Laporan Jurnalis Tribunnews.com Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Dislipidemia merupakan suatu kondisi yang disebabkan oleh ketidakseimbangan kadar lipid darah seperti kolesterol dan trigliserida.
Tingginya kadar kolesterol LDL (low-density lipoprotein) dan kolesterol HDL (high-density lipoprotein) dapat menyebabkan penumpukan lemak di dinding arteri.
Keadaan ini justru dapat meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular, seperti jantung koroner.
Hal tersebut diungkapkan Presiden terpilih Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Kardiovaskular Indonesia (PERKI) tahun 2025, Dr. DR Ade Median Ambari, SpJP(K), FIHA.
“Pasien dengan dislipidemia yang tidak terkontrol berisiko tinggi mengalami serangan jantung,” kata Dr. Selamat tinggal dalam keterangannya, Selasa (2 Juli 2024).
Di Indonesia sendiri, prevalensi penyakit jantung pada semua kelompok umur berkisar 1,5 persen berdasarkan data Survei Kesehatan Dasar tahun 2018.
Data tersebut juga menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia yang menderita penyakit jantung meningkat seiring bertambahnya usia, terutama pada mereka yang berusia di atas 45 tahun.
Di sisi lain, pendanaan untuk penyakit ini meningkat setiap tahunnya.
Data BPJS kesehatan tahun 2022 menunjukkan penyakit jantung menjadi beban terbesar yakni lebih dari Rp 12 triliun.
Jika pernah mengalami serangan jantung, pasien masuk dalam kategori risiko sangat tinggi.
Penelitian global menunjukkan bahwa menurunkan kolesterol LDL dapat mengurangi risiko penyakit kardiovaskular.
“Pada kelompok pasien ini perlu dilakukan terapi penurun kolesterol terhadap LDL-C sesuai anjuran pedoman yaitu. H.
Penggunaan terapi hipoglikemik yang berfokus pada penurunan kadar LDL atau “kolesterol jahat”.
Hal ini berdasarkan penelitian global yang menunjukkan bahwa menurunkan kolesterol LDL dapat menurunkan risiko penyakit kardiovaskular.
Penurunan kadar LDL yang diinginkan adalah kurang dari 55 mg/dl pada pasien yang berisiko tinggi terkena penyakit kardiovaskular.
Sayangnya, penelitian DYSIS II mengungkapkan fakta yang mengkhawatirkan bahwa hanya 31 persen pasien di Asia yang mencapai target LDL di bawah 70 mg/dL.
Oleh karena itu, pengobatan masalah kadar lipid yang komprehensif diperlukan, terutama pada pasien yang belum mencapai tujuan LDL mereka dengan terapi statin.
Dr. Ade mengatakan terapi kombinasi rosuvastatin dan ezetimibe akan menurunkan kadar LDL lebih banyak dibandingkan monoterapi statin sehingga proporsi pasien yang mencapai target LDL-C lebih besar.
Terapi kombinasi dengan rosuvastatin dan ezetimibe, menurut Dr. Ade Meidian lebih menurunkan kadar LDL dibandingkan monoterapi statin.
Menurut data berbagai penelitian, kombinasi rosuvastatin dan ezetimibe mampu menurunkan kadar LDL hingga 65 persen.
Hasil ini lebih memuaskan dibandingkan monoterapi statin intensitas tinggi, yang hanya mampu menurunkan risiko sekitar 50 persen.
“Perlu diingat juga bahwa terapi kombinasi dengan rosuvastatin dan ezetimibe umumnya dapat ditoleransi dengan baik,” tambahnya.
Oleh karena itu, proporsi pasien yang mencapai target LDL-C lebih besar.
“Manfaat terapi kombinasi ini juga dapat membantu meningkatkan kepatuhan pasien terhadap pengobatan karena lebih nyaman,” lanjut Dr. Perpisahan Meidian pergi.
Oleh karena itu, Kalbe Farma Tbk (Kalbe) melalui anak usahanya PT Kalventis Sinergi Farma (Kalventis) meluncurkan obat dislipidemia dalam kombinasi dosis tetap yang mengandung bahan aktif rosuvastatin dan ezetimibe dalam jumlah kecil agar pasien dapat hidup lebih baik.
“Kami berharap dapat meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani terapi sehingga pasien penderita kolesterol dapat hidup optimal,” tutup Ridwan Ong, Presiden dan Direktur Kalventis.