TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Anggota Komisi VI DPR RI Darmadi Durianto meminta manajemen Sarina Mall tidak menekan pelaku UKM.
Hal itu diungkapkan Dharmadi setelah mendapat laporan dari para pelaku UMKM yang menentang aturan bagi hasil yang diterapkan pemerintahan Sarin.
Ia mengatakan kepada wartawan, Minggu (28/7/2024): “Sesuai laporan penerimaan, manajemen Sarina menerapkan bagi hasil sebesar 30 persen dari total harga penjualan.
Setelah itu, jika memungkinkan, bagi hasil harus dikurangi dari 30% menjadi 20%, khususnya untuk UKM.
“Menurut saya, maksimal bagi hasil adalah 20%, itu sangat moderat, karena selain memenuhi kewajiban bagi hasil, UKM harus mempertimbangkan kemungkinan membayar pajak pertambahan nilai yang totalnya 11%, biaya yang ditanggung oleh UKM mencapai 41%. (bagi hasil dan PPN)”, ujarnya.
Bayangkan saja, jika aturan pemotongan atau bagi hasil masih begitu tinggi, maka keuntungan yang diperoleh para pelaku UMKM tidak akan sebanding dengan biaya yang harus mereka keluarkan.
“Jadi UKM hanya mendapat 70% dan harus membayar pajak pertambahan nilai lagi sebesar 11%. UKM mendapat minimal 50% dari harga jual, belum lagi 10% pengeluaran lainnya. Yang jelas ketentuan ini memberatkan,” bendahara dari Megawatt Institute melanjutkan.
Dharmadi mengenang, visi awal dibangunnya Sarina Mall adalah membantu meningkatkan taraf hidup SMIS dan mendongkrak perekonomian masyarakat.
“Jika Sarina hanya fokus pada bisnis, jelas melanggar visi dan semangat asli pendiri Sarina. Kepemimpinan Sarina sama dengan semangat asli Bung Karno dengan Dao. Bung Karno membangun Sarina hanya karena suatu alasan. Pertimbangan ideologis adalah semangat tersebut. .untuk membantu perekonomian rakyat kecil,” kata Bung. Carno adalah fondasi pembangunan Sarin. Kalau bicara soal perekonomian negara, hendaknya kepemimpinannya tidak menggunakan gaya kapitalis karena tidak sesuai dengan perekonomian negara kita. prinsip yang mengedepankan gotong royong,” jelas politikus PDIP itu.
Menurut dia, aturan pemerataan pendapatan yang lebih tinggi menunjukkan manajemen Sarin, bahkan BUMN, tidak memahami semangat berdirinya Sarin.
“Negara diciptakan bukan untuk berbisnis dengan rakyatnya, tapi yang ada adalah membantu perekonomian bangsa tumbuh, bukan menekannya. Kalau visi Bung Karno menciptakan Sarina bisa dipahami, itu hanya bisa berkat ibu Sarina. dibesarkan sejak masa kanak-kanak dan dimaksudkan sebagai simbol perlawanan terhadap model ekonomi MS.
Terakhir, Dharmadi meminta Pemerintahan Sarin mengkaji ulang aturan bagi hasil yang dinilainya memberatkan pelaku UMKM.
“Intinya jangan memaksakan syarat-syarat yang ada, karena kalau dampaknya terhadap pemerataan pendapatan terlalu besar, nanti UMKM akan tersingkir. Nanti ada Sarin yang memang tanda-tanda ekonomi kerakyatan di akhir. Akan diisi oleh pemilik modal besar (kapitalis), jika ini terjadi maka akan sangat memalukan: “Komitmen kita untuk membatasi model ekonomi kapitalisme dapat mengecualikan rakyat kecil dari platform tersebut,” ujarnya.