Denny Indrayana Bicara soal  RUU Lembaga Kepresidenan

Laporan reporter Tribunnews.com Mario Christian Sumampu

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia 2011-2014 Danny Indrayana meyakini UU Kelembagaan Presiden bisa dilakukan namun dengan sistem kepemimpinan yang tidak korup.

Ia menilai masih ada satu persoalan lagi yang perlu disoroti saat ini sebelum semua pihak bisa fokus pada UU Lembaga Kepresidenan.

“RUU Instansi Presiden adalah isu selanjutnya, isu kedua,” kata Denny saat berbicara, Rabu (9/11/2024) dalam diskusi daring bertajuk “Urgensi RUU Instansi Presiden”.

“Pertanyaan utama, inti permasalahannya, adalah bagaimana memulihkan demokrasi yang kini telah dikalahkan oleh apa yang saya sebut ‘duitokrasi’, yang menghancurkan sistem seleksi dan pemilu kita,” imbuhnya.

Menurutnya, jika presiden dan wakil presiden saat ini adalah produk kebijakan moneter dan kecurangan, maka proses legislasi juga menghasilkan produk hukum yang korup.

Sebaliknya yang diharapkan adalah produk hukum yang otonom hasil politik demokrasi.

“Ketika kita bisa meningkatkan seleksi dan seleksi pemilu presiden dan parlemen, maka kita bisa melihat bahwa UU Kelembagaan Presiden sudah sesuai dengan harapan,” tegasnya.

Diberitakan sebelumnya, perdebatan mengenai pembentukan UU Kepresidenan terungkap di Mahkamah Konstitusi pada sidang terakhir perselisihan Pilpres 2024.

Hakim Konstitusi Arief Hidayat yang kemudian mengutarakan pendapat berbeda atau menentang, menilai perlu adanya undang-undang yang mengatur fungsi pokok dan tugas presiden.

“Perlu juga dibuat Undang-Undang Lembaga Kepresidenan yang memuat uraian secara rinci dan rinci mengenai tugas pokok dan tanggung jawab presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan,” kata Arief dalam sidang di Gedung MK, Pusat. . Jakarta, Senin (22 April 2024)

Arief menegaskan, pemerintahan Presiden Joko Widodo secara terang-terangan mendukung pasangan calon tertentu pada Pilpres 2024, yakni Rakabuming Raka-Prabowo Subianto-Gibra.

Menurut Arief, seluruh lembaga pemerintahan baik eksekutif, legislatif, dan yudikatif tidak boleh acuh dan berpihak pada proses pemilu 2024. Hal ini karena mereka dibatasi oleh konstitusionalisme dan standar hukum, moral dan etika yang positif.

“Saat ini pemerintah telah melakukan pelanggaran pemilu secara terstruktur dan sistematis,” ujarnya.

Selain UU Lembaga Kepresidenan, Arief mengusulkan pembentukan Mahkamah Etik Nasional.

Lembaga ini dinilai penting dalam menangani dugaan pelanggaran etik yang dilakukan presiden pada masa pemilu.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *