Reporter Tribune.com Andrapata Pramudiaz melaporkan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sebuah video viral yang diunggah di Instagram @semarangskyperject memperlihatkan suasana pusat perbelanjaan di Kota Semarang yang sepi wisatawan selama dua bulan terakhir (Juli-Agustus).
Video tersebut menampilkan aktivitas lalu lintas pengunjung yang berjalan-jalan di sekitar mall dengan caption sebagai berikut:
“Tahukah Anda, beberapa bulan terakhir ini mal tidak sesibuk dulu, masyarakat tidak pergi ke mal untuk berbelanja, mereka hanya berjalan-jalan.
Unggahan tersebut menunjukkan daya beli masyarakat, khususnya kelas menengah, menurun
Ia menulis di akun @semarangskyperject, “Sebenarnya ada tren baru, masyarakat kelas menengah sering pergi ke mall tapi tidak berbelanja, masyarakat mengeluarkan uang lebih banyak untuk memilih pilihan yang lebih murah.”
Laporan tersebut juga mencatat penurunan jumlah pengunjung pusat perbelanjaan Jalan Pemuda di Semarang.
Dia menulis di akun @semarangskyperject bahwa di hari biasa biasanya pengunjungnya 15-18 ribu, kini hanya 10-12 ribu.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hipindo) Budihardo Idunja menjelaskan alasan pusat perbelanjaan sepi.
Menurut dia, biasanya mal sepi pada tanggal 8 atau Agustus karena masyarakat selesai berbelanja pada tanggal 7 (Juli).
“Bulan tersebut merupakan bulan yang tenang setelah 7 bulan pada grafik penjualan ritel,” kata Budihardjo kepada Tribun, Selasa (3/9/2024).
“Pada bulan ketujuh biasanya anak sekolah mulai bersekolah dan ini adalah momen liburan. Anak-anak banyak mengeluarkan uang untuk liburan dan sekolah. Jadi biasanya pada bulan kedelapan mereka menghindari belanja,” jelas Buddhahardjo.
Buddharjo tidak setuju dengan penurunan daya beli Menurut dia, daya beli masyarakat tidak terlalu menurun.
Namun di sini faktor merahnya barang impor ilegal yang harganya jauh lebih murah lebih diminati masyarakat menengah ke bawah.
“Jika daya belinya menyasar masyarakat menengah ke bawah, maka kami melihat ada alasan terjadinya impor barang murah secara ilegal,” kata Budihardjo.
“Ini karena adanya impor barang murah secara ilegal. Yang menjual ke asing mengirimkan barang ke luar negeri, menyewa gudang, dan menjual secara online,” ujarnya.
Budihardjo mengatakan, praktik penjualan barang impor ilegal berbahaya karena dapat menutup pabrik dan toko lokal.
Budihardo mengatakan, “Toko kami yang menjual barang-barang kelas menengah dan bawah. Barang dagangan kami juga rusak.”
Terkait penurunan jumlah pengunjung mall di Semarang, Buddhahardjo mengatakan, perilaku pengunjung mall di Semarang memang berbeda.
Ia mengatakan, masyarakat Semarang suka berbelanja di pasar dan mengunjungi tempat-tempat selain pusat perbelanjaan.
“Setahu saya, di Semarang selalu ada pengunjung yang unik. Mereka suka belanja ke pasar, tapi malnya bagus, lumayan. Di sana juga ada toko-toko [dalam kondisi bagus],” kata Buddhahardjo.
Memang banyak orang yang berpesta, minum, dan makan di Kota Lama, ujarnya.
Ia mengatakan, mereka lebih memilih fokus pada pariwisata yang tidak hanya ke mall, tidak hanya tersebar di mall saja, berbeda dengan Jakarta.