Jurnalis Tribunnews Mario Christiano Sumampow melaporkan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Republik Indonesia (DKPP), Heddy Lugito, mengatakan pihaknya memfokuskan aksi protes tersebut sebagai acuan sanksi terhadap otoritas pengambil keputusan. pemilu.
“Pelanggaran etik tidak diukur dari pelanggaran yang dilakukan, tapi dari pelanggaran yang diadukan, kenapa tidak meluas ke suatu tempat, khususnya di wilayah itu,” kata Heddy, Selasa (28/5/2024) di Batavia Tengah.
“Kalau pelanggarannya berat, baru dilakukan pemecatan. Kalau pelanggarannya ringan, teguran saja,” sambungnya.
Seperti diketahui, efek jera dari sanksi yang diberikan DKPP berlaku pada persoalan pemilihan pejabat.
Pada tahun 2023, Ketua KPU RI Hasyim Asyari menyelesaikan hat-trick dan mendapat peringatan terakhir untuk sanksi terberat.
Heddy juga kembali menegaskan, keputusan pihaknya diukur berdasarkan materi perkara yang dikeberatkannya.
“Ya, karena saat itulah saya mendapat kasus kedua, saya putuskan untuk mengukur kewajaran dari level itu,” jelasnya.
“Iya masyarakat penasaran: DKPP kasih teguran yang final, kapan berakhirnya? Jadi kalau sanksinya hanya setingkat peringatan terakhir, mau apa lagi?” tambah Heddy.
Dalam keadaan itu, Hasyim kembali menjalani sidang etik.
Ia ditangkap Komisi Pemilihan Umum Luar Negeri (PPLN) karena diduga melakukan perzinahan.
Sebelumnya, DKPP menjatuhkan tiga sanksi terhadap Hasim dalam beberapa kasus;
Pertama, pada April 2023, soal kedekatan pribadi Hasjim dengan kasus dugaan korupsi dan Ketua Umum Partai Republik 1 Hasnaeni Moein.
Kedua, pada Oktober 2023, aturan keterwakilan caleg perempuan bertentangan dengan UU Pemilu.
Ketiga, pada Februari 2024, sanksi serupa dijatuhkan karena dianggap tidak menjanjikan kepastian hukum karena menunda revisi persyaratan usia calon presiden dan wakil presiden pada saat pendaftaran dalam Keputusan KPU Nomor 19 Tahun 2023. . calon presiden dan wakil presiden sudah disiapkan.