DPP PKS Harap UU Kesejahteraan Ibu dan Anak Bisa Diimplementasikan secara Baik

Reporter Tribunnews.com Chaerul Umam melaporkan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyambut baik Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (UU KIA) di seribu hari pertama kehidupan.

UU KIA disahkan dalam rapat delegasi DPR RI pada Selasa (4 Juni 2024).

Kepala Departemen Kajian Perempuan, Anak dan Keluarga BPKK DPP PKS Tuti Elfita berharap UU KIA dapat diterapkan dengan baik.

PKS berharap UU KIA dapat dilaksanakan dengan baik dan menjadi landasan yang kokoh bagi peningkatan kesejahteraan ibu dan anak di Indonesia, ujarnya kepada wartawan, Jumat (7 Juni 2024).

Lebih lanjut Tuti mengatakan, PKS menekankan konsep mengakui kesejahteraan ibu dan anak sebagai bagian penting dalam keluarga. 

PKS juga mengapresiasi pentingnya peran ayah dalam memberikan perlindungan dan dukungan, serta dukungan terhadap keluarga dan lingkungan untuk mencapai kesejahteraan yang optimal.

“Kesejahteraan ibu dan anak merupakan bagian penting dalam keluarga, dan peran serta ayah dalam memberikan perlindungan dan dukungan sangat penting dalam mencapai kesejahteraan yang optimal,” ujarnya.

Penambahan kata ayah dalam tanggung jawab keluarga dan peran pemerintah melalui lembaga pengasuhan anak juga menjadi argumen penting yang diapresiasi oleh partai, tambahnya.

PKS, kata Tuti, mengapresiasi aturan cuti hamil yang diberikan minimal 3 (tiga) bulan kemudian 3 (tiga) bulan kemudian jika ada kondisi khusus yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter. 

Tuti mengatakan, PKS mengapresiasi berbagai aspek UU KIA, termasuk mempertimbangkan anjuran dan harapan masyarakat kaya, termasuk keimanan dan ketaqwaan kepada Allah.

PKS juga mengapresiasi pengakuan hak menyusui bagi ibu bekerja, yang berhak mendapat kesempatan dan tempat menyusui selama jam kerja.

Tuti menambahkan, perkembangan positif lainnya adalah pemberian hak bagi ibu dan anak penyandang disabilitas, serta pendaftaran susu donor yang dinilai penting bagi masa depan anak dalam perkawinan. 

Namun PKS menyampaikan komentar penting terkait beberapa aspek UU KIA, seperti pengecualian Pasal. Pasal 28b 1 UUD 1945

“Pada entri “CATATAN” dan tidak adanya kata “didirikan atas dasar perkawinan yang sah” dalam pengertian keluarga.” Menurut PKS, hal ini merupakan tatanan konstitusi yang mendesak dan tidak dapat dipisahkan dari hak setiap anak,” tutupnya Tuti. 

UU KIA mengatur hak cuti hamil minimal 3 bulan

Undang-Undang Perawatan Ibu dan Anak (UU KIA) mengatur masa cuti bagi ibu yang melahirkan.

Undang-undang ini ditentukan dalam Art. 4 bagian 3 huruf dan). Ibu yang melahirkan berhak cuti minimal 3 bulan.

Pasal 4

(3) Selain hak yang diberikan pada ayat (1) dan ayat (2), setiap ibu bekerja berhak:

A. cuti melahirkan dengan ketentuan sebagai berikut: 1. jangka waktu yang lebih singkat yaitu 3 (tiga) bulan; i2. paling lambat dalam waktu 3 (tiga) bulan berikutnya jika terdapat kondisi khusus yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter.

Kemudian Seni. 4 pasal 4 menyatakan bahwa cuti harus diberikan oleh pemberi kerja. 

Selanjutnya, maksud dari ketentuan khusus cuti tambahan bagi ibu yang melahirkan dijelaskan dalam Art. 4 bagian 5.

Situasi khusus tersebut antara lain ibu yang mengalami gangguan kesehatan, gangguan kesehatan, dan masalah pasca melahirkan atau keguguran. 

Selain itu, bayi baru lahir mengalami gangguan kesehatan, gangguan dan gangguan kesehatan. UU KIA mengatur cuti bagi suami yang mendampingi ibu saat melahirkan (google.image)

Undang-undang Perawatan Ibu dan Anak 1.000 hari pertama kehidupan (UU KIA) memuat ketentuan tunjangan cuti bagi suami yang istrinya melahirkan. 

Mengenai rancangan UU KIA, prinsip-prinsip tersebut tertuang dalam Art. 6 bagian 2 surat no. 

Pasal 6(1) 2 berbunyi sebagai berikut:

(2) Suami sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, anda berhak berangkat menemani isteri anda:

A. waktu pengiriman 2 (dua) hari dan dapat dikirimkan sebelumnya dalam waktu 3 (tiga) hari berikutnya atau sesuai kontrak; Atau

B.jika kehamilannya mengalami keguguran selama 2 (dua) hari.

Kemudian Seni. 6 bagian 3 menjelaskan alasan spesifik mengapa suami harus diberi waktu yang cukup untuk mendampingi istri dan anak-anaknya. 

Suami wajib mendampinginya karena isteri mempunyai gangguan kesehatan, gangguan kesehatan dan/atau gangguan setelah melahirkan atau keguguran.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *