TRIBUNNEWS.COM – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengutarakan pendapatnya terkait Pasal 103 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 yang mengatur tentang penyediaan alat kontrasepsi bagi usia sekolah dan remaja.
Kementerian Kesehatan menyatakan artikel ini ditujukan untuk pasangan muda saja.
Yakni memberikan edukasi tentang kesehatan reproduksi.
“Ini untuk remaja yang sudah menikah namun menunda kehamilan hingga siap hamil,” kata Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmiji saat dihubungi TribuneNews.com, Senin (5). /). 8/2024).
Nadia juga menegaskan, pasal di PP itu semuanya tentang pelayanan kesehatan.
Oleh karena itu, lanjutnya, pasal-pasal statuta tersebut tidak dapat dipisahkan dengan pasal-pasal lainnya.
Nadia mengungkapkan, rincian aturan pencegahan kesehatan akan diatur dalam peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes).
Nanti kita akan mencapai kesepakatan lebih detail dengan Menteri Kesehatan, ujarnya.
Nadia juga menegaskan, aturan tersebut tidak boleh disalahartikan untuk membantu siswa usia sekolah menggunakan kontrasepsi sebelum menikah.
Menurutnya, aktivitas seksual pada usia sekolah dan remaja merupakan hal yang wajar.
“Kondom tetap diperuntukkan bagi mereka yang sudah menikah. Usia sekolah dan remaja tidak memerlukan alat kontrasepsi. Mereka tidak boleh dan tidak boleh melakukan aktivitas seksual,” ujarnya.
DPR mengkritik ketentuan peraturan PP tentang kontrasepsi bagi pelajar
Sebelumnya, seperti dilansir situs DPR, Wakil Ketua Komisi
Faqih menegaskan aturan tersebut tidak sejalan dengan Tatanan Pendidikan Nasional yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Ia mengatakan, Sabtu (3/8/2024), “(Peraturan tersebut) tidak sejalan dengan amanat pendidikan nasional yang berbasis pada akhlak mulia dan amalan keagamaan.
Politisi PKS ini mengatakan pemberian alat kontrasepsi kepada pelajar sama saja dengan membiarkan budaya seks bebas di kalangan pelajar.
Menurut dia, logika aturan tersebut tidak cukup berdasar.
“Kemana arah tujuan ini, alih-alih mensosialisasikan risiko perilaku seksual kepada remaja, alih-alih menyediakan alatnya?” kata sang faqih.
Faqih menyampaikan semangat dan amanah pendidikan nasional yakni menjaga akhlak mulia dan berlandaskan amalan keagamaan.
Namun, lanjutnya, meningkatnya peraturan pemberian alat kontrasepsi kepada siswa justru mengkhianati tujuan pendidikan nasional yang lebih besar.
Selain itu, Fakih menekankan pentingnya penyuluhan kesehatan reproduksi melalui pendekatan bangsa Indonesia terhadap praktik keagamaan dan nilai-nilai moral yang luhur.
“Tradisi yang diajarkan orang tua kita secara turun temurun adalah bagaimana menaati petunjuk agama dalam menjaga hubungan dengan lawan jenis dan risiko penyakit menular yang terkait dengannya,” tutupnya.
Sekadar informasi, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebelumnya menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 2024. 28 tentang Penerapan Undang-Undang Kesehatan 17 Tahun 2023 (UU Kesehatan).
PP mengatur tentang kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja.
Peraturan tersebut diteken Jokowi pada Jumat (26/7/2024). Ayat (1) Pasal 103 Perpres tersebut mengatur bahwa upaya kesehatan reproduksi bagi usia sekolah dan remaja paling sedikit meliputi pemberian komunikasi, informasi dan edukasi, serta pemberian pelayanan kesehatan reproduksi.
Ayat (4) kemudian menyatakan: Pelayanan kesehatan reproduksi bagi pelajar dan remaja paling sedikit meliputi deteksi atau skrining dini, pengobatan, rehabilitasi, konseling, dan kontrasepsi.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)