Laporan jurnalis Tribunnews.com Namira Yunia Lestanti
TRIBUNNEWS.COM, GAZA – Serangan berkelanjutan yang dilakukan Pasukan Pertahanan Israel (IDF) membebani perekonomian Palestina.
Situasi ini semakin diperparah dengan penguasaan pendudukan Israel atas sumber daya ekonomi Palestina, sehingga mengakibatkan buruknya kondisi keuangan warga Palestina.
Jutaan pengungsi Palestina, termasuk warga Palestina yang tinggal di Tepi Barat, terpaksa menghabiskan Idul Adha dalam suasana suram.
Warga Tepi Barat, Abu Adam, mengaku kesulitan membeli hewan kurban untuk Idul Adha karena kenaikan harga hewan.
“Saya pergi ke pasar untuk membeli domba, tapi sekarang harganya naik pesat. “Siapapun yang mampu membeli seekor domba seharga 3.300 shekel,” kata Adam mengutip CRUX.
Hal senada juga diungkapkan Emad Abu Nasir, pedagang domba di pasar Tepi Barat.
Meskipun orang-orang datang ke pasar untuk menawar, banyak domba yang tidak dapat dijual karena kenaikan harga hewan.
“Kondisinya sulit dan melelahkan bagi semua orang, banyak calon pembeli yang tidak mampu membeli hewan kurban dengan harga yang ditawarkan,” kata Emad Abu Nasir, salah satu pedagang.
“Seperti yang Anda lihat, orang tidak punya banyak uang,” tambahnya.
Menurut informasi yang dikutip dari berbagai sumber lokal, harga seekor domba yang saat ini dipasarkan di kota Nablus, Tepi Barat, awalnya naik antara 1.800 hingga 2.100 shekel, yakni US$487 atau US$568 (setara Rp 9,3 juta). sekarang naik menjadi 2.500-4.000 syikal.
Hal ini karena harga makanan hewan meningkat pesat; Situasi ini diperburuk oleh sejumlah faktor, antara lain PHK dan gaji yang belum dibayarkan.
Dalam situasi seperti itu, para peternak tidak yakin warga Gaza bisa melaksanakan tradisi pengorbanan hewan tahun ini, karena serangan militer Israel yang terus berlanjut. Suasana suram Idul Adha di Palestina
Gencatan senjata yang tidak pernah tercapai antara tentara Israel dan militan Hamas semakin memperburuk situasi di Gaza, sehingga jutaan pengungsi Palestina menghabiskan Idul Adha dalam suasana suram.
Fadi Naseer, warga Palestina, yang kini harus tinggal di tenda pengungsi di Beit Lahiya setelah kampung halamannya dihancurkan akibat serangan tank pasukan Israel, menggambarkan kondisi meresahkan yang harus dihadapi keluarganya menjelang Idul Adha.
Naseer mengaku tak bisa merayakan Idul Adha karena serangan Israel yang membuatnya menganggur selama delapan bulan dan harus hidup berpindah-pindah tenda.
Dijelaskannya, sebelum perang pecah, rumah dan jalan biasanya dihias menjelang Idul Adha, namun karena serangan Israel yang terus berlanjut, mereka tidak lagi memiliki rumah atau apa pun untuk dihias.
“Anak-anak meminta ayahnya membelikan pakaian, tapi harga segala sesuatu, mulai dari kebutuhan pokok hingga mainan, naik,” kata Nasser, menurut Al Jazeera.
“Kami tidak merasakan semangat Idul Fitri,” ujarnya.