Divonis 10 Tahun Penjara, SYL Dianggap Biarkan Pegawai Kementerian Pertanian Layani Keluarganya

Wartawan Tribunnews.com Asri Fadilla melaporkan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) divonis 10 tahun penjara karena pemerasan dan suap.

Hal itu diputuskan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Kamis (7/11/2024).

Sejumlah pertimbangan hukum menjadi pertimbangan juri dalam putusannya.

SYL antara lain dituding pejabat Kementerian Pertanian tidak memberikan pelayanan kepada keluarga SYL.

Padahal SYL merupakan birokrat kawakan yang telah menjabat di berbagai kapasitas.

“Dengan pengalaman terdakwa sebagai birokrat, tidak mungkin kita tidak mengetahui dan mengabaikan peluang dan kepedulian keluarga para pejabat Kementerian Pertanian,” kata Hakim Ida Ayu Mustikawati di persidangan.

SYL dikenal sebagai birokrat sejak lama. Ia pernah menjabat sebagai kepala desa, bupati, bupati, sekretaris daerah, wakil kepala desa, bupati, dan menteri.

Sebagai birokrat sejati, Hakim mengapresiasi pemahaman SYL yang jelas mengenai batasan antar entitas dalam urusan resmi dan privat, termasuk urusan keluarga.

Sebenarnya terdakwa mengetahui fasilitas resmi apa saja yang boleh atau tidak boleh dimilikinya sebagai menteri atau di luar dinas. Apalagi untuk kepentingan keluarganya, kata Hakim Ida.

Komentar panel tersebut merupakan tanggapan terhadap pernyataan klaim atau pembelaan kubu SYL.

Dalam pembelaannya, SYL dan penasihat hukumnya justru menyalahkan pejabat Kementerian Pertanian.

Mereka diyakini meningkatkan inisiasinya untuk memenuhi kebutuhan keluarga SYL untuk promosi.

“Ini pendekatan yang dilakukan pejabat Kementerian Pertanian. Salah satunya dengan melayani keluarga terdakwa seolah-olah mereka adalah bagian dari menteri dan keluarga terdakwa, dengan harapan agar jabatannya aman bahkan dipromosikan,” katanya. . Hakim Ida. Permintaan berulang dari SYL.

Sebagai informasi, dalam kasus ini SYL divonis 10 tahun penjara, denda Rp 300 juta, serta uang pengganti Rp 14 miliar dan USD 30.000.

Vonis tersebut divonis hakim karena terbukti melakukan pelanggaran berdasarkan Pasal 18 Ayat 12 Huruf e Undang-Undang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 Bagian 1 KUHP SYL. Seperti halnya dakwaan pertama, sehubungan dengan bagian ke-1 pasal 64 KUHP.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *