Laporan reporter Tribunnews.com Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) mengungkap alasan utama terkait pembahasan penutupan Taman Nasional Komodo, Nusa Tenggara Timur.
Sementara itu, penutupan ini juga mendapat respon negatif dari masyarakat sekitar.
Staf Khusus Menteri Pembangunan Berkelanjutan dan Konservasi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Frans Teguh mengungkapkan, Taman Nasional Labuan Bajo dan Komodo saat ini menjadi otoritas utama pariwisata Indonesia. Baik wisatawan nusantara maupun wisatawan mancanegara.
Tercatat, jumlah wisatawan yang berkunjung ke kawasan tersebut cukup besar.
Untuk meminimalisir kerusakan ekosistem akibat pariwisata yang berlebihan, pemerintah akan menutup kawasan Taman Nasional Komodo secara berkala.
“Melihat pertumbuhan yang signifikan tersebut tentunya harus diimbangi dengan aspek kelestarian lingkungan,” kata Frans dalam Weekly Brief With Sandi Uno, Senin (29/7/2024).
“Salah satu yang menarik, upaya Taman Nasional Komodo yang merupakan salah satu objek wisata di Labuan Bajo ini berencana akan ada kebijakan penutupan berkala,” lanjutnya.
Prancis kembali menegaskan kebijakan ini merupakan upaya pemerintah untuk menjaga konservasi.
Menurut dia, kebijakan yang paling penting adalah bagaimana mengatur laju kunjungan ke Taman Nasional.
Sementara itu, kebijakan ini juga dapat mendorong wisatawan untuk mengeksplorasi keindahan pariwisata di berbagai wilayah NTT, tidak hanya Labuan Bajo dan Taman Nasional Komodo.
“Hal ini sangat penting karena kami melihat aktivitas yang terlalu masif dapat merusak lingkungan,” jelas France.
“Ini menjadi dorongan yang sangat baik bagi kami untuk juga mengeksplorasi berbagai potensi destinasi wisata tidak hanya di Taman Nasional Komodo tapi juga di destinasi Pulau Flores dan kami berterima kasih banyak kepada seluruh NTT,” tutupnya.
Seperti disebutkan sebelumnya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Balai Taman Nasional Komodo (BTNK) berencana menutup kawasan Taman Nasional Komodo secara rutin pada hari-hari tertentu mulai tahun 2025.
Rencana tersebut ditolak oleh warga yang tinggal di Pulau Komodo. Pasalnya, mereka sudah bergantung pada kegiatan pariwisata.
Kepala Desa Komodo Haji Aksan mengungkapkan, sejak kawasan Taman Nasional Komodo menjadi destinasi wisata dan ramai dikunjungi wisatawan, banyak warga yang mulai bekerja di bidang pariwisata sebagai pemandu dan penjual oleh-oleh khas Pulau Komodo.
Mereka beralih dari memancing ke pariwisata. Karena itu, mereka khawatir rencana penutupan Taman Nasional Komodo akan berdampak pada perekonomian warga desa.
“Dampaknya besar kalau ditutup. Warga Komodo sebagian besar sudah bekerja di bidang pariwisata untuk menghidupi keluarganya,” kata Haji Aksan menurut Kontan, Senin (29/7/2024).
Ia menjelaskan, masyarakat Pulau Komodo sudah merasakan dampaknya ketika aktivitas pariwisata sepi. Seperti yang terjadi akibat pandemi Covid-19.
“Saat pandemi Covid-19, karena tidak ada kunjungan wisatawan ke Taman Nasional Komodo, warga kehilangan pendapatan,” jelasnya.