Dalih Tekan Laju Inflasi Amerika, The Fed Tahan Suku Bunga Lagi Sejak Juli 2023

Reporter Tribunnews.com Namira Yunia Lestanti melaporkan

TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON – Bank sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve (Fed), kembali mengambil sikap agresif dengan mempertahankan suku bunga acuan bulan Mei pada kisaran 5,25 – 5,50 persen.

Ini merupakan ketujuh kalinya The Fed memilih untuk mempertahankan suku bunga sejak Juli 2023.

Pada pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) yang dipimpin oleh The Fed, Jerome Powell menjelaskan, mempertahankan suku bunga dilakukan karena inflasi di AS masih berada pada level yang tinggi, jauh dari target 2 persen.

Dimana tingkat inflasi AS berada pada level 3,5 persen pada Maret 2024, meningkat dibandingkan inflasi Februari 2024 yang berada pada level 3,2 persen.

“Federal Reserve mempertahankan suku bunganya, memutuskan sekali lagi untuk tidak memangkas suku bunga karena terus memerangi inflasi yang semakin sulit akhir-akhir ini,” demikian pengumuman The Fed yang dikutip CNBC International.

“Komite tidak akan menurunkan target (suku bunga) sampai kami lebih yakin melihat inflasi bergerak menuju 2 persen secara berkelanjutan,” tambah The Fed.

Sebelum para pejabat Fed sepakat untuk menunda pemotongan kebijakan moneter, Komite Penasihat Ekonomi Asosiasi Bankir Amerika telah memproyeksikan bahwa pada tahun 2024 The Fed akan mempertahankan suku bunga tetap stabil, setelah menaikkan suku bunga ke level terendah 5,25-5,50 persen.

Proyeksi ini muncul setelah laju inflasi belum menunjukkan tanda-tanda mereda menyusul kontraksi ekonomi AS jelang pemilu November.

Selain kebijakan suku bunga, The Fed di FOMC kemarin juga mengumumkan akan memperlambat pelonggaran kuantitatif (QE) dari $60 miliar per bulan menjadi $25 miliar per bulan mulai 1 Juni. Kontrak Pasar Wall Street

Setelah The Fed mempertahankan suku bunganya, indeks utama Wall Street ditutup bervariasi pada akhir perdagangan Rabu (1/5/2024).

Mengutip Reuters, indeks S&P 500 turun 17,3 poin atau 0,34 persen menjadi 5.018,39, disusul Nasdaq Composite yang turun 52,34 poin atau 0,33 persen menjadi 15.605,48. Sedangkan Dow Jones Industrial Average naik 87,37 poin atau 0,23 persen menjadi 37.903,29.

11 sektor utama S&P 500 juga mencatatkan laporan merah, akibat sikap keras The Fed, saham-saham energi mencatatkan persentase kerugian terbesar.

Berikutnya, indeks MSCI saham seluruh dunia (.MIWD00000PUS) turun 2,22 poin atau 0,29 persen menjadi 754,39. Jatuhnya harga minyak dunia

Harga minyak dunia turun sekitar 3 persen ke level terendah pada penutupan pasar pada Rabu malam karena harapan penurunan suku bunga AS dalam jangka pendek memudar.

Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Juli turun $2,89, atau 3,4 persen, menjadi $83,44 per barel.

Sedangkan minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) turun sekitar 2,93 dolar AS atau 3,6% menjadi 79,00 dolar AS per barel. Harga emas naik

Pada perdagangan Kamis pagi ini (2/5/2024), harga emas untuk pengiriman Juni 2024 di Bursa Komoditi adalah US$2.334,10 per troy ounce.

Nilai tersebut meningkat 0,99 persen dari hari sebelumnya menjadi US$2.311,00 per troy ounce.

Mengutip Bloomberg, para pejabat The Fed dengan suara bulat memutuskan untuk mempertahankan suku bunga (Fed fund rate) pada kisaran antara 5,25% hingga 5,5%, menyusul serangkaian data yang menunjukkan masih adanya tekanan terhadap harga-harga perekonomian AS.

Karena keputusan ini, investor merasa terhibur oleh sinyal Federal Reserve bahwa mereka akan menurunkan suku bunga setelah mendapatkan cukup keyakinan bahwa inflasi akan menurun.

The Fed mencatat kurangnya kemajuan lebih lanjut dalam mengurangi inflasi, namun terus menggunakan istilah tersebut untuk merujuk pada penurunan suku bunga di masa depan.

Hal ini menunjukkan kecenderungan pelonggaran masih ada, demikian pernyataan Federal Open Market Committee (FOMC) yang dikeluarkan Rabu (1/5).

“Kami menyatakan bahwa kami memperkirakan tidak pantas untuk menurunkan target suku bunga The Fed sampai kami memiliki keyakinan yang lebih besar dalam membuat inflasi bergerak secara berkelanjutan menuju 2%,” kata Gubernur The Fed Jerome Powell dalam konferensi pers setelah pernyataan FOMC. dikutip dalam Wang.

Menurut dia, kecil kemungkinan kebijakan suku bunga selanjutnya adalah kenaikan.

“Tidak ada pembicaraan tersirat dalam pernyataan itu. Pernyataan itu meyakinkan para pedagang emas bahwa penurunan suku bunga mungkin terjadi,” kata Bart Melek, kepala strategi komoditas global di TD Securities, seperti dikutip Bloomberg.

Melek menambahkan, investor juga mencari keamanan saat berburu emas batangan sebagai lindung nilai terhadap inflasi yang tinggi. Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan

Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 6,25 persen. Keputusan tersebut berdasarkan keputusan Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI) pada 23 dan 24 April 2024.

Rapat Dewan Gubernur BI pada tanggal 23 dan 24 April 2024 memutuskan untuk menaikkan BI rate sebesar 25 bps menjadi 6,25 persen, kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam RDG BI secara virtual, Rabu (24/4/2024).

Perry mengatakan suku bunga fasilitas simpanan meningkat 25 basis poin menjadi 5,5 persen dan suku bunga jalur kredit meningkat 25 basis poin menjadi 7 persen.

“Kenaikan suku bunga ini bertujuan untuk memperkuat stabilitas nilai tukar rupee terhadap kemungkinan memburuknya risiko global dan sebagai langkah preventif dan berwawasan ke depan untuk memastikan inflasi tetap berada dalam target 2,5+-1 persen pada tahun 2024 dan 2025. ” jelasnya.

Sementara itu, kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran tetap ramah terhadap pertumbuhan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Kebijakan makroprudensial yang fleksibel terus diterapkan untuk mendorong kredit/pembiayaan perbankan kepada perusahaan dan rumah tangga.

“Kebijakan sistem pembayaran bertujuan untuk memperkuat keandalan infrastruktur dan struktur industri sistem pembayaran, serta memperluas penerimaan digitalisasi sistem pembayaran,” ujarnya. Pengusaha yang peduli

Tindakan BI yang menaikkan suku bunga acuan atau BI Rate menjadi 6,25 persen dikhawatirkan akan menyebabkan daya beli masyarakat menurun.

Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) mengungkapkan terdapat potensi melemahnya daya beli masyarakat dan konsumsi dalam negeri.

Menurut Wakil Ketua Koordinator Bidang Organisasi, Hukum dan Komunikasi Kadin Indonesia Yukki Nugrahawan, masyarakat akan mempertimbangkan untuk menabung dibandingkan mengambil.

Ia mengatakan, kredit konsumsi akan menjadi lebih mahal dan penyaluran kredit di perbankan berpotensi menurun. Hal ini mengurangi permintaan barang dan jasa.

“Kami berharap daya beli masyarakat dan konsumsi dalam negeri tetap terjaga, mengingat data Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) BI pada Maret 2024 sebesar 123,8 atau di atas 100, artinya masyarakat masih memiliki kepercayaan positif terhadap perekonomian Indonesia,” dia berkata. Yuki. dalam keterangan tertulis yang diterima Tribunnews, dikutip Jumat (26/4/2024).

Sementara itu, Yukki mengatakan ada juga beberapa potensi dampak yang berdampak pada dunia usaha seiring kenaikan suku bunga BI.

Dunia usaha disebut-sebut akan menghitung ulang dan mengekang upaya ekspansi bisnis dan investasi.

Lebih lanjut, dunia usaha juga disebut akan menata kembali pos-pos pengeluaran termasuk penyesuaian biaya produksi yang pada akhirnya akan meningkatkan harga barang di konsumen.

“Kenaikan suku bunga kredit juga akan menambah beban kredit perseroan, dimana dunia usaha akan mencoba alternatif mencari pembiayaan yang murah,” kata Yukki.

Menurut dia, jika terjadi dalam jangka panjang, siklus tersebut bisa berdampak pada tertundanya pembukaan lapangan kerja baru. Tekankan pada sektor riil

Direktur Eksekutif Institute of Economic and Financial Development (Indef), Esther Sri Astuti menilai keputusan BI menaikkan suku bunga acuan menjadi 6,25 persen merupakan pilihan kebijakan yang paling aman.

Menurut dia, bank sentral tidak memiliki banyak pilihan instrumen keuangan lain untuk mengendalikan nilai tukar rupee yang terus terdepresiasi.

Kebijakan ini juga sebagai upaya meredam arus keluar modal dari Indonesia.

Esther menegaskan, kenaikan BI Rate akan sangat mahal bagi sektor riil.

Pelaku usaha yang mengambil pinjaman dari bank dapat menyebabkan peningkatan kredit bermasalah (NPL).

Kemungkinan NPL pasti ada, sehingga BI juga harus memberikan fleksibilitas kredit jika ada debitur yang keberatan dan cenderung kredit macet, ujarnya saat dihubungi, Kamis (26/4/2024).

Pemerintah dalam hal ini, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mempertimbangkan keputusan BI menaikkan suku bunga acuan untuk menyelamatkan nilai tukar rupee yang saat ini sedang tertekan oleh nilai tukar dolar AS.

Ia meyakini kenaikan BI rate akan memperkuat pasokan dolar di Indonesia setelah neraca perdagangan Indonesia pada Maret 2024 mengalami surplus yang tinggi.

Selanjutnya, neraca ekspor-impor Indonesia pada Maret 2024 meningkat menjadi US$4,47 miliar dari hanya US$830 juta pada Februari.

“Yang paling penting untuk menjaga mata uang adalah kita memiliki neraca perdagangan dan akhirnya neraca perdagangan BI yang mulai menurun, meningkat lagi hingga lebih dari 4 miliar dolar AS,” tegas Airlangga.

Menurut dia, jumlah tersebut dimanfaatkan dengan baik oleh BI untuk meningkatkan pencegahan terhadap pelarian modal.

Airlangga menegaskan, mekanisme defensif yang diterapkan BI untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupee melalui kebijakan moneter yang agresif merupakan hal yang wajar.

Pasalnya Bank Sentral AS masih berupaya mengendalikan tekanan inflasi dengan kebijakan suku bunga tinggi.

“Amerika sudah melakukan strategi yang lebih tinggi dalam jangka waktu yang lebih lama. Strategi ini digunakan untuk melawan inflasi. Untuk negara seperti Indonesia, kita bisa menarik mata uangnya. Tapi mekanisme pertahanan yang diterapkan sudah berada pada koridor yang tepat,” kata Airlangga.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *