TRIBUNNEWS.COM – Menjelang berakhirnya masa jabatan Presiden Joko Widodo (Jokowi), banyak kebijakannya yang menjadi perdebatan publik, terakhir mengizinkan Organisasi Masyarakat Keagamaan (ORMAS) untuk beroperasi di pertambangan.
Namun organisasi lingkungan hidup, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), mendesak organisasi keagamaan di Sulawesi Selatan (Sulsel) menolak tawaran pemerintah untuk menjalankan operasi penambangan.
Sebab, hal tersebut dinilai sebagai upaya adu mulut antara organisasi keagamaan dengan organisasi lingkungan hidup yang menyerukan perlindungan dan pemulihan lingkungan hidup.
“Saya sangat berharap organisasi keagamaan Islam, Kristen, Budha, Hindu, dan lainnya menolak tawaran pemerintah untuk mengajukan IUP dan melakukan usaha pertambangan,” kata Direktur Sulawesi Selatan Muhammad Al Amin Walhi seperti dikutip TribunMakassar.com.
Apalagi tindakan ini merupakan upaya pemerintah terhadap lembaga keagamaan masyarakat korban pertambangan, lanjutnya.
Lebih lanjut, menurut Amin, perusahaan selalu terlibat dalam konflik lingkungan hidup yang seringkali menjadi korban adalah petani, nelayan, masyarakat sekitar, dan perempuan.
Konflik antara masyarakat dan organisasi kolektif juga mungkin terjadi jika organisasi keagamaan kemudian terlibat dalam pengelolaan tambang.
Maksud saya, pemerintah ingin bentrok antara masyarakat, organisasi lingkungan hidup, dan ormas keagamaan, katanya.
“Oleh karena itu, untuk mencegah hal-hal yang mengkhawatirkan kita terjadi, kami berharap organisasi kolektif tidak bergerak di bidang pertambangan dan usaha ekstraktif lainnya,” harap Amin.
Menurut Amin, saat ini amal organisasi kolektif sangat sesuai dengan kondisi bangsa Indonesia.
Organisasi masyarakat beroperasi sesuai dengan visi dan misinya sebagai penyokong masyarakat dalam bidang pendidikan, kesehatan dan usaha jasa lainnya.
Jadi jika organisasi keagamaan dilibatkan dalam pengelolaan tambang, hal tersebut jauh dari semangat, visi dan misi organisasi keagamaan.
Oleh karena itu, Ma’ruf pun meminta para pimpinan ormas seperti Ketua PP Muhammadiyah, Ketua PBNU, dan lainnya memberikan pernyataan menolak rencana pemerintah tersebut.
“Sekali lagi saya mewakili warga yang terkena dampak pertambangan, serta warga yang terkena dampak pertambangan, saya mohon dengan sungguh-sungguh kepada pimpinan lembaga-lembaga besar untuk tidak melakukan usaha pertambangan dan terus melakukan amal seperti saat ini,” pintanya.
“Demi keselamatan generasi sekarang dan masa depan serta kelestarian lingkungan, saya menghimbau NU, Muhammadiyah dan organisasi keagamaan lainnya untuk menolak izin pertambangan dan tidak melakukan usaha di sektor ekstraktif,” pungkas Amin.
Sekadar informasi, izin bagi organisasi keagamaan untuk menyelenggarakan pertambangan tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Aturan pemberian izin kepada ormas keagamaan untuk mengoperasikan tambang tertuang dalam PP 83A 25 Tahun 2024.
Organisasi keagamaan kini bisa memiliki Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK).
“Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat, badan usaha milik organisasi kemasyarakatan keagamaan WIUPK dapat diberikan preferensi,” bunyi Pasal 83A ayat 1 beleid tersebut. Respon lembaga keagamaan
Terkait izin ormas keagamaan untuk mengoperasikan tambang, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengapresiasi langkah Jokowi yang memberikan izin tersebut.
Sebab, menurut Wakil Ketua MUI Anwar Abbas, Jokowi dinilai memuji berdirinya ormas yang telah berbuat banyak untuk bangsa dan negara.
Dengan izin tersebut, kata Anwar, maka organisasi kolektif akan mempunyai sumber pendapatan baru untuk menunjang aktivitasnya.
“Dengan diterbitkannya keputusan baru ini, merupakan sebuah langkah yang diambil pemerintah yang harus diperhitungkan.”
Kepada Tribunnews.com, Minggu (6/2/2024), “Dalam tatanan ini, pemerintah memperbolehkan organisasi keagamaan yang telah berbuat banyak untuk bangsa dan negara.”
Respon positif lainnya datang dari Persatuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI) yang menilai persetujuan Jokowi merupakan langkah maju yang baik.
Meski demikian, Ketua Umum PGI, Gomer Gultom, tetap mengingatkan organisasi keagamaan untuk tidak mengabaikan peran dan tanggung jawab inti mereka.
“Dan yang paling penting adalah lembaga-lembaga keagamaan tidak menjadi sandera berbagai hal dalam bisnis ini hingga kehilangan kekuatan penentu dan suara profetiknya,” ujarnya.
Sementara itu, Muhammadia menjawab tidak akan terburu-buru mengambil keputusan jika mendapat tawaran konsesi pertambangan nantinya.
Alasannya agar tidak menimbulkan permasalahan baru bagi organisasi dan masyarakat.
“Kalau ada tawaran resmi dari pemerintah ke Muhammadiyah, akan dibicarakan matang-matang.”
“Muhammadiyah tidak akan terburu-buru dan mengukur kemampuannya agar tidak menimbulkan permasalahan bagi organisasi pengelola tambang, masyarakat, bangsa dan negara,” jelas Sekjen Muhammadiyah Abdul Muti seperti dikutip dari situs Muhammadiyah.
Sebagian artikel ini telah tayang di TribunMakassar.com dengan judul WaIhi Sulsel Ass Organisasi Keagamaan Jangan Sesuaikan Bisnis Tambang.
(Tribunnews.com/Rifqah/Yohanes Liestyo) (TribunMakassar.com/Muslimin Emba)