Detik-Detik Ahmad Yani Tewas saat G30S: Rumah Tak Terkunci, sang Jenderal Diberondong Thompson

TRIBUNNEWS.COM – Anak ketiga dan ketujuh Jenderal (anumerta) Ahmad Yani, Amelia Ahmad Yani dan Untung Mufreni Ahmad Yani, menceritakan momen meninggalnya sang ayah dalam peristiwa berdarah yang dikenal dengan Gerakan 30 September atau G30S 59 tahun lalu.

Amelia pertama kali menceritakan momen menjelang kematian ayahnya, di mana ibunya, Yayu Rulia Sutowiryo Ahmad Yani, meminta izin untuk beribadah Nyepi di Taman Suropati, Menteng, Jakarta Pusat pukul 21:00 WIB.

Keberangkatan Yayu, kata Amelia, didampingi lima orang ajudan yang biasa dikaitkan dengan Ahmad Yani.

“Ibu pergi ke Nyepi bersama temannya Bibi Tini dan penasihatnya Paman Sandi dan Pak Ang, saudara kami berlima pergi ke sana ke Taman Surapati.”

“Ada lima orang yang pengawal internal Pak Yani. Biasanya digendong, tapi semuanya datang bersama ibunya,” kata Amelia dalam wawancara eksklusif yang ditayangkan di YouTube Tribunnews, dikutip Jumat (30/9/2024).

Sementara itu, Amelia mengungkapkan Ahmad Yani sedang tidur sekitar pukul 22.00 WIB.

Ternyata malam itu sang jenderal menyuruh seluruh pengawal Ahmad Yani dari Batalyon Yon Pomad Parra untuk pulang.

Ahmad Yani, kata Amelia, meminta pengawalnya kembali ke rumahnya keesokan harinya karena ada pertemuan dengan presiden pertama RI, Soekarno.

Saat itu, penjaga yang menjaga rumah Ahmad Yani hanya ada 12 orang. Ada 2 panggilan dari orang misterius

Kemudian sekitar pukul 23.00 WIB, Amelia mengungkap bahwa kakak perempuannya Ruli Yani mendapat telepon dari orang misterius yang menanyakan keberadaan ayahnya.

“Apakah Anda di sana, Tuan?” Ucap Amelia menirukan orang misterius itu.

“Dia (Ruli) bilang dia ada di sana, tapi dia sedang tidur,” jawab Ruli.

Lalu, beberapa menit kemudian, katanya, ada orang misterius yang menelepon lagi.

Amelia kembali mengungkap kalau orang misterius itu menanyakan keberadaan Ahmad Yani.

Namun setelah Ruli menjawab, saluran telepon kembali ditutup.

“Mungkin dipotong, dikuasai mereka,” kata Amelia. Rumah Ahmad Yani tidak dikunci, kompi pasukan Cakrabirawa menyerang

Singkat cerita Amelia, pada 1 Oktober 1965 sekitar pukul 04.15 WIB, anak kedua Ahmad Yani, Irawan Sura Eddy, terbangun dari tidurnya karena mencari ibunya.

Amelia menuturkan, rumahnya tidak dikunci karena pada saat yang sama ibunya belum pulang dari merayakan Nyepi.

Meski begitu, Untung mengungkapkan pengawal Ahmad Yani menjaga setiap pintu rumah sang jenderal.

“Tapi di setiap pintu ada yang jaga. Dari yang jaga di sini, di rumah. Ada titik-titiknya,” kata Untung bersamaan.

Kemudian, saat Eddy menunggu kepulangan ibunya, Untung mengatakan adiknya kaget karena lima anggota komplotan Cakrabirawa masuk ke kediaman Ahmad Yani melalui pintu belakang.

Tak hanya lima orang, Untung mengatakan ada rombongan yang juga mendatangi kediaman ayahnya.

“Bangunlah Eddy, keluar dari kamarnya di sini (ke ruang tamu -red). Temui (Eddy) Cakrabirawa, lima tokoh utama yang kembali ke sini.”

“Bukan datangnya dengan dua ekor rusa, (tapi) dengan satu bus, dengan satu truk. Kalau bisa dibilang satu kompi,” kata Untung.

Setelahnya, Eddy disuruh anggota komplotan Cakrabirawa untuk membangunkan Ahmad Yani.

Menurut Untung, mereka mengklaim Ahmad Yani dipanggil Soekarno karena situasi negara sedang kritis.

“Pak Cakrabirawa mengantar saya,” kata Untung menirukan ucapan Eddy.

“Kenapa, Cakrabirawa ngopo esuk-esuk wes teko? (Kenapa Cakrabirawa datang pagi-pagi sekali?),” kata Untung menirukan ucapan Ahmad Yani.

Untung mengatakan, Ahmad Yani sebenarnya pada tanggal 1 Oktober 1965 pukul 08.00 WIB ada agenda bertemu dengan Soekarno.

Namun, dia belum mengetahui tujuan pertemuan tersebut.

Ahmad Yani kemudian keluar dari kamarnya bersama Eddy menemui pasukan Cakrabirawa.

Untung saat itu mengungkapkan, ayahnya yang merupakan seorang jenderal TNI bintang tiga dielu-elukan oleh personel TNI berpangkat sersan dan kopral.

Ahmad Yani, kata Untung, marah karena dibentak anak buahnya.

“Siapa yang tidak kesal? Saat presiden meneleponnya, dia bilang Anda tidak bisa berubah, Anda tidak bisa mencuci muka.”

“Siapa yang dengar? Eddy, saya di (kamar),” kata Untung.

Saat Ahmad Yani marah, ia malah memukul salah satu anggota band Cakrabirawa dengan ranjang senjata.

“Begitu dipanggil, ada yang kena, yang lain kena. Yang jelas mereka marah-marah,” jelasnya.

(Ahmad Yani marah besar) ‘Kalian prajurit tahu siapa dirimu!’ Lanjut Untung menirukan tangisan ayahnya. Ahmad Yani hendak kembali ke kamarnya dan langsung diserang oleh pasukan Cakrabirawa.

Untung mengatakan Ahmad Yani berniat kembali ke kamarnya untuk berganti pakaian.

Namun, lanjutnya, pimpinan pasukan Cakrabirawa memerintahkan agar Ahmad Yani ditembak dengan pistol Thompson yang dibawanya.

“Begitu pintu ditutup, salah satu komandan berkata, ‘Yani, tembak!’” kata Untung.

Begitu terdengar suara tembakan, seluruh anak Ahmad Yani terbangun dari tidurnya.

Di saat yang sama, mereka melihat jasad Ahmad Yani yang sudah tak bernyawa berlumuran darah diseret keluar rumah oleh personel komplotan Cakrabirawa.

Untung kemudian mengatakan, seluruh anak Ahmad Yani mengikuti pasukan Cakrabirawa yang menyeret jenazah ayahnya.

“Di sini dia ditilang ke sana. Taruh di pinggir jalan sana. Kita kejar dari sini,” kata Untung.

Bahkan, saat seluruh anak Ahmad Yani berusaha melihat jenazah ayahnya, salah satu komplotan Cakrabirawa mengancam akan menembak seseorang.

“Kami hanya bisa menangis. Kami tidak tahu bapak kami dibawa, kami tidak mengerti,” tutupnya.

(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)

Artikel lain terkait Gerakan 30 September

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *