Daftar Panjang Kasus Korupsi yang Pernah Menyeret Auditor BPK, Ada Kasus E-KTP

TRIBUNNEWS.COM – Penyidikan kasus korupsi di Kementerian Pertanian (Kementan) mengungkap informasi baru soal keberadaan Inspektur Utama (BPK) yang menuntut uang Rp 12 miliar.

Dana tersebut disebut memberikan status tidak memenuhi syarat (WTP) pada pemeriksaan BPK atas laporan keuangan Kementerian Pertanian yang dipimpin mantan Menteri Pertanian (Mentan) Shahrul Yassin Limpo (SYL).

Hal itu terungkap saat Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) anak buah SYL, termasuk Direktur Departemen Perdagangan Kementerian Pertanian Hermanto yang memaparkan pemeriksaan tersebut, Rabu. (5 Agustus 2024) Pengadilan Tipikor Jakarta.

Ketika Direktur BPK terlibat kasus suap, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun mengatakan.

Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan pihaknya akan menindaklanjuti laporan tersebut.

Selain itu, laporan tersebut menambah panjang daftar kasus suap terkait pemeriksaan BPK.

Hal ini disebabkan adanya praktik-praktik skandal yang dilakukan oleh oknum auditor yang berupaya memberikan pencerahan terhadap laporan keuangan pemerintah daerah dan perusahaan.

Menargetkan laporan keuangan pemerintah daerah tampaknya menjadi tantangan bagi para analis BPK.

Nah, selain regulator BPK yang menuntut Rp 12 miliar untuk memberikan nama WTP, kasus korupsi apa lagi yang menarik audit BPK?

Berikut beberapa kasus korupsi yang melibatkan pengurus BPK yang dikutip dengan berbagai alasan. Direktur BPK itu didakwa melakukan korupsi. Departemen Urusan Korporat Tukin

Diberitakan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (20 November 2023), dilimpahkan kepada Direktur BPK dalam perkara yang didakwa soal bonus kerja (tukin) di Kementerian ESDM.

Hadiah berupa keranjang dan jam tangan cantik.

Namun, tidak jelas editor mana yang memilikinya.

Berdasarkan kajian tersebut, BPK belum mengungkap satupun informasi mengenai penipuan Tukin yang dilakukan pegawai Biro Pertambangan dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral selama tiga tahun sejak 2020 hingga 2022.

Padahal, BPK sebagai lembaga pemerintah selalu memantau keuangan Departemen Pertambangan dan Batubara. Kasus suap proyek e-KTP

Kasus suap besar lainnya yang melibatkan regulator BPK adalah proyek e-KTP senilai Rp5,9 triliun.

Uang tersebut juga diberikan kepada analis BPK bernama Wulung.

Ia menerima suap sebesar Rp 80 juta pada tahun 2010 untuk memberikan opini WTP atas pengelolaan keuangan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil.

Keterlibatan pemeriksa BPK dalam kasus suap ini terlihat dalam dakwaan KPK pada 9 Maret 2017 terhadap dua terdakwa Irman dan Sugiharto, mantan pejabat Direktur Kementerian Dalam Negeri dan Hak Sipil.

Kini, suap kembali mencuat dan segera diketahui oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam operasi penangkapan di kantor BPK dan Kementerian Pertanahan dan Pembangunan Daerah serta Migrasi (Kemendes PDTT). KPU menerima suap senilai Rp 555 juta.

Djapiten Nainggolan merupakan mantan ketua tim pengkaji Komisi Pemilihan Umum (KPU) BPK tahun 2004.

Pada tahun 2005, ia menjadi tersangka dalam kasus pidana yang dilakukan oleh Nazaruddin Sjamsudin.

Auditor menerima Rp 555 juta dari KPU saat melakukan audit ketersediaan logistik pemilu 2004.

Dana tersebut digunakan untuk menutupi biaya 15 anggota BPK yang melakukan pemeriksaan di KPU. 

Reviewer yang didanai termasuk Mochamad Priono, Djapiten Nainggolan, Haedar Rahman, Hilmy dan Wati.

Masing-masing mendapat “gaji” Rp 11 juta per minggu. 

Namun kasus suap tersebut tidak diusut dan 15 hakim hanya diterima BPK. Ia menerima suap sebesar 200 juta rupiah dari Ketua Hakim Bekasi.

Pada tahun 2010, kejadian terkait pemeriksaan BPK terulang kembali di Jawa Barat.

Kasus tersebut melibatkan Suharto, Kepala Sub Auditoriat III BPK mewakili Jawa Barat dan Kepala BPK Seksi III B Wilayah Jawa Barat di Enang Hermawan.

Mereka menerima dua suap senilai total Rp 200 juta dari Inspektur Kota Bekasi Herry Lukamanto Hari dan Petugas Kantor Pajak Daerah Kota Bekasi Herry Supardjan.

Uang digelontorkan agar Soeharto dan Enang bisa menyandang predikat WTP laporan keuangan Kota Bekasi tahun 2009.

Atas kasus ini, reformis divonis empat tahun penjara dan denda Rp200 juta oleh hakim Pengadilan Kriminal Jakarta.

Sebagaimana ditegaskan pada tahun 2009, menerima suap sebesar Rp 400 juta untuk pengajuan proposal WTP dalam laporan keuangan Kota Bekasi. Ia menerima suap sebesar Rp 600 juta dari Wali Kota Tomohon.

Kasus serupa kembali terjadi pada 2012. Kali ini, dua petugas pemeriksa BPK yang bertugas di Sulut, MB alias Bahar dan MM alias Munzir, ikut terlibat.

Keduanya menerima suap sebesar Rp 600 juta dari Walikota Jefferson Rumajar Tomohon untuk memberikan saran WTP atas laporan keuangan.

Selain mendapat insentif memberikan ide, Bahar dan Munzir juga mendapat akomodasi hotel dan sewa mobil dari dana pemerintah Kota Tomohon sebesar Rp 7,5 juta.

Kemudian, pada September 2016, hakim Manado memvonis kedua pria tersebut dengan hukuman 5 tahun 6 bulan penjara, denda Rp100 juta, dan memerintahkan mereka membayar denda Rp1,6 miliar. . Suap itu datang dari mantan Gubernur Bogor Ade Yassin

Empat Redaksi BPK Jabar disebut menerima suap dari mantan Gubernur Bogor Ade Yasin, lapor Kompas.com.

Dengan kata lain, Ade Yasin menerima hadiah atau suap sebesar Rp1.935.000.000 berdasarkan laporan keuangan pemerintah daerah untuk mendapatkan usulan WTP.

Mereka kemudian divonis bersalah melakukan tindak pidana korupsi bersama dalam kasus suap.

Saat ini, keempat tersangka adalah Kepala Subauditorat Jabar III Anton Merdiansyah dan tiga penyidik ​​BPK Jabar Arko Mulawan, Gerri Ginanjar Trie Rahmatullah, dan Hendra Nur Rahmatullah Kartiwa.

Anton divonis 8 tahun penjara dan denda Rp300 juta, sedangkan Hendra divonis 7 tahun penjara dan denda Rp300 juta. Sedangkan Arko dan Gerri divonis lima tahun penjara dan denda Rp200 juta.

Tersangka pemberi suap dalam kasus ini adalah Ade Yasin, Sekretaris Pengusaha Kabupaten Bogor Maulana Adam (MA), Kepala Wakil Menteri Keuangan Daerah BPKAD Bogor Ihsan Ayatullah (IA), dan PPK Dinas PUPR Kabupaten Bogor Rizki. Taufik (RT). Dirjen BPK terseret kasus konspirasi industri perkeretaapian

Suap yang diterima BPK, termasuk terdakwa kasus konspirasi proyek kereta api, dilaporkan mencapai 28,6 miliar dolar.

Namun, kasus korupsi di Departemen Perkeretaapian melibatkan beberapa pengoperasian dan pemeliharaan perkeretaapian.

Penyidikan kasus ini bermula dari penyidikan KPK (OTT) yang digelar pada April 2023. 

Keterlibatan Badan Pemeriksa Keuangan ini diketahui Jaksa KPK dalam pemeriksaan pendahuluan terhadap Direktur Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Jawa Tengah Putu Sumarjaya dan Pejabat Pemenuhan Janji (PPK) BTP Jawa Tengah Bernard Hasibuan. Jumat (14 September 2023) Pengadilan Tipikor (PN) Semarang 

Berdasarkan dakwaan, tujuh orang kedapatan terlibat suap.

Di antaranya Billy Haryanto alias Billy Beras, Ferry Septha Indrianto alias Ferry Gareng, Rony Gunawan, Wahyudi Kurniawan, Muhammad Suryo, Karseno Endra, dan Medi Yanto Sipahutar. Medi merupakan pengamat di BPK. Yasa Marga dilaksanakan

Terungkap, Sigit Yugoharto, Auditor Khusus Sub Auditorat VII B2 BPK, menerima hadiah berupa sepeda motor Harley Davidson.

Faktanya, dia punya sejumlah klub malam.

Setia Budi, General Manager PT Jasa Marga Cabang Purbaleunyi, menawarkan fasilitas parkir mobil dan karaoke.

Penghargaan tersebut diberikan karena Sigit menggantikan temuan tradisional tim audit BPK atas audit tersebut dengan tujuan tertentu terkait pengelolaan keuangan perusahaan, pengelolaan biaya, dan aktivitas investasi PT Jasa Marga pada tahun 2015-2016.

Atas perbuatannya, Sigit divonis enam tahun penjara oleh hakim Pengadilan Tipikor Jakarta pada Jumat (6 Juli 2018) dan divonis tiga bulan penjara serta membayar denda Rp250 juta. Kasus BTS Cominpo

Anggota BPK RI Achsanul Qosasi didakwa menerima Rp 40 miliar terkait proyek BTS 4G Bakti Komindo.

Qosasi menerima dana tersebut untuk memberikan hasil WTP untuk proyek tersebut.

Hal itu terungkap dalam pembacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (3 Juli 2024).

Achsanul Qosasi diketahui sudah tiga kali menjabat anggota BPK RI.

(Tribunnews.com/Rifqah/Ashri Fadilla/Ilham Rian) (Kompas.com)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *