operasional komersial BTN dan Bank Muamalat harus dihentikan.
Jika perusahaan tetap bertahan dan berhasil diakuisisi, kinerja BTN disebut-sebut akan teruji berat.
Yang lain lho, saya akan melanjutkan apa yang disampaikan Pak Hekal tadi, bahwa pemilik Bank Muamalat BPKH ada petunjuk adanya penipuan,” jelas Mufti.
“Jangan sampai sejarah melihat BTN membeli bank yang sedang kesulitan,” tutupnya.
Diberitakan sebelumnya, PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk atau BTN mengumumkan tidak akan dilakukan kegiatan korporasi terkait merger Bank Muamalat dan Bank Tabungan Negara (BTN) Syariah.
Hal tersebut diungkapkan langsung Direktur Utama BTN Nixon LP Napitupulu saat rapat kerja dengan Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR-RI) di Jakarta, Senin (7/8/2024).
Nixon belum mau menjelaskan secara detail pembatalan perusahaan ini. Nixon L.P. Napitupulu, CEO BTN.
Namun diakuinya, BTN telah berkonsultasi dengan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku pemegang saham.
“Tetapi secara umum informasi itu bisa kami sampaikan dan kami juga sudah mendengar dari pemegang saham, dalam hal ini menteri dan wakil menteri,” kata Nixon.
“Dan kami juga sampaikan kepada OJK bahwa kami belum membuka informasi bahwa kami tidak akan melanjutkan akuisisi Bank Muamalat karena berbagai alasan, yang nanti bisa kami sampaikan pada (rapat) tertutup,” lanjutnya.
Nixon menegaskan, pihaknya siap secara terbuka memberikan alasan penarikan BTN dari hubungan bisnis dengan Bank Muamalat.
Perlu diketahui bahwa pertemuan tersebut akan diadakan secara tertutup. Memang BTN merupakan perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Diberitakan sebelumnya, BTN dikabarkan melakukan transaksi surat berharga dengan Bank Muamalat.
Beberapa waktu lalu, BTN menyiapkan langkah pemisahan atau pemisahan Unit Usaha Syariah (UUS).
Proses keluar dari UUS menjadi Bank Umum Syariah (BUS) terus dilakukan dengan mempertimbangkan pilihan-pilihan yang paling efisien, sederhana dan tercepat.
BTN sendiri sedang mempersiapkan berbagai opsi pelaksanaan spin-off UUS. UUS perseroan nantinya akan menjadi entitas independen sebagai anak perusahaan.
Dalam proses ini, aset, pengelolaan, dan operasional UUS dipisahkan satu sama lain sehingga entitas baru tersebut beroperasi secara terpisah dan fokus secara eksklusif pada prinsip perbankan syariah.
Strategi ini memungkinkan BTN untuk mengoptimalkan layanan perbankan syariah agar lebih efektif memenuhi kebutuhan nasabah yang mencari produk dan layanan perbankan syariah.