Laporan reporter Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiazi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Upaya melanjutkan pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) pada masa Presiden terpilih Republik Indonesia Prabowo Subianto tahun 2024-2029 digadang-gadang kurang optimal.
Eko Listiyanto, Direktur Pengembangan Big Data Development Institute of Economics and Finance (INDEF), menilai dari sudut pandang politik, Prabowo Subianto berkomitmen untuk tidak menunda proyek IKN.
Namun jika melihat proyek transfer ibu kota negara secara realistis, dana atau anggaran yang bisa dialokasikan untuk itu tidak mencukupi dan tidak mencukupi.
Prabowo Subianto pernah mengatakan ia menganggarkan $1 miliar atau sekitar Rp. 16 triliun untuk pengembangan IKN.
“IKN dengan anggaran Rp 16 triliun akan seperti apa jadinya ke depan,” kata Eko dalam diskusi panel “Debt Legacy for Future Government” di Cikin, Jakarta Pusat, Kamis (4 Juli/2024). ).
“Pertaruhan saya begini. Secara politis, ini komitmen Pak Prabowo untuk tidak mematahkan semangat IKN setelah Pak Jokowi lengser.”
“Tapi di sisi lain, realistisnya tidak ada uang. Tidak bisa banyak uang yang diinvestasikan di sana, jadi mungkin saya ragu IKN ini akan hidup, mau mati atau tidak,” jelas Eko.
Eko memperkirakan Rp. Dengan anggaran 16 triliun, minimal bisa dibangun kantor kementerian, tapi tidak bisa dibangun infrastruktur lain yang dipercepat secara alami.
“Tidak akan seperti rencana awal yang katanya sangat canggih dan sebagainya. Sepertinya akan sulit untuk dilaksanakan,” kata Eko.
Eko menduga pembangunan IKN tidak akan terhenti pasca lengsernya Jokowi, melainkan hanya mendapat anggaran seadanya.
Sebab, pemerintahan Presiden terpilih Prabowo Subianto punya kewajiban lain yang harus dipenuhi.
Kewajiban apa itu? Cukup banyak. Diantaranya, kewajiban membayar utang yang jatuh tempo sebesar Rp 800 triliun.
Jika sebagian besar utang jumbo ini dikuliti, yang harus dibayar adalah Surat Berharga Negara (SBN). Penundaan pembayaran tidak dapat dinegosiasikan.
“70 persen lebih utang negara (jatuh tempo) adalah SBN. Tidak ada kompromi atas SBN ini. Kalau tidak membayar, kami yang akan dihakimi,” kata Eko.
“Boleh (utang) pasar. Enggak kayak dulu. Siap-siap, kalau nggak komitmen ke pasar ya (pemerintah) yang dihakimi,” kata Eko.