Digitalisasi Pertanahan Tekan Potensi Permainan Mafia Tanah dan Calo

Laporan reporter Tribunnews.com Choirul Arifin

TRIBUNNEWS.COM, BEKASI – Program digitalisasi pertanahan akan mendorong efisiensi dan efektivitas pengelolaan data pertanahan nasional sekaligus mengurangi mafia tanah dan permainan perantara dalam penanganan sertifikasi tanah. 

Irjen Kementerian ATR/BPN Raden Bagus Agus Widjajanto mengatakan digitalisasi tanah merupakan program nasional untuk memastikan sertifikat tanah tidak tumpang tindih. Apalagi juga merupakan wilayah pengawasan dan penyelenggaraan negara yang bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme alias KKN.

“Pemetaan lahan sekarang sudah berbasis data. Drone digunakan untuk mengumpulkan dan mengukur data lahan, hasilnya lebih akurat,” kata Raden Bagus Widjajanto saat menjadi pembicara pada focus group Discussion (FGD) tantangan dan risiko. Digitalisasi tanah diselenggarakan oleh PT Indonesia Digital Pos (IDP) di Hotel Aston, Bekasi pada Rabu (14/08/2024).

Ia menegaskan, digitalisasi pertanahan merupakan hal yang mendesak dan penting serta memiliki bobot yang besar dalam program reformasi birokrasi dan penciptaan zona integritas.

“Dalam 2-3 tahun ke depan, kita akan bisa merasakan hasilnya jika digitalisasi diterapkan di seluruh kantor BPN dengan pelayanan yang baik dan tidak banyak calo di sana,” ujarnya.

Pratama D. Persadha, pakar keamanan siber dan presiden CISSRec, mengatakan digitalisasi lahan diperlukan untuk meningkatkan akuntabilitas. Namun upaya tersebut menghadapi sejumlah tantangan yang tidak kecil dan tidak bisa dianggap remeh.

“Banyak pemerintah daerah, kementerian, dan lembaga yang mengalami pembobolan data. Kita perlu berhati-hati dalam melakukan digitalisasi pemerintahan,” ujarnya.

Ia menjelaskan, konsep digitalisasi pertanahan mengurangi praktik ilegal dan membantu masyarakat.

“Saat ini yang menjadi permasalahan di Indonesia adalah data kita sangat tidak terorganisir. Data bansos di pemerintah daerah dan Kementerian Sosial tidak pernah sinkron. Presiden mengeluarkan Perpres Indonesia Satu Data yang bertujuan untuk mengkonsolidasikan semua data tersebut ke dalam satu sistem data di Pusat Data Nasional,” ujarnya.

Masalahnya, data yang dikumpulkan tidak dilindungi dengan keamanan yang memadai. Ketika data kita terhubung ke Internet, dengan sistem yang lemah dengan lubang keamanan terbuka yang besar, maka berujung pada serangan ransomware, jelasnya.

Menurutnya, data yang ada bisa saja dicuri bahkan dirusak. Apalagi jika kita tidak mempunyai sistem data yang baik.

Ia mengatakan banyak tantangan digitalisasi pertanahan yang mencakup aspek keamanan data dan privasi, infrastruktur teknologi, dan masih banyak desa yang belum terhubung dengan internet. “Itu berdampak pada layanan digital,” ujarnya. 

Tantangan lainnya adalah risiko serangan siber, kebocoran data, dan pemalsuan data. “Sertifikat digital memberikan rasa aman kepada masyarakat,” tegasnya.

Anggota Komisi II DPR Mardani Ali Sera mengatakan Kementerian ATR/BPN selama ini menjalankan tugas dan fungsinya cukup maksimal. Karena saya menjabat dua periode di Komisi II DPR dan menjadi rekan kerja, kata Mardani.

Namun praktik mafia tanah masih banyak terjadi di Indonesia dan 90 persen sengketa pertanahan yang melibatkan mafia tanah dimenangkan oleh mereka. Sebab, mafia tanah kerap menggunakan pengacara yang baik untuk mengambil alih tanah yang ada, ujarnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *