Dituntut 12 Tahun Penjara, Mantan Mentan SYL Tidak Terima Disebut Tamak oleh Jaksa KPK

Laporan reporter Tribunnews.com Ashri Fadilla

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) divonis 12 tahun penjara oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Perkara ini diajukan terkait dugaan bonus sebesar Rp44,5 miliar yang diterima SYL selama menjabat Menteri Pertanian.

Tak hanya pidana badan, JPU KPK juga menuntut SYL membayar denda Rp500 juta. Jika denda tidak dibayarkan, maka akan diberikan hukuman penjara 6 bulan.

Dalam persidangan di Pengadilan Pusat, JPU mengatakan, “Kami menuntut penangkapan terdakwa Syahrul Yasin Limpo dengan ancaman hukuman penjara 12 tahun dan tambahan denda sebesar Rp 500 juta selama 6 bulan serta perintah untuk melanjutkan perkara terdakwa. penahanan.” katanya. Departemen Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) DKI Jakarta, Jumat (28/06/2024).

Selain itu, SYL juga wajib membayar kompensasi sesuai jumlah bonus yang diterimanya (Rp 44.269.777.204 dan USD 30 ribu).

Menurut jaksa, dalam perkara ini SYL terbukti melanggar Pasal 12 huruf e dan 18 UU Pemberantasan Tipikor, serta Pasal 55 ayat 1 ayat 1 dan Pasal 64 KUHP. Ayat (1) KUHP sebagai dakwaan pertama.

Jaksa mempertimbangkan sejumlah pertimbangan yang memberatkan dan meringankan dalam mengajukan permohonannya.

Parahnya lagi, tindakan SYL dinilai tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi.

Belakangan, jaksa juga menilai SYL tidak blak-blakan atau berbelit-belit selama persidangan.

SYL juga dinilai melanggar kepercayaan publik dan serakah dalam kasus ini.

Hal ini memberatkan, terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi, dan tindak pidana korupsi tersebut dilakukan oleh terdakwa dengan motif serakah, kata jaksa.

Namun untuk mitigasinya, SYL dianggap sudah tua yakni 69 tahun. SYL menolak disebut serakah

Syahrul Yasin Limpo (SYL) menanggapi tuntutan Jaksa KPK yang menilai dirinya serakah.

“Saya tidak mengerti kata keserakahan,” kata SYL kepada awak media usai sidang.

Dia kemudian mengatakan di persidangan bahwa keputusannya meminta uang hanya berdasarkan apa yang dia katakan.

“Tapi dia (jaksa) tidak mendengarkan perintah soal meminta uang dan lain-lain. Semua bilang apa yang dia katakan. Itu fakta persidangan,” tegasnya. Manfaatkan Proyek Casa Verde

SYL melalui kuasa hukumnya membahas berbagai permasalahan yang tidak diangkat dalam kasus-kasus sebelumnya.

Dalam persidangan, penasihat hukum SYL Djamaludin Koedoeboen mengatakan, “Mohon maaf rekan-rekan jaksa yang saya hormati, kami hanya meminta bantuan, Kementerian Pertanian RI sama sekali tidak berkepentingan dengan hal tersebut.”

Diantaranya adalah proyek Casa Verde di Kepulauan Seribu yang didanai Kementerian Pertanian.

Casa Verde dikatakan milik pimpinan partai. Namun sosok pimpinan partai yang dimaksud belum terungkap secara jelas.

“Ada permintaan Green House di Kepulauan Seribu milik salah satu pimpinan partai yang juga diduga menerima dana dari Kementerian Pertanian,” kata Koedoeboen.

Dalam sidang itu pula, kuasa hukum SYL menyebut adanya proyek impor senilai miliaran rupee juga bermasalah.

“Saya kira Anda tahu ini, ada triliunan impor,” katanya.

Belakangan, SYL juga menyebut Hanan Supangkat, Presiden Perusahaan Pakaian Dalam PT Mulia Knitting Factory (Rider).

Siapa Hanan Supangkat? Hati-hati juga dengan rekan-rekannya, kata Koedoeboen.

Di luar sidang, Koedoeboen mengumumkan sosok Hanan Supangkat itu diduga ada kaitannya dengan Nasdem, pimpinan partai politik pengusung SYL.

Nama lain seperti Hanan Supangkat juga muncul dalam persidangan dan diduga terkait dengan pimpinan partai politik, khususnya Nasdem, kata Koedoeboen melalui keterangan telepon, Jumat (28/6/2024).

Menurut Koedoeboen, kliennya tidak bisa menjelaskan semua itu di persidangan karena kurang berani.

Ia sebenarnya mengatakan, SYL masih berusaha membaca siapa yang dilawannya dalam kasus ini.

“Masih ada kekhawatiran, dia (SYL) belum tahu betul siapa yang dia lawan. “Berjuang melawan kebenaran, atau melawan kekuatan lain, atau apa pun itu, masih membuat Anda resah untuk mengungkap fakta kebenaran,” ujarnya.

Namun hal tersebut akan dituangkan dalam nota pembelaan atau pembelaan.

Anda kemudian akan mengajukan banding secara pribadi dan mengajukan banding dari tim penasihat hukum.

“Kami pasti akan mengajukan banding,” katanya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *