TRIBUNNEWS.COM – Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh menjalani sidang perdana kasus Gratifikasi dan Pencucian Uang (TPPU) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN), Senin (6/5/2024) . ).
Urutan hari persidangan adalah pembacaan dakwaan Gazalba Saleh oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Sebagai informasi, Gazalba didakwa menerima gratifikasi sekitar Rp62 miliar dan total pendapatan TPPU sebesar Rp24 miliar.
Dia kini dijerat Pasal 12 B juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo Pasal 55 Ayat 1 KUHP, dan Pasal 33 UU Nomor 8 Tahun 2010. tentang pencegahan dan pemberantasan. . TPPU juncto pasal 65 ayat 1 KUHP.
Sementara itu, dalam persidangan kali ini, Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membacakan serangkaian dakwaan terhadap Gazalba, membayar kredit pemilikan rumah kepada sahabat karibnya (KPR) dengan suap bahkan telah melakukan TPPU dengan membeli rumah dan kemewahan. mobil
Berikut rincian dakwaan JPU KPK terhadap Gazalba Saleh secara lengkap. Gazalba mengganti KPR rekan dekatnya sebesar Rp 2,9 miliar
Jaksa menyebut Gazalba melunasi cicilan rumah teman dekatnya bernama Fify Mulyani.
Terdakwa diduga melunasi cicilan rumah rekannya dengan menggunakan sejumlah uang dari berbagai sumber, termasuk hasil suap sidang kasasi pengelolaan limbah B3, tanpa izin dari terdakwa, Jawahirul Fuad.
Total gratifikasi, kata Jaksa KPK, berjumlah Rp650 juta dan Gazalba menerima setengahnya, sekitar Rp200 juta.
Tak hanya itu, ia juga menerima uang senilai total Rp37 miliar untuk menangani kasus pemerasan mantan anggota DPRD Samarinda Jafar Abdul Gaffar.
Selain itu, jaksa juga menyebut Gazalba menerima dana lain untuk periode 2020-2022.
Jaksa mengatakan, salah satu penyamaran suap yang diterimanya adalah untuk membayar cicilan rumah rekannya, yakni Fify Mulyani yang berlokasi di Cakung, Jakarta Timur.
Harga rumah tersebut, kata jaksa, mencapai Rp 3,8 miliar.
“Pada tahun 2019, di Kota Sedayu Kelapa Gading Cluster Europe Abbey Road 3 No.039 Cakung, Jakarta Timur, terdakwa bersama Fify Mulyani teman dekat terdakwa membeli satu unit rumah seharga Rp 3,8 miliar,” ungkapnya. kata jaksa seperti dikutip. . dari YouTube Kompas TV.
Jaksa kemudian menyebut Fify melakukan transaksi menggunakan uang Gazalba untuk menyembunyikan aliran suap yang diterima hakim MA nonaktif tersebut.
Jaksa kemudian mengungkap Fify membayar booking fee sebesar Rp 20 juta dan membayar deposit dalam enam kali angsuran hingga Rp 390 juta.
Jaksa kemudian menyebut Fify mengajukan KPR sebesar Rp 3,4 miliar ke bank swasta.
Namun pengajuan KPR tersebut tidak sesuai dengan LHKPN Fify tahun 2019-2021 yang berjumlah Rp 2 miliar dan biaya Rp 1 miliar.
Kemudian pada 24 September 2021, menurut jaksa, Gazalba langsung melakukan penggantian KPR atas nama Fify sebesar Rp 2,9 miliar.
Terdakwa membayar KPR atas nama Fify Mulyani sebesar Rp2.950.000.000,-, kata jaksa. Pencucian uang dengan membeli rumah dan mobil mewah Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut mantan hakim MA Gazalba Saleh dan Ahmad Riyad sebagai pengacara menerima gratifikasi senilai Rp 650 juta d’Rp, Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (6/5/2024 ) . (Tribunnews.com/Ilham Rian Pratama)
Selain menyamar membayar KPR rekannya, Gazalba juga melakukan TPPU dengan membeli mobil Alphard atas nama kakaknya, Edy Ilham Shooleh.
Harga Alphard mencapai Rp 1 miliar.
“Dibelanjakan untuk pembelian kendaraan Toyota New Alphard warna hitam dengan nomor sasis JTNGF3DHOL8027005 dan nomor mesin 2AR 2378205 dengan nomor registrasi B-15-ABA,” kata jaksa.
Jaksa mengungkapkan Alphard yang dibeli pada Maret 2020 itu bukan bagian dari LHKPN.
Dalam LHKPN, per tahun 2021, satu-satunya mobil yang dimiliki Gazalba adalah Toyota Avanza senilai Rp 201 juta.
Tak hanya itu, jaksa juga menyebut Gazalba melakukan TPPU dengan membeli berbagai aset seperti emas senilai Rp508 juta, tanah bangunan di Jakarta Selatan senilai Rp5,3 miliar, dan tanah bangunan di Cibubur senilai Rp7,700 juta.
“Untuk menyembunyikan atau merahasiakan asal usulnya, terdakwa membelanjakan, membayar, atau menukarkan mata uang sebagai harta kekayaan atas nama pihak lain seolah-olah berasal dari penghasilan yang sah,” kata jaksa.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto/Ilham Rian Pratama)
Pasal lain terkait perkara korupsi di Mahkamah Agung