Cuti melahirkan selama enam bulan, menguntungkan atau merugikan ibu pekerja di Indonesia?

Sejumlah kelompok serikat pekerja merasa skeptis bahwa ketentuan mengenai hak cuti melahirkan selama enam bulan berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Ibu dan Anak dapat diterapkan jika pengawasan terhadap pekerja masih lemah.

Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSBPI) Jenderal Jumisih mengatakan, dalam banyak kasus, perusahaan memecat pekerja kontrak untuk menghindari kewajiban membayar upah cuti tiga bulan.

Ketua Asosiasi Pekerja Indonesia (Apindo) Bob Azam mengakui praktik seperti itu ada. Kini, setelah diberlakukannya undang-undang cuti enam bulan, dia menilai tidak semua perusahaan bisa melakukannya.

Bob sangat khawatir aturan ini akan membuat perusahaan enggan mempekerjakan pekerja perempuan.

Wakil Ketua Komite Eksekutif 8 DPR Diah Pitaloka memahami kekhawatiran kaum buruh. Namun, dengan undang-undang baru ini, pekerja yang dipecat atau tidak berhak mengambil cuti melahirkan akan mendapat bantuan hukum untuk memperjuangkan haknya. Apa isi undang-undang perlindungan ibu dan anak?

Pada hari Selasa (04/06) MP menyetujui undang-undang tentang kesejahteraan ibu dan anak selama 1000 hari pertama kehidupan.

Undang-undang ini diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan ibu dan anak pada seribu hari pertama kehidupan terkait akses terhadap layanan kesehatan – seperti persalinan, menyusui, dan memberikan kepuasan pada anak.

Secara umum, menurut Wakil Ketua Badan Eksekutif DPR VIII Diah Pitaloka, aturan tersebut bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia di Indonesia.

“Ini masa yang penting bagi tumbuh kembang anak dan UU KIA memerlukan pendekatan yang serius dalam perencanaan kebijakan anggaran. Jadi jangan hanya sekedar gambar,” tambahnya kepada BBC News Indonesia, Rabu (05/06).

“Harus didukung, hukumnya bagus.”

UU KIA mengatur beberapa hal terkait kesejahteraan ibu dan anak. Beberapa permasalahannya adalah Pasal 4. Pasal 3 menyatakan bahwa semua ibu yang bekerja berhak untuk:

Cutinya minimal tiga bulan di awal dan paling lama tiga bulan setelahnya jika ada syarat khusus yang dibuktikan dengan surat dokter.

Kondisi khusus yang termasuk adalah ibu yang mengalami gangguan kesehatan, gangguan kesehatan, komplikasi pasca melahirkan atau keguguran. Bahkan bayi baru lahir pun mengalami gangguan kesehatan, gangguan kesehatan dan komplikasi.

Ibu yang menjalankan haknya dan masih menerima gaji dan jaminan sosial tidak dapat diberhentikan.

Gaji mengacu pada ayat 2. Pasal 5 berupa gaji penuh pada tiga bulan pertama dan keempat dan 75% dari gaji bulan kelima dan keenam.

Selain itu, ibu yang bekerja mendapatkan cuti selama 1,5 bulan atau sesuai surat dokter, dokter kandungan atau bidan jika mengalami keguguran.

Terdapat juga peluang dan fasilitas pelayanan kesehatan dan gizi serta pemberian ASI pada jam kerja.

Anda juga memerlukan waktu yang cukup untuk anak dan akses terhadap penitipan anak yang dapat diatur dari segi jarak dan biaya.

Soal pengeluaran, kata Diah Pitaloka, prosedurnya berdasarkan uang dari pejabat pemerintah pusat atau daerah, tergantung kemampuan anggaran.

“Tapi setidaknya, bangun anggaran untuk kebutuhan yang belum pernah terjadi sebelumnya,” tambahnya.

“Sampai saat ini kita bicara lisan, buktinya kita belum punya kebijakan anggaran. UU ini memberi jalan untuk serius merencanakan masalah menuju kebijakan anggaran. Bukan hanya gambarannya saja.

Namun, jika seorang ibu yang bekerja dipecat atau dirampas haknya, undang-undang negara bagian dan lokal harus memberikan bantuan hukum.

Artinya mendapat bantuan untuk memperjuangkan hak-haknya, kata Diah Pitaloka.

“Dan hak cuti melahirkan ini berlaku bagi pegawai tetap, baik pegawai tetap maupun pegawai tetap.” Ibu Bekerja: Biasanya cutinya enam bulan

Seorang ibu yang bekerja di Bandung, Jawa Barat, Dian – bukan nama sebenarnya – sangat gembira saat mendengar akan ada cuti melahirkan selama enam bulan.

Apalagi, perempuan berusia 30 tahun ini mengaku sedang mengandung anak keduanya.

Namun kegembiraan itu tiba-tiba sirna ketika mereka mengetahui bahwa hanya ibu-ibu yang memiliki masalah kesehatan dan memiliki surat keterangan sehat yang berhak mendapatkan cuti enam bulan.

“Saya senang sekali ada kabar, cuti hamil ditambah menjadi enam bulan, meski dibaca baik-baik, ada laporan kesehatan tambahan tiga bulan, atau ada pertimbangan khusus untuk anak atau anak. bunda, bisa tambah izin lagi,” kata Dian kepada jurnalis Yuli Saputra dilansir BBC News Indonesia, Kamis (06/06).

“Mengapa setengah bulan tidak bisa digunakan untuk semua orang? Tidak perlu laporan medis atau syarat lainnya. Kami berharap kelahiran anak berjalan lancar dan kami juga sehat.”

Dina mengatakan, cuti enam bulan paling tepat diberikan kepada ibu bekerja yang sudah melahirkan agar bisa mengasuh anaknya dengan baik.

Seorang bayi juga dapat bertahan hidup selama 1000 hari pertama setelah dilahirkan dengan memberikan air susu ibu (ASI) selama enam bulan penuh.

Sebab menurut pengalamannya saat melahirkan anak pertamanya, Dian mengambil cuti selama tiga bulan.

Setelah dia keluar, pemberian ASI eksklusif tidak lagi bisa dilakukan karena kelelahan bekerja. Padahal kantor menyediakan tempat penitipan anak (day care).

“Setengah tahun lebih baik, seperti aturan yang sudah disetujui saat ini. Pemerintah mendukung 1000 hari pertama setelah melahirkan. Pemberian ASI eksklusif dampaknya besar, apalagi saat kita bekerja, produksi ASI menurun.”

“Selain itu, lingkungan kantor juga mempengaruhi kesehatan fisik dan mental ibu. Setidaknya pemberian ASI eksklusif insya Allah akan membuat anak saya menjadi lebih sehat kelak.”

Meski ditawari kesempatan cuti enam bulan, Dian mengaku tak akan memintanya. Namun, ia berharap bayinya dan dirinya baik-baik saja setelah melahirkan.

Kalau aturannya seperti ini, yang dibayar hanya cuti tiga bulan, bukan harus cuti enam bulan, padahal kondisi kesehatannya baik, kata Dian yang baru hamil dua bulan itu.

Terkait cuti ayah, ia sangat berharap pemerintah juga memberikan cuti tambahan. Peran ayah atau suami, kata dia, adalah membantu ibu melewati masa persalinan.

Paling tidak, kata dia, cuti melahirkan bisa satu atau dua minggu.

“Kalau punya pasangan dekat, kita merasa lebih aman, tenang, hangat. Menyusui pertama-tama membutuhkan pasangan, jadi sangat mendukung jika izin dari laki-laki ditambah setelah melahirkan.”

Idealnya, libur satu atau dua minggu dibandingkan dua hari, kata Dian yang mengaku belum mendapat komunikasi apapun soal kebijakan libur enam bulan di kantornya. Apakah undang-undang ini baik bagi pekerja perempuan?

Ketua Federasi Serikat Pekerja Wanita Indonesia (FSBPI) Jumisih mengatakan, pihaknya juga mendukung penuh ketentuan pasal cuti hamil di UU KIA.

Selama prinsip-prinsip tersebut mendukung kesuburan perempuan, maka sekarang bukan waktunya untuk menghilangkan tanggung jawab perempuan.

Namun permasalahannya, ia ragu apakah undang-undang cuti bagi ibu yang bekerja di bidang tersebut akan diterapkan.

Pasalnya, syarat cuti tiga bulan saat ini sudah disesuaikan oleh banyak perusahaan, khususnya bagi pekerja tekstil.

“Dalam situasi sekarang ini, jujur ​​saja di bidang ini, pekerja perempuan sulit untuk mengambil cuti selama tiga bulan. Saat ini, menurut saya, sulit untuk mendapatkan cuti enam bulan,” kata Jumisih kepada BBC News Indonesia, Rabu. (05/06).

Dalam beberapa kasus yang dilaporkan pekerja garmen ke FSBPI, kata Jumisih, pekerja kontrak perempuan diminta mengundurkan diri saat hendak mengajukan cuti melahirkan.

Janjinya, ketika karyawan tersebut selesai liburan, mereka akan dipanggil kembali bekerja.

Namun yang terjadi, saat kembali bekerja, ia diberi kontrak baru. Tujuannya tak lain agar para pengusaha tidak mengeluarkan uang atau membayar gaji liburan selama tiga bulan penuh.

“Dia berlidah lembut, sehingga dia bisa merawat anak-anaknya dengan baik, dan dia menawarkan mereka lagi ketika dia siap untuk kembali bekerja. Ini kata-kata manis, tapi itu jebakan.”

Kalaupun tidak dipecat, perusahaan seringkali memaksa pekerjanya untuk menyatakan kesediaannya kembali bekerja secara sukarela.

“Jadi prakteknya sebelum libur tiga bulan atau 1,5 bulan, para pekerja sudah bekerja, cara membuat kontrak itu kemauan para pekerja, kalaupun masuknya di belakang itu ‘pengusaha dalam bekerja. . untuk mengadakan perjanjian, untuk menarik diri dari gugatan”.

Oleh karena itu, Jumisih mempertanyakan penerapan aturan tersebut di tengah lemahnya pengawasan Kementerian Tenaga Kerja.

Apalagi setelah lahirnya UU Cipta Kerja, hubungan antara pekerjaan dan lokasinya menjadi tidak menentu, ujarnya.

Jangan biarkan pekerja perempuan duduk di tempat yang sempit dan tidak berani mengambil cuti hamil sebagaimana diatur dalam UU KIA karena adanya kemungkinan PHK.

“Pasca UU Cipta Kerja, semakin banyak pekerja yang tidak berhak mempunyai anak, keguguran, atau cuti.

Oleh karena itu diperlukan kerja sama banyak pihak, pengusaha, buruh, dan Kementerian Ketenagakerjaan, karena merekalah yang melakukan pengawasan.

“Sampai saat ini belum ada kontrol, mereka tahu ada pelanggaran, tapi karena alasan biasa mereka tidak bisa berbuat apa-apa, hanya sedikit dari mereka yang mengontrol ribuan perusahaan.”

Selama tidak ada sanksi bagi pengusaha yang melanggar, perusahaan akan mencari seribu satu alasan untuk tidak memberikan cuti melahirkan secara penuh kepada karyawan perempuan.

Lebih dari itu, ia khawatir majikan akan membatasi lowongan bagi perempuan.

“Ini memang bagus (cuti enam bulan) bagi perempuan, tapi jangan biarkan hal itu mempengaruhi lamanya cuti Anda,” katanya. Apakah operator mengetahui cara menerapkan undang-undang KIA?

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bob Azam nampaknya tak terlalu senang merayakan lahirnya undang-undang terbaru tersebut.

Apalagi yang berkaitan dengan liburan selama enam bulan.

Ia mengatakan ketentuan cuti tiga bulan sudah diatur dalam UU Ketenagakerjaan dan dinilai sangat tepat.

Kalaupun ada tambahan tiga bulan libur, hal itu tertuang dalam kesepakatan bersama (PKB) masing-masing perusahaan.

Sebab tidak semua perusahaan, kata dia, bisa memberikan libur hingga enam bulan.

“Undang-undang ini akan menjadi masalah bagi kami,” kata Bob kepada BBC News Indonesia, Kamis (06/06).

Kini, enam bulan cuti hamil diberikan undang-undang, akibatnya semua perusahaan harus menerapkannya.

Tidak lagi sama seperti dulu, yang hanya ada jika diumumkan dalam perjanjian bersama (PKB).

Dan itu, katanya, berat. Khususnya bagi usaha kecil.

“Cuti orang tua adalah hak pekerja yang ditentukan oleh undang-undang ketenagakerjaan, namun kita harus mencari solusi bagi perusahaan kecil dengan kapasitas terbatas, seperti perusahaan pemanas atau pabrik yang memiliki karyawan kurang dari seratus,” kata Bob kepada BBC News Indonesia . Kamis (06/06).

“Jangan sampai undang-undang yang melindungi perempuan berdampak negatif, perusahaan malah tidak mau mempekerjakan perempuan karena kalau terlalu banyak mengambil cuti, jangan sampai hal itu terjadi.”

Oleh karena itu, Apindo akan berbicara dengan Kementerian Pertambangan untuk membahas aturan dan ketentuan terkait UU KIA agar tidak tumpang tindih dengan UU Ketenagakerjaan.

“Hukum apa yang akan digunakan?” Kita harus berdiskusi dengan Kementerian Pertambangan”.

“Kalau pemerintah memang ingin memberikan bantuan kepada ibu hamil dan anak, kenapa tidak finansial saja? Jangan biarkan pemerintah memberikan bantuan, biarkan perusahaan yang melakukannya.”

“Misalnya bagi hasil ke puskesmas yang ada di masyarakat. Lebih mudah.”

“Kemarin sudah berakhir, sekarang lisensi tambahannya, oh bagaimana.” Apa tanggapan pemerintah?

Banyak pejabat di Kementerian Tenaga Kerja tidak memberikan tanggapan setelah disahkannya undang-undang KIA.

Namun, Plt Perwakilan PPPA Bidang Kesetaraan Gender Kementerian Indra Gunawan menyatakan, Kementerian Kesetaraan Gender telah terlibat dalam pembahasan RUU KIA tersebut hingga disahkan menjadi undang-undang.

Dalam penyusunan aturan kedua tersebut, dia mengaku telah berkonsultasi dengan Kementerian Pertambangan –khususnya terkait cuti bagi ibu bekerja.

“Kami juga sudah berdiskusi dengan Kementerian Ketenagakerjaan karena ke depan akan banyak peraturannya,” imbuhnya, Rabu (05/06).

Sementara itu, Wakil Ketua Komite Eksekutif VIII DPR Diah Pitaloka meminta pengusaha mematuhi UU KIA tentang cuti enam bulan.

Padahal, aturan ini ingin menciptakan kondisi yang lebih baik bagi pekerja.

Ia juga menilai UU KIA tidak akan membebani pengusaha, apalagi mengurangi pekerjaan perempuan.

Sebab hingga saat ini sudah ada perusahaan yang mengajukan izin hingga enam bulan.

“Tidak, itu hanya kekhawatiran, bukan kenyataan. Saya juga tidak ingin perempuan pekerja merasa takut saat memperjuangkan hak yang lebih baik.”

“UU KIA sejalan dengan UU Ketenagakerjaan, jadi ini bukan hal baru. Lalu mengapa kita lebih mementingkan pengusaha dibandingkan pekerja? Kita harus memperjuangkan hak-hak pekerja.”

“Investasi harus dilanjutkan, kenapa kita terkesan takut pada pengusaha, tidak mengandalkan haknya”.

“Negara-negara lain juga mencari investasi dengan standar [tenaga kerja] yang lebih tinggi.” Bagaimana dengan izin suami?

Selain memberikan cuti bagi ibu bekerja. UU KIA juga menjamin suami menaati istri.

Pada ayat 2 pasal 6 disebutkan bahwa pihak laki-laki mempunyai hak untuk meninggalkan istrinya pada saat melahirkan selama dua hari dan dapat diberikan paling lambat tiga hari setelah perjanjian; atau setelah keguguran dua hari.

Selain mengambil cuti untuk mendampingi istri saat melahirkan, laki-laki juga diberikan waktu luang untuk bersama istri dan anak-anaknya, karena istri sedang menderita gangguan kesehatan, gangguan kesehatan dan komplikasi setelah melahirkan atau aborsi.

Kemudian anak yang dilahirkan tersebut mengalami gangguan kesehatan, gangguan kesehatan dan/atau komplikasi.

Kemudian perempuan yang melahirkan meninggal dunia dan/atau bayinya meninggal.

Apabila seorang suami mempunyai hak untuk meluangkan waktu bersama isterinya, maka ia wajib menjaga kesehatan isteri dan anak-anaknya, memberikan makanan yang cukup dan seimbang bagi isteri dan anak-anaknya, menafkahi isterinya dengan hanya memberikan susu sejak usia enam tahun. anak tua. tahun. bulan, dan bersama-sama dengan pasangan dan anak-anaknya untuk mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar pula.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *