Dokter Aulia Disebut Sempat Dipaksa Kerja Hampir 24 Jam, Pernah Jatuh Masuk Selokan karena Drop

TRIBUNNEWS.

Seperti diketahui, dokter ARL Undeep Semarang yang merupakan mahasiswa Program Pendidikan Dokter (PPDS) ditemukan tewas di kamarnya pada Senin (12/8/2024) malam.

Menurut dokter Aulia, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Kementerian Kesehatan Indonesia (Kemenkes), lansia termasuk yang berisiko.

Menurut Misyal, korban terpaksa bekerja di RSUD Kariadi pada jam sekolah mulai pukul 03.00 WIB hingga 01.30 WIB.

Menurut Misal, olahraga tersebut dilakukan setiap hari hingga mulai berdampak pada kesehatannya.

Tiap hari sampai tumbang, kata Misyal seperti dikutip Kompas.com.

Hal ini, lanjutnya, menyebabkan dokter ARL turun ke saluran dan menjepit saraf korban.

“Dia (korban) menjalani dua kali operasi,” ujarnya. Minta mereka membeli satu galon untuk membeli 80 kotak makanan

Selain itu, Misyal juga membeberkan fakta baru soal pelecehan terhadap dokter PPDS di Semarang.

Misalnya saja dr Aulia Anestesiologi yang harus memesan makanan sebanyak 80 paket saat mengikuti PPDS Universitas Diponegoro (Undip) Semarang.

Selain itu dokter Auliya juga diperintahkan untuk menaikkan galleon.

“Ini dilakukan setiap hari,” kata Misal Ahmad.

Selain itu, para dokter ARL juga disuruh mengumpulkan dan mengumpulkan uang untuk membayar staf surat kabar ternama, kata Kompas.com.

“Sekarang dia telah mencapai titik ini, kami sangat sedih melihatnya,” katanya. Undip tidak ingin permasalahan menjadi bola liar

Rektor Universitas Diponegoro (Undip), Prof. Menurut Suharnomo, meninggalnya salah satu mahasiswa PPDS Undip menjadi sebuah bola liar yang menimpa semua pihak.

Jika situasi ini dibiarkan, tidak hanya berdampak pada penyelenggara pendidikan tinggi, katanya.

Hal ini juga dapat mengganggu komitmen pemerintah untuk menyediakan perawatan medis khusus.

Kampus ini lahir untuk mengabdi kepada pemerintah, negara dan kemanusiaan melalui jenjang pendidikan. Undip berstatus sebagai organisasi masyarakat sipil – hukum negara, namun keberadaannya diperuntukkan bagi masyarakat,” katanya. ucapnya mengutip Kompas.com. Prof. Menurut Suharnomo, sudah saatnya kita melihat bersama tragedi meninggalnya salah satu siswa PPDS yang disalahkan orang tuanya.

“Krisis ini kita harapkan menjadi krisis analisa bersama, tidak bijak jika krisis ini hanya sekedar diskusi, perdebatan dan argumentasi, sehingga tidak berubah menjadi saling menyalahkan,” ujarnya.

Undip sudah menyerahkan kepada administrasi, oleh karena itu Undip menghimbau semua pihak untuk menghentikan perselisihan yang sia-sia, mengambil stok dan mengambil tindakan, serta mempertimbangkan tugas dan tanggung jawabnya.

Mengenai masalah perilaku buruk serta tuduhan pelecehan terhadap orang lanjut usia, Undeep merujuknya ke pihak yang berwenang.

“Undangan ini bukan untuk kemaslahatan Undeep. Kampus ini lahir untuk mengabdi kepada negara, bernegara, dan kemanusiaan melalui pendidikan,” ujarnya.

Ditambahkan pengelola, Undip berstatus badan hukum yang dikelola pemerintah, namun keberadaannya bersifat spesifik negara. Buatlah laporan keluarga

Keluarga Fomai Aulia melaporkan beberapa lansia dan Ketua Program Penelitian Anestesi PPDS Undip Semarang.

Saat mengajukan laporan polisi, Nuzmatun Malina berangkat bersama adik almarhum dokter Auliya Risma, dokter Nadia dan pengacaranya Misal Ahmad serta Tim Pemeriksa (Kemenkes) Kementerian Kesehatan.

Berdasarkan laporan, keluarga dokter Auliya terdaftar dengan nomor LP/B/133/IX/2024/Spkt/Polda Jawa Tengah.

Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirrescrimum) Polda Jawa Tengah Kompol Paul Johanson Simamora mengatakan, laporan tersebut sedang dipelajari penyidik.

Nanti kita akan periksa bukti-bukti yang bersangkutan. Setelah dibuat berita acaranya, akan dilakukan pemeriksaan terhadap pelaku atas arahannya, kata dia seperti dikutip Tribunjateng. Kementerian Kesehatan untuk bantuan

Sementara Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI) memberikan pendampingan hukum kepada keluarga orang tua almarhum dokter Auliya Risma Lestari.

Ibu dr Auliya Risma, Nuzmatun Malina diketahui melaporkan kasus kekerasan, intimidasi, dan penculikan, Rabu (4/9/2024).

Menurut Wakil Kepala Departemen Komunikasi dan Pelayanan Publik, Dr. Siti Nadia Tarmizi Mepid yang timnya terus mendampingi keluarga korban mulai penyelidikan hingga pelaporan.

“Iya, kami bersama keluarga korban dokter Auliya saat pemeriksaan, sebelum Kementerian Kesehatan memberitahu polisi,” kata Nadia, Kamis (5/9/2024).

(Tribunnews.com/Garudea Prabawati / Rina Ayu Panca Rini) (Kompas.com/Sania Mashabi / Muchamad Dafi Yusuf)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *