TRIBUNNEWS.com – Sebagian besar warga Israel yakin belum ada perbaikan keamanan menyusul tewasnya Ketua Biro Politik Hamas Ismail Haniyeh dan komandan Hizbullah Fouad Shukr, di tengah ancaman serangan balasan dari Iran dan kelompok Hizbullah Lebanon.
Menurut jajak pendapat yang dilakukan oleh Institut Studi Keamanan Nasional (INSS) di Universitas Tel Aviv, 32 persen warga Israel berpendapat pembunuhan Haniyeh dan Shukr telah menghalangi pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dalam meningkatkan keamanan negaranya.
Sementara itu, 14 persen mengatakan pembunuhan dua militan tersebut “sedikit memperburuk” keamanan Israel.
Kemudian enam persen lainnya mengatakan keamanan Israel “sangat buruk.”
Menurut Anadolu Agency, INSS melakukan penelitian mengenai kepercayaan warga Israel terhadap Netanyahu.
Hasil survei menunjukkan bahwa 26 persen warga Israel mempercayai Netanyahu, 17 persen mempercayai pemerintahnya, dan 70 persen mempercayai tentara.
Hasil jajak pendapat pada Juli 2024 menunjukkan mayoritas warga Israel tidak mempercayai Netanyahu.
Hasil survei yang dilakukan Lembaga Kebijakan Publik Yahudi (JPPI) menunjukkan bahwa mayoritas warga Israel kurang percaya terhadap Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.
73 persen dari mereka yang disurvei tidak terlalu mempercayai Netanyahu dan pemerintah Israel, sementara 26 persen mengakui bahwa mereka masih menaruh harapan pada pemerintah.
Di sisi lain, menurut hasil survei yang sama, kepercayaan masyarakat terhadap komando tinggi Israel Defence Forces (IDF) tergolong rendah.
Pada tanggal 7 Oktober 2023, untuk pertama kalinya sejak serangan di Gaza, mayoritas warga Israel, 55 persen, mengatakan mereka “tidak mempercayai pimpinan senior IDF.”
Penurunan kepercayaan ini sebagian besar terjadi di kalangan kelompok sayap kanan; Delapan dari 10 orang tidak mempercayai komandan senior IDF, menurut situs resmi JPPI.
Sebaliknya, di antara orang-orang Yahudi Israel yang mengidentifikasi diri mereka sebagai kelompok sentris, dua dari tiga orang mengatakan bahwa mereka masih memiliki kepercayaan yang besar atau “sangat besar” terhadap para pemimpin senior IDF.
Menurunnya kepercayaan terhadap IDF dibarengi dengan meningkatnya kekhawatiran warga Israel terhadap situasi keamanan negaranya.
Ketegangan meningkat di Timur Tengah menyusul pernyataan pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, yang bersumpah akan “menghukum berat” Israel sebagai tanggapan atas kematian Haniyeh.
“Rezim Zionis kriminal dan teroris membunuh tamu-tamu tercinta kami di rumah kami (Iran) dan membuat kami berduka,” kata Khamenei dalam pernyataannya, Rabu (31/7/2024), dilansir Al Jazeera. Dia berkata.
“Rezim Zionis sedang mempersiapkan hukuman berat yang akan dijatuhkan padanya.”
Khamenei menekankan bahwa sudah menjadi tugas Iran untuk membalas pembunuhan Hani.
“Kami menganggap tugas kami untuk membalas darahnya (kematian Hani) dalam peristiwa menyakitkan dan sulit yang terjadi di wilayah Republik Islam.”
Sebagai informasi, Haniyeh tewas dalam serangan dini hari di Teheran pada 31 Juli 2024, saat ia sedang menghadiri pelantikan presiden baru Iran, Masoud Pezheshkian.
Pelantikan Pejeshkian diketahui menjadi penampilan terakhir Haniyeh di atas panggung.
Selain Haniyeh, pengawal pribadinya dan wakil komandan Brigade Al-Qassam Wasim Abu Shaban juga tewas dalam serangan itu.
Namun, Israel sejauh ini tidak menyangkal atau mengakui pembunuhan Haniyeh.
Namun, setelah pembunuhan Haniyeh, Israel segera menghubungi Amerika Serikat dan memberi tahu mereka bahwa merekalah yang membunuh pemimpin Hamas tersebut, kata sumber di Gedung Putih.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)