Dilaporkan Lagi Terkait Aturan Kuota Caleg Perempuan, Koalisi Masyarakat Minta Ketua KPU RI Dipecat

Laporan jurnalis Tribunnews Mario Christian Sumambo 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Komisi Pimpinan Publik Indonesia (KPU) Hasim Asyari dan seluruh anggota kembali melaporkan pada Jumat (21/6/2024) ke DKPP RI. 

Federasi Sosial Keterwakilan Perempuan (KMPKP) mengklaim Ketua dan Anggota KPU Indonesia terbukti mengabaikan sejumlah putusan pengadilan terkait penguasaan 30 persen caleg perempuan pada pemilu legislatif 2024.

Salah satu dampak dari enam perselisihan daerah (Dbil) blok DPRD Korandalo adalah perkara PKS yang diajukan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusannya atas perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU).

Direktur Utama Netgrid Hatar Nafis Kume yang tergabung dalam koalisi meminta DKPP mengeluarkan pemberhentian terakhir terhadap Hasim dan dua anggota KPU RI, Itam Holik dan Mochamad Abifutin. 

“Kami menuntut agar penyelenggara tersebut dinyatakan melanggar protokol, lalu dua atau tiga pimpinan sebagai Ketua KPU, kemudian Aidam Holik sebagai kepala teknis, dan Mohammad Abifuddin sebagai kepala bagian hukum,” kata Hadar di area kantor DKPP. 

Sebelumnya, koalisi yang sama mengadu ke DKPP soal Hashim Asyari cs yang bertanggung jawab atas anjloknya jumlah calon anggota parlemen perempuan pada Pilpres 2014.

Keputusan DKPP saat itu memberikan sanksi kepada seluruh Komisioner KPU RI dengan kecaman keras atas tindakan KPU yang mengabaikan komitmennya terhadap legislator perempuan. Duduk

Berdasarkan Pasal 8 ayat (2) Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2023, KPU menyatakan bahwa pada saat pendaftaran Calon Legislatif dibuka pada 1-14 Mei 2023, dari empat calon Legislatif, sudah ada satu orang perempuan yang mengisi formulir. perhitungan, 30 persen. 

Pasal ini mengatur mekanisme penghitungan 30 persen calon legislatif perempuan.

Pasal ini kemudian disidangkan Mahkamah Agung (MA) pada 29 Agustus 2023, saat partai politik sedang dalam proses meminta daftar calon legislatif kepada KPU untuk diverifikasi.

MA mengembalikan mekanisme pembulatan. Oleh karena itu, wakil perempuan di parlemen dari 4 kursi yang ada minimal ada 2.

Namun KPU tidak mengubah undang-undang yang dilanggar MA, termasuk kejelasan hukum administrasi, karena partai politik gagal mendaftarkan calon legislatif sebelum Mahkamah Agung mengubah undang-undang tersebut.

Beberapa waktu lalu, berdasarkan laporan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Keterwakilan Perempuan, Komisi Pemilihan Umum (BAWASLU) juga menyebut KPU telah melakukan pelanggaran administratif terkait putusan MA.

Senada dengan itu, DKPP menyatakan seluruh Komisioner KPU RI telah melakukan kesalahan dalam hal ini berdasarkan aduan dari pihak yang sama.

Namun KPU mengabaikan keputusan tersebut. Terakhir, kedua putusan KPU tersebut menjadi pertimbangan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan KPU bersalah dalam Keputusan 125-01-08-29/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *