DPR Dorong Evaluasi Menyeluruh Terhadap BPK Terkait Dugaan Jasa Jual Beli WTP di Kasus Korupsi SYL

Reporter Tribunnews.com Igman Ibrahim melaporkan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Komisaris

Terungkapnya adanya jual beli PAP setelah membaca berita acara pemeriksaan (BAP) Direktorat Jenderal Sarana dan Prasarana Pertanian yang berada di bawah mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL). Kementerian Pertanian pada sidang Hermanto.

Menurutnya, evaluasi menyeluruh diperlukan untuk memperbaiki prosedur pengendalian auditor terhadap objek audit. Harus dievaluasi mulai dari perekrutan anggota hingga pengendalian internal.

“Perlu dilakukan penilaian menyeluruh terhadap prosedur pemeriksaan dan auditor terhadap organisasi objek pemeriksaan. Mulai dari perekrutan anggota BPK RI, Sistem Pelatihan Auditor, SOP audit organisasi, sistem audit internal,” kata Kamrussamad. . Kamis (9/5/2024) saat disetujui.

Kamrussamad juga meminta komitmen tulus dari seluruh pihak yang terlibat untuk mencegah kejadian serupa terulang kembali.

“Harus ada komitmen yang tulus dari seluruh pemangku kepentingan untuk menghentikan indikasi jual beli PAP agar kasus hukum yang melibatkan kementerian/lembaga atau organisasi yang dikelola BPK RI tidak terulang kembali.”

Sebelumnya, dalam kasus dugaan korupsi di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan), terungkap adanya pemberian uang untuk memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pengawas Keuangan (BPK). 

Terungkap, “beli WTP” sudah menjadi kebiasaan, bukan hanya sekali, di Kementerian yang pernah dipimpin Syahrul Yasin Limpo (SYL) yang dituduh kasus korupsi itu. 

Situasi itu terungkap saat jaksa membacakan berita acara pemeriksaan (BAP) Hermanto, Sekretaris Jenderal Prasarana dan Prasarana Pertanian Kementerian Pertanian, di bawah SYL yang menjadi saksi dalam kasus tersebut. 

BAP mengungkap pertemuan Hermanto dengan mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian (Sekjen) Muhammad Hatta yang duduk di kursi terdakwa sebagai SYL. 

“Apakah dalam beberapa tahun terakhir dikatakan ada ‘fair play’?” tanya jaksa KPK dalam sidang di Pengadilan Tinggi Tipikor Jakarta, Rabu (8/5/2024). Dia bertanya. 

“Saya belum dengar,” jawab Hermanto. 

“Kalau saksi lupa, saya bacakan BAP: Katanya pernah terjadi. Pernahkah ada putusan seperti itu?” ucap jaksa sambil melihat dokumen BAP Hermanto. 

Hermanto membenarkan BAP tersebut dan mengatakan, “Dulu katanya seperti itu.” 

Pidato yang dibacakan dalam BAP itu terjadi saat Hermanto dan Hatta bertemu membahas permintaan auditor BPK sebesar Rp 12 miliar. 

Karena ada beberapa hasil yang menghambat Kementan mendapat predikat WTP, maka permintaan pemeriksa BPK bernama Victor harus dipenuhi. 

“Jadi, apakah ada permintaan atau sesuatu yang perlu dilakukan Kementerian Pertanian untuk mencapai hal tersebut?” tanya jaksa. 

“Iya. Waktu itu disampaikan ke pimpinan untuk nilainya, kalau tidak salah diminta ke Kementan Rp12 miliar. Pak Victor (mantan Inspektur BPK) Rp12 miliar.” jawab Hermanto. 

Namun Kementan hanya mengeluarkan Rp5 miliar, bukan Rp12 miliar. 

Dipastikan Rp 5 miliar diterima BPK. 

“Akhirnya permohonan Rp 12 miliar itu dipenuhi seluruhnya atau hanya sebagian saja yang diketahui saksi?” kata jaksa. 

“Tidak, kami tidak melakukan itu. Saya dengar mungkin sekitar 5 miliar,” kata Hermanto. 

Tak butuh waktu lama, Kementerian Pertanian meminta saran dari WTP untuk membayar Rp 5 miliar ke BPK. 

“Apakah penglihatan itu muncul setelah beberapa saat?” kata jaksa KPK. 

“Keluar. WTP-nya sudah habis,” kata Hermanto. 

Sekadar informasi, keterangan tersebut diberikan kepada tiga terdakwa: Mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo; Muhammad Hatta, mantan Direktur Alat dan Mesin Kementerian Pertanian; dan Kasdi Subagyono, mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian (Sekjen). 

Dalam kasus tersebut, SYL didakwa menerima kepuasan sebesar Rp 44,5 miliar. 

Jumlah tersebut dihimpun SYL pada periode 2020-2023. 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *