Dua Kementerian Relaksasi Impor, Industri Dalam Negeri Khawatir Deindustrialisasi

Para pejabat industri dalam negeri khawatir bahwa keputusan pemerintah untuk mengurangi impor dapat merugikan perkembangan sektor industri dan menyebabkan deindustrialisasi.

Keputusan itu dibuat pada tahun 2024. Ketika Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bersama-sama melepas sekitar 26.000 kontainer pada 17 Mei, sebagian besar dari mereka mengalami masalah dokumen impor di tiga pelabuhan – Tanjung Priok dan Tanjung Perak. Dan Bellawan.

Kementerian Perdagangan menetapkan dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. Peraturan Menteri Perdagangan, 8 Agustus 2024. 36/2023 tentang Revisi Ketiga Kebijakan dan Ketentuan Impor. Dengan aturan tersebut, importir tidak perlu lagi khawatir dengan pertimbangan teknis (pertek) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) yang bertujuan untuk melindungi industri dalam negeri. Izin impor dikeluarkan tanpa memperhatikan keberlangsungan industri negara.

Presiden Asosiasi Produsen Tekstil dan Filamen Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta mempertanyakan tindakan Kementerian Perdagangan dan Keuangan, dengan mengatakan bahwa pencabutan pembatasan impor akan melindungi industri negara.

Redma juga mencatat, masih banyak importir produk jadi, terutama importir yang tidak bermoral, yang tunduk pada Peraturan Menteri Perdagangan No. Sesuai 36/2023, Kementerian Perindustrian harus menyampaikan aturan teknisnya.

“Permendag No. 36 yang dicabut menerapkan pengendalian impor, namun mendapat protes dari importir sehingga menyebabkan penumpukan stok peti kemas di pelabuhan terhenti. “Namun sosialisasinya akan dilakukan mulai tahun 2023. “Pada bulan Desember, kontainer menumpuk dan barang menumpuk di pelabuhan akibat praktik jahat importir yang tidak mau mengurus izin impor,” jelasnya.

“Amandemen ini berarti pengendalian impor sudah tidak efektif karena semua sudah dilonggarkan. Kemarin kita kehabisan barang dan pengiriman, dan sekarang kita sudah kehabisan barang, permohonan izin impor tentu akan diterima apapun industri negaranya. Artinya, kebijakan pemerintah ini merupakan cerminan dari kontradiksi tersebut. “Pada Oktober 2023, Presiden Park Joko Widodo memerintahkan pengendalian impor mulai berlaku pada tahun 2024. Maret lalu, baru dua bulan Menteri Keuangan Sri Mulyani meminta keringanan,” kata Redma.

Redma menekankan bahwa tidak adanya tindakan pemerintah untuk secara efektif mengekang impor, yang sektor industrinya telah berkembang dengan baik di dalam negeri, akan menimbulkan kerugian besar bagi sektor industri dalam negeri.

“Kalau surplusnya dikurangi, isinya kosong karena ini aturan pengemasan untuk perdagangan impor karena pemerintah tidak punya cara untuk mengendalikan impor.” Ketika pasar dalam negeri dipenuhi barang impor, maka industri akan kembali menyusut. “Kami sedang mempersiapkan deindustrialisasi,” keluh Redma.

Redma mengingatkan, di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo, Indonesia fokus pada penguatan sektor hilir dan hulu yang dituangkan dalam visi integrasi industri agar industri dapat tumbuh kuat. Sayangnya, menurut Redma, visi Kementerian Perindustrian terhadap pengembangan dan integrasi industri tidak didukung oleh kementerian lain, khususnya dalam hal ini Kementerian Perdagangan dan Keuangan.

Redma juga menegaskan, masyarakat umum, khususnya pekerja, akan terkena dampak lebih luas dengan adanya keringanan impor yang dipimpin oleh Departemen Perdagangan dan Keuangan.

Widodo Setiadharmaji, direktur eksekutif Asosiasi Industri Baja Indonesia (IISIA), juga dikenal sebagai Asosiasi Industri Baja Indonesia (IISIA), menggemakan komentar Redma dalam siaran persnya. Redma mengatakan, kebutuhan impor anggota asosiasi selama ini terpenuhi dengan hambatan impor bahan baku yang minim. Bahan dan Suplemen.

“Impor berupa bahan baku yang merupakan bahan utama dalam proses produksi, secara umum tidak menemui kendala yang berarti terhadap kelancaran kegiatan produksi. Perdana Menteri Widodo menjelaskan, “Kebijakan pemerintah untuk mengendalikan impor sangat diperlukan untuk mengatasi situasi baja global yang mengalami kelebihan produksi, proteksionisme, dan praktik perdagangan yang tidak adil.”

Widodo menjelaskan, selama ini peraturan impor berdampak positif terhadap sektor baja yang tumbuh baik. Berdasarkan data triwulan I yang dirilis BPS 2024, ekspor produk baja melonjak 38,3%. – Dari 3,81 juta ton pada triwulan I 2023 menjadi 5,27 juta ton pada triwulan I 2024. Di sisi lain, impor mengalami penurunan sebesar 10,2% dari 3,91 juta. , hingga 3,51 juta ton pada kuartal I 2024.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *