Laporan reporter Tribunnews.com Namira Yunia
TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON – Presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump, mencoba mengajukan permohonan ke Mahkamah Agung (MA) untuk menunda penerbitan undang-undang yang memblokir akses platform TikTok di pasar AS.
Tak hanya itu, Trump juga meminta pengadilan AS tidak memaksa ByteDance menjual layanan TikTok.
Trump mengajukan permintaan tersebut setelah partainya mengadakan pertemuan tatap muka dengan perwakilan TikTok pekan lalu, menurut Financial Times.
“Kami harus mulai berpikir karena, Anda tahu, kami telah menggunakan TikTok dan kami mendapat respons yang luar biasa dengan miliaran penayangan,” kata Trump dalam pidatonya di hadapan para pendukungnya.
“Mereka membawakan saya sebuah kartu, dan itu adalah sebuah rekor, dan sangat indah untuk dilihat, dan ketika saya melihatnya, saya berkata, ‘Mungkin kita harus menyimpannya untuk sementara waktu,'” lanjut Trump.
Trump yang pada masa jabatan pertamanya 2017-2021 bersikeras melarang TikTok dengan alasan keamanan nasional, kini telah mengambil langkah lain.
Dalam dokumen yang diajukan tim kuasa hukumnya, Trump meminta tenggat waktu penjualan TikTok ditunda agar ada lebih banyak waktu untuk menyelesaikan masalah tersebut secara politis.
Trump sendiri meminta pengadilan memperpanjang batas waktu penjualan hingga 19 Januari 2025.
Menurut D. John Sauer, para pengacara mengambil langkah ini untuk memungkinkan pemerintahan Trump yang akan datang mencari solusi politik terhadap masalah ini.
“Presiden Trump belum mengambil posisi apa pun mengenai substansi yang mendasari perselisihan ini,” kata D. John Sauer, pengacara Trump dan jaksa agung pilihan presiden.
“Dia dengan hormat meminta agar Pengadilan mempertimbangkan penangguhan undang-undang pembatasan sampai Pengadilan memutuskan kasus ini, sehingga memberikan kesempatan bagi pemerintahan Trump yang akan datang untuk mengejar resolusi politik atas pertanyaan-pertanyaan dalam kasus ini,” tambahnya.
Tiktok dilarang beroperasi mulai tahun depan
Sebelumnya diketahui induk perusahaan TikTok, ByteDance, dilarang beroperasi di Amerika Serikat (AS) mulai tahun depan. Keputusan ini diterapkan setelah ByteDance kalah di Pengadilan Banding AS.
Konflik sengit ini bermula ketika AS menuduh China mencuri data TikTok.
Dugaan tersebut diperkuat setelah tim peneliti menemukan kode sumber di TikTok yang menunjukkan aplikasi tersebut mengumpulkan data seperti lokasi, perangkat yang digunakan, dan aplikasi apa saja yang ada di ponsel pengguna.
Dengan menggunakan data tersebut, AS khawatir pemerintah China bisa mengontrol warganya. Pasalnya, pemerintah di negeri tenda bambu ini kerap menggunakan algoritma media sosial untuk mempengaruhi penggunanya.
Akibat masalah ini, Presiden Joe Biden menandatangani undang-undang pada bulan April yang mewajibkan ByteDance menjual TikTok kepada pemilik non-Tiongkok. Jika ByteDance menolak aturan tersebut, aplikasi TikTok terancam dilarang beroperasi di Amerika Serikat, seperti dilansir Yahoo Finance.
Tak berhenti sampai disitu, Ketua DPR atau Komite DPR AS bahkan mendesak para CEO Apple dan Google untuk segera menghapus aplikasi TikTok dari Play Store dan App Store paling lambat 19 Januari 2025.
Perintah tersebut dikeluarkan oleh pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat AS menyusul keputusan pengadilan banding federal yang mewajibkan ByteDance, perusahaan induk TikTok yang berbasis di Tiongkok, untuk menjual TikTok di AS atau menghadapi larangan resmi TikTok di AS mulai tahun depan. tahun.
Langkah ini diambil Kongres AS untuk melindungi keamanan nasional AS dan melindungi pengguna TikTok di Amerika dari Partai Komunis China.