Laporan dari Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Proses penjaringan calon anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang saat ini diselenggarakan oleh DPR RI dinilai DPR RI yang bertanggung jawab pada Forum Masyarakat (Formappi) cenderung tidak tepat sasaran. berorientasi politik. .
Pernyataan tersebut disampaikan Peneliti Formappi, Lucius Karus, yang menganalisis 75 nama dalam daftar tersebut, beberapa di antaranya adalah politisi dan mantan politisi.
Menurut Lucius, kehadiran tokoh berlatar belakang politik berpotensi membuat proses seleksi menjadi kurang ideal.
Pasalnya, seleksi tersebut harus melalui proses penyaringan yang baik dan benar di DPR.
“Calon pimpinan BPK peserta pemilihan pendahuluan terjebak mengikuti tuntutan para politisi di DPR. Biasanya mereka mengandalkan kekuatan politik untuk bisa terpilih,” kata Lucius dalam keterangannya kepada staf komunikasi, Jumat (19/7/2021). 2024). . )
Situasi ini, kata dia, memungkinkan orang-orang yang berlatar belakang politik bisa dipilih.
Ada beberapa nama yang berlatar belakang politik dan namanya masuk dalam daftar pencalonan anggota BPK, yakni Eva Yuliana dari NasDem, Hendrik H. Sitompul dari Demokrat, M. Misbakhun dari Golkar, Mulfachri Harahap dari PAN, -Jon Erizal dari PAN , Bobby Adhityo Rizaldi dari Golkar, Akhmad Muqowam dari Hanura dan Daniel Lumban Tobing yang merupakan mantan PDIP.
Selain itu, ia juga mencermati, sejak awal proses pemilihan pimpinan BPK tidak ramah terhadap profesional.
Bahkan, kata dia, kepemimpinan BPK tidak boleh berasal dari politisi. Tapi tokoh akademis.
“Karena BPK sedang bekerja keras mengkaji penggunaan dana pemerintah. Oleh karena itu, pimpinan BPK harus ditunjuk sesuai dengan kemampuan di bidang pemeriksaan keuangan,” tegasnya.
Hal itu dilaporkan sesuai keputusan rapat internal KPK
DPR pun meminta masyarakat mengomentari nama-nama tersebut.
Catatan ini telah disampaikan ke DPR sejak 10 Juli 2024 hingga 19 Juli 2024.
(*)