TRIBUNNEWS.COM, Jakarta – Kantor Kejaksaan Agung (Kejakung) kembali diserang.
Kali ini pada Rabu (6 Mei 2024) malam, sebuah drone menembak jatuh Gedung Kejaksaan Agung di Jakarta Selatan.
Insiden drone ini bukan yang pertama, pada Selasa (21/5/2024), sebuah drone juga melewati halaman depan gedung Katigai tempat Kantor Kejaksaan Agung di Zambik berada.
Namun, drone yang lewat tidak ditembak jatuh seperti yang diperingatkan oleh tim pembuat film drone saat itu.
Sayangnya, Kejaksaan Agung tidak bisa berbuat apa-apa terhadap flyby drone ini, termasuk melarangnya.
Apakah dua insiden drone ini merupakan bagian dari pengejaran Kejaksaan Agung terhadap Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Zombie) Bebri Adriansya?
Terungkap, perburuan pembunuh Bebri Adriancia dilakukan oleh 10 anggota grup WhatsApp bernama “Time Zone”.
Pembocornya, Bripta Iqbal Mustoba (IM), ditangkap saat sedang berburu.
Selain Brigjen Iqbal Mostoba, ada tujuh anggota Satgas Tegang Jateng lainnya, yakni Brigjen Ali Setiawan (Arey N2), Brigjen Irban Maulana (Odang N3), Brigjen Rabai N3, Brigjen Akung N4, Brigjen Faizin N3, Brigjen Zadi Anthony (Jaja N3) dan Brigjen Imam. TENSUS 88 Jaksa Agung Muda Bidang Polisi Anti Terorisme dan Tindak Pidana Khusus (JAMPITSUS) Jaksa Agung FEB Adriantsya. (Dikompilasi dari gambar berita forum)
Sedangkan sisanya dua anggota Satgas Tegang Jabar yakni Brigjen Toni dan Tomi Nugraha atau Fahmi.
Mereka diyakini berasal dari berbagai daerah.
Hingga saat ini, Kejaksaan Agung belum merilis identitas drone yang jatuh tersebut.
Sebuah drone menembak jatuh kompleks Kejaksaan Agung di Jakarta Selatan pada Rabu (6 Mei 2024) malam.
Diketahui, drone tersebut terbang di depan Gedung Kejaksaan Agung di Kasika yang merupakan kantor Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jambitus).
Tim keamanan Kejaksaan Agung pun membawa drone tersebut untuk diperiksa.
Namun Kejaksaan Agung belum merilis identitas drone tersebut karena jatuh sebelum waktu Isa.
Ya, kita lihat apa muatan drone itu dan bentuknya seperti apa, nanti saya coba konfirmasi,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Gedut Sumedhana, dihubungi, Rabu (5/ 6) waktu menunjukkan). /2024).
Kemudian, jika identitas drone tersebut dinilai tidak mengancam, maka Kejaksaan Agung tidak akan mengungkapkannya kepada publik.
Sebaliknya, jika terindikasi bahaya, Kejaksaan Agung akan berkoordinasi dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Bolri).
“Kalau menurut kami tidak berbahaya, tidak perlu ke media. Tapi apa pun bahayanya, kami akan laporkan ke polisi atau usut,” kata Gedut. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan seharusnya melakukan investigasi terhadap penembakan drone di Kejaksaan Agung.
Sugeng Teguh Santoso dari Indonesian Police Watch (IPW) mendesak Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Hadi Tjahjanto setelah Kejaksaan Agung (Kejagung) menembak jatuh pesawat yang diduga drone pengintai. Rabu (6 Mei 2024) malam di kantor Jampidsus, Jakarta Selatan.
Sukan mengatakan tim investigasi telah dibentuk untuk mengidentifikasi pemilik drone dan motivasinya memata-matai Zombie Office.
“Penyelidikan diperlukan untuk mengetahui siapa pemilik dan operator drone serta motif mereka. Tidak ada keputusan yang dapat diambil mengenai insiden ini sambil menunggu hasil penyelidikan.”
“Jika ada dugaan kuat adanya pengawasan drone di Kejaksaan Agung, sebaiknya Menko Polhukam membentuk panitia penyidikan,” kata Su Geng kepada Tribunnews.com, Kamis (6 Juni 2024).
Di sisi lain, Suken juga meminta Kejaksaan Agung melaporkan hal tersebut ke polisi untuk penyelidikan awal.
Perlu penyelidikan lebih lanjut. Kejaksaan wajib melaporkan hal tersebut ke polisi untuk penyelidikan awal, ujarnya. Petugas keamanan Kejaksaan Agung membawa kabur drone yang jatuh di depan Gedung Karthigai pada Rabu (6 Mei 2024). (spesial)
Sukeng menegaskan, atas kejadian yang menimpa Zambitzus dan Febry Adriansyah yang dilakukan anggota Tensus 88 baru-baru ini, perlu dibentuk panitia penyidik Menko Polhukam.
“Pengawasan Gedung Kejaksaan Agung merupakan salah satu peristiwa yang melibatkan beberapa tersangka dan anggota Cabang Khusus yang berkaitan dengan aparat penegak hukum. Menko Polhukam menjadi Presiden dan Badan Koordinasi Pengamanan. Undang-undang sudah menjadi tanggung jawabnya,” jelasnya. Tim “Zona Waktu” yang beranggotakan 88 orang menggunakan 10 tenses untuk mengungkap pelacakan zombie
Sebanyak 10 anggota Unit Tensus 88 Antiteror Polri diduga melacak Bepri Adriansya, Wakil Jaksa Agung Tindak Pidana Khusus (Zambitses) Kejaksaan Agung.
Hal ini terungkap saat salah satu dari 10 orang tersebut, Bripta Iqbal Mustoba (IM), ditangkap.
Laporan penyidikan (PAB) Bripta IM dari sumber di lingkungan Kejaksaan Agung menyebutkan, kelompok tersebut berkoordinasi dalam grup WhatsApp bernama “Zona Waktu”.
Selain Brigjen Iqbal Mostoba, ada tujuh anggota Satgas Tegang Jateng lainnya, yakni Brigjen Ali Setiawan (Arey N2), Brigjen Irban Maulana (Odang N3), Brigjen Rabai N3, Brigjen Akung N4, Brigjen Faisin (N3), Brigjen Zadi Anthony (Jaja N3) dan Brigjen Imam.
Sedangkan sisanya, dua anggota Satgas Tegang Jabar Brigjen Toni dan Tomi Nugraha atau Fahmi.
Mereka diyakini berasal dari berbagai daerah.
“Apa tujuan dibentuknya Komisi Zona Waktu WA?”
Sesuai pesan Kejaksaan Agung, “tujuannya untuk memberikan sarana komunikasi bagi tim kerja JAM Pidsus”.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kabuspengum) Kejaksaan Agung Ketut Sumedhana belum memberikan keterangan resmi terkait hal tersebut.
“Saya belum terima pesannya,” kata Ketut, Minggu (2/6/2024).
Usai penggerebekan, Bebri Adriancia pun angkat bicara, mengatakan permasalahan tersebut akan ditangani langsung oleh atasannya, Menteri Kehakiman Burhandin.
“Masalah menguntit atau mengintip sudah ditangani oleh Jaksa Agung.”
Dalam jumpa pers, Rabu (29 Mei 2024), Februari mengatakan, “Karena sudah menjadi persoalan organisasi, maka komunikasi formal harus dilakukan.”
Tidak jelas apa penyebab insiden tersebut.
Hal tersebut dibenarkan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia (Bolri) terkait penangkapan salah satu anggota Tenses 88.
Kepala Unit Humas Polri Irjen Sandy Nukroho membenarkan dirinya menjadi anggota.
Para anggotanya telah diseleksi dan diperiksa oleh Badan Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri.
Benar ada beberapa anggota Kejaksaan Agung yang ditahan dan dibawa pergi oleh Bam, kata Sandy, Kamis (30 Mei 2024).
Sanday mengatakan Priputa Iqbal diinterogasi oleh unit Probham kepolisian negara bagian setelah ditahan di Baminar.
Dilihat dari hasil pemeriksaan, Sandy memastikan tidak ada yang salah pada anggota Tensus.
“Informasi yang kami dapat, anggota tersebut sudah dites dan tidak ada masalah,” kata Sandy.
Oleh karena itu, Sandy mengimbau masyarakat tidak menunda-nunda masalah tersebut.
“Kalau tidak ada masalah, buat apa kita ribut-ribut?” kata Sandy.
Polri belum mau membeberkan motif aksi perburuan anggota tersebut.
Termasuk juga pertanyaan siapa yang memerintahkan Pripta Iqbal.
Individu anggota Densus 88 belum dikenakan sanksi etik.
Sandy mengklaim, jika ditemukan pelanggaran etik, Propam Polri pasti akan melaporkannya.
“Misalnya ada anggota yang melanggar kode etik, ada anggota yang melakukan tindak pidana, ada anggota yang melakukan pelanggaran disiplin, atau perbuatan lainnya maka akan diberitahukan kepada Ketua Divisi Propham,” jelas Sandy. (Jaringan Forum/thf/tribunnews.com)