Dokter Jelaskan Awal Mula Kenapa Anak Bisa Mengalami Kecanduan Gula

Reporter Tribunnews.com Aysia Nursiamsi melaporkan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kecanduan gula menjadi penyebab tingginya angka penyakit tidak menular (PTM) pada anak. 

Anggota Unit Kerja Koordinasi Endokrinologi (UKK) Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dr Siska Majasari Lubis pun menjelaskan bagaimana kecanduan gula bisa bermula pada anak. 

Ia menjelaskan, setelah anak mengonsumsi gula, gula darah akan mencapai otak dan merangsang reseptor dopamin dan opioid di otak.

“Paparan konsentrasi berlebih secara berulang-ulang akan menimbulkan perilaku adiktif dan menurunkan kemampuan regulasi anak. “Jadi, keinginan untuk mengonsumsi gula berlebih di kalangan anak-anak akan terus terjadi,” kata Shiska dalam diskusi media virtual, Sabtu (30/11/2024). 

Saat anak mengonsumsi gula, gula darahnya meningkat dengan cepat.

Keadaan ini dibarengi dengan pelepasan hormon insulin dan dopamin, sehingga gula darah akan cepat menurun.

Ketika gula darah turun dengan cepat, hal ini akan membuat Anda merasa ingin kembali mengonsumsi makanan atau minuman manis. 

Nafsu makan menjadi tidak terkendali dan keinginan untuk mendapatkan atau minum terlalu banyak gula, tambahnya.  Kesukaan anak terhadap makanan dan minuman manis

Lebih lanjut dr Shiska menjelaskan bagaimana anak berkembang dan menyukai makanan manis. 

Saat lahir, bayi mempunyai preferensi alami. Artinya bayi memiliki kesukaan alami terhadap rasa manis, asin, dan gurih.

“Jadi ada sesuatu yang disebut keuntungan alami.” Artinya bayi memiliki preferensi alami terhadap rasa manis, asin, dan asin. Ini adalah sesuatu yang dibawa bayi sejak lahir,” jelasnya. 

Oleh karena itu, tidak mengherankan jika bayi yang baru lahir lebih menyukai solusi yang manis. 

Namun pada perkembangan selanjutnya, anak mulai belajar rasa. 

Dengan demikian, preferensi rasa anak tidak hanya dipengaruhi oleh preferensi alamiah saja, tetapi juga oleh ketersediaan pangan. “Preferensi rasa alami ini juga dipengaruhi oleh ketersediaan pangan di rumah oleh orang tuanya. Lalu ada pengaruh budaya rumah dan kebiasaan orang tua,” lanjutnya. 

Oleh karena itu, apa yang orang tua makan dan minum di rumah akan berdampak pada anaknya. 

Anak biasanya meniru kebiasaan orang tuanya.

Tidak hanya itu, rasa dasar yang diperoleh anak saat disapih juga berperan. 

Bayi yang mendapat ASI (BSI) berbeda dengan bayi yang mendapat ASI.

“Bayi yang mengonsumsi susu formula dihadapkan pada rasa yang konstan, terutama rasa manis dalam satu kontinum. ASI juga memiliki rasa yang manis, namun ASI memberikan rasa dan aroma yang berbeda-beda pada bayi tergantung pola makan ibu, apa yang ibu makan akan memberikan rasa dan aroma ASI,” tutupnya. 

(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *