Dissenting Opinion, Hakim MK Saldi Isra Singgung Orde Baru, Anies Baswedan Manggut-manggut

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menolak perkara perselisihan pemilu presiden yang diajukan Pemohon I, yakni pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 01 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.

Permohonan pokoknya, penolakan permohonan seluruh pemohon,” kata Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo saat membacakan putusan di ruang sidang Pengadilan Umum MK, Jakarta, Senin (22/1). /4) /2024).

Namun terdapat 3 orang hakim konstitusi yang mempunyai pendapat dissenting atau berbeda pendapat terhadap putusan MK.

Ketiga juri tersebut adalah Saldi Isra, Annie Nurbaningsih, dan Arif Hidayat.

Penjelasan Hakim Saldi Isra

Dalam persidangan, Hakim Mahkamah Konstitusi Saldi Isra membacakan alasan pendapatnya yang terpisah.

“Secara pribadi, sebagai hakim, saya percaya dengan hakim lain,” kata Saldi Isra saat membacakan pendapatnya di ruang sidang.

Saldi Isra mengatakan pemilu harus adil dan jujur, yang mengatur prinsip langsung, jujur, adil sebagai asas pemilu.

“Inilah prinsip persaingan elektoral dalam UUD 1945,” ujarnya.

Wakil Ketua MK ini menjelaskan, gagasan pemilu yang transparan dan adil yang terkandung dalam konstitusi pada Pasal 45, terbagi menjadi dua bagian, yakni proses pemilu yang adil dan jujur, serta pemilu yang adil dan transparan.

Ia mengatakan integritas proses pemilu tidak mencerminkan keadilan praktis.

Ditegaskan bahwa proses pemilu boleh saja dilaksanakan sesuai dengan ketentuan undang-undang, jika ada pelanggaran dan diselenggarakan sesuai prosedur yang ada maka termasuk pemilu yang adil dan sah.

“Selain batasan sistem peradilan, prinsip kejujuran dan keadilan yang disebutkan dalam Pasal 22E ayat (1) UUD 1945 tidak terbatas pada batasan sistem peradilan,” ujarnya.

Saldi mengatakan, jika hanya sebatas keadilan prosedural, maka prinsip pemilu yang adil dan adil dalam UUD 1945 tidak akan pernah ada.

Seorang guru besar Universitas Andalas menjadikan pemilu pada masa pemerintahan Soeharto sebagai pembanding.

“Karena pemilu dengan sistem baru dilakukan sesuai prosedur yang ada, yang seharusnya dilakukan sesuai prosedur normal yang diatur dalam undang-undang pemilu saat itu,” kata Saldi.

Namun secara logika, pemilu dalam sistem baru masih dianggap korup karena penyelenggaraan pemilu sangat tidak adil, pemerintah lebih memihak salah satu kontestan pemilu, atau penyelenggaraan pemilu tidak menghasilkan persaingan yang sehat. ruang bagi seluruh peserta pemilu,” ujarnya lagi.

Agnes mengangguk

Saat itulah Añez terlihat menggelengkan kepalanya.

Ia tampak menyimak penjelasan Saldi Isr dengan seksama.

Saldi kemudian menyinggung prinsip kejujuran dan keadilan dalam ketetapan Pasal 22E ayat (1) UUD 1945 yang mewajibkan pemilu harus adil dan jujur ​​secara materil.

“Integritas dan keadilan bukan hanya perilaku yang bertujuan untuk menaati aturan, tetapi juga perilaku tidak berbuat curang, berbohong, memanipulasi atau memanfaatkan celah/kelemahan hukum dalam aturan pemilu yang ada untuk melakukan tindakan yang esensial. penipuan dalam kompetisi, katanya.

Dalam sambutannya, beliau menambahkan bahwa di antara aspek bagaimana peraturan pemilu dibuat, proses pelaksanaannya didasarkan pada kejujuran semua pihak, dan kita ingin menghindari semua pihak memanfaatkan kelemahan undang-undang pemilu untuk melakukan korupsi.

“Pemilu yang adil dan sah sesuai dengan keinginan konstitusi adalah pemilu yang diselenggarakan secara jujur, tidak mengandung kebohongan, tidak menipu, dan tidak dimanipulasi dengan cara apa pun,” kata Saldi.

“Pemilu yang adil dan sah adalah pemilu yang diselenggarakan secara jujur, yang mana pemilih dan calon sama sekali tidak terikat pada perjanjian politik dan tidak didasarkan pada perbuatan dan tindakan yang merusak integritas dan kejujuran. pemilu, sehingga mengakibatkan hancurnya pemilu yang berintegritas,” ujarnya.

Soroti dua hal penting

Dalam dissenting opinion, Saldi menekankan dua poin yang disampaikan pemohon I (Anies-Muhaimin), antara lain politisasi bantuan sosial (bansos) dan keterlibatan aparatur sipil negara.

Saldi menilai pimpinan APBD sudah dekat dengan penyelenggaraan pemilu.

Selain itu, Kasus I juga mengklaim penyaluran bansos bertepatan dengan perjalanan bisnis Presiden.

“Berdasarkan ketentuan hukum dan faktual tersebut, penyaluran bansos atau hak lainnya untuk kepentingan pemilu sama sekali tidak dapat diterima, sehingga menjadi tugas saya untuk mengingatkan agar melakukan antisipasi dan pencegahan dalam hal apapun. Hal yang sama berlaku untuk setiap kompetisi. . pemilu,” kata Saldi Isra saat pertemuan.

Selain itu, kata Saldi, dalam waktu dekat pemilihan kepala daerah dan wakilnya akan dilaksanakan di tingkat nasional. Ia menilai penggunaan anggaran pemerintah negara/daerah yang dilakukan oleh petahana, pejabat daerah, atau kepala daerah untuk mengalahkan salah satu calon yang didukungnya dapat dimanfaatkan sebagai celah hukum yang dapat dicontohkan sebagai bagian dari strategi pemilu.

“Ketika kuorum diumumkan, hal itu akan memberikan pesan yang jelas dan efek jera kepada semua kandidat yang diperkirakan akan mengikuti pemilihan gubernur dan parlemen berikutnya pada November 2024. Dalil pemohon mengenai politisasi lembaga bantuan adalah sah. ,” dia berkata.

Setelah itu, dari segi netralitas pejabat, Saldi menilai ada ketidaknetralan sebagian pemimpin daerah, termasuk pejabat daerah, sehingga menyebabkan pemilu digelar secara tidak adil dan jujur.

“Semuanya bermuara pada pemilu yang tidak adil,” kata Saldi Isra.

Berdasarkan alasannya, Saldi menilai pembahasan kubu Anies-Muhaimin terkait politisasi bansos dan netralitas penguasa adalah sah-sah saja.

Ia yakin Pengadilan harus memerintahkan pemungutan suara putaran kedua (PSU) di beberapa negara bagian.

“Mengingat berdasarkan seluruh klarifikasi ketentuan peraturan perundang-undangan di atas, maka dalil-dalil pemohon mengenai politisasi bantuan sosial dan penyelenggaraan pemerintahan negara atau daerah adalah sah. Oleh karena itu, untuk menjaga integritas penyelenggaraan pemilu yang adil dan jujur. , pengadilan harus memerintahkan “pemungutan suara ulang di banyak daerah sesuai dengan pertimbangan hukum di atas,” kata Saldi.

Penulis : Rizky/Khas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *