TRIBUNNEWS.COM – Anggota Dewan
Tjitjik pernah menyatakan bahwa pendidikan tinggi merupakan syarat untuk menempuh pendidikan tinggi.
Hal itu diungkapkannya menanggapi kritik yang dilontarkan kepadanya terkait kenaikan biaya kuliah (UKT) satu kali di perguruan tinggi.
Nuroji mengatakan, pernyataan tersebut kurang memberikan ilmu bagi masyarakat karena terkesan bukan ilmu yang mendalam. Nuroji dikritik saat rapat kerja (raker) dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim dan Dirjen Pendidikan Tinggi Abdul Haris.
Nuroji membenarkan tak setuju dengan ucapan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim.
“Tentu saja saya tidak menganggap pendidikan tinggi sebagai pelajaran, apalagi yang menyajikan pendidikan para pejabat Kementerian Pendidikan.”
“Saya kira ini tidak bisa diandalkan oleh masyarakat, seolah-olah membaca itu tidak penting,” kata Nuroji, Selasa (21/05/2024).
Nuroji menilai pernyataan Tjitjik bertentangan dengan amanat UUD 1945.
Dalam Konstitusi, kata Nuroji, disebutkan bahwa setiap negara wajib memberikan pendidikan kepada rakyatnya.
“Kami menawarkan diskon wajib 20 persen. Nah, sebenarnya kita harus berjuang agar lebih banyak lagi pekerja dan masyarakat kita yang mendapat dukungan negara untuk mengenyam pendidikan tinggi,” ujarnya.
Sebelumnya, Tjitjik menanggapi banjirnya kritik dari banyak organisasi terhadap kenaikan UKT dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu (15/5/2024) pagi.
Saat itu, Tjitjik mengatakan tarif UKT tetap mempertimbangkan seluruh kelompok masyarakat dan tetap mematuhi peraturan yang berlaku.
“Sebenarnya ini biaya-biaya yang harus dikeluarkan agar penyelenggaraan pendidikan tepat dan bermutu, namun di sisi lain kita lihat itu adalah sekolah PAUD, jadi tidak perlu belajar.” Tjitjik.
Oleh karena itu, lanjutnya, sebenarnya tidak ada kewajiban bagi siapa pun yang telah lulus SMA untuk masuk perguruan tinggi.
Artinya tidak semua siswa lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA)/SMK wajib masuk perguruan tinggi. Ini pilihan.
Lanjutnya, “berbeda dengan pendidikan dasar, menengah, dan wajib.
Karena soal pendidikan tinggi, Tjitjik menegaskan, dukungan negara lebih fokus pada wajib belajar.
“Apa dampak dari pendidikan tinggi? Pendanaan negara untuk pendidikan dimaksudkan untuk mendukung wajib belajar,” ujarnya.
(Tribunnews.com/Milani Resti/Rizki Sandi Saputra)