Laporan reporter Tribunnews.com Geetha Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Di salah satu kampus swasta di Jakarta, mahasiswa ATB masih ingat apa yang mereka alami saat berdemonstrasi bersama teman-temannya menolak revisi undang-undang pilkada di sekitar gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (22). /8/2024).
Ia mengaku dianiaya oleh aparat keamanan saat kejadian tersebut.
Saat itu, massa aksi mendobrak pintu samping gedung RDP RI.
Saat itu, ia melihat temannya yang satu almamater dengannya mencoba memasuki kompleks gedung DPR RI.
ATB kemudian masuk dengan tujuan mengevakuasi temannya yang masuk ke kompleks gedung DPR RI.
Ternyata saat ia menarik teman-temannya keluar, mereka langsung diserang aparat.
Kemudian dia diseret dan dipukuli.
“Saat itu, sekitar 30 petugas Brimo dan TNI memukuli saya, memukul lengan kiri, dan melukai saya dengan pentungan. Kemudian mereka menangkap saya, menendang saya, juga di leher. Lalu beberapa kali saya pingsan (sobek) dan sulit bernapas,” ujarnya.
“Saya pikir saya akan mati di sana. Bahkan, ketika saya sadar, mereka kembali memukuli saya. Hingga akhirnya polisi berseragam memasukkan saya ke dalam kendaraan penangkapan dan saya berlumuran darah,” lanjutnya.
Menurutnya, saat masuk ke dalam mobil lapas, sudah ada tiga orang pengunjuk rasa di dalamnya.
Menurutnya, salah satu di antara mereka juga berstatus pelajar.
Menurutnya, dia duduk di dalam mobil sekitar tiga hingga empat jam.
“Iya, lalu mereka bawa kami ke Polda (Metro Jaya),” ujarnya.
Dia kemudian ditahan selama hampir 24 jam sebelum akhirnya dibebaskan.
Antara pukul 19.30 hingga 17.30 WIB (hari berikutnya), kata ATB.
Mahasiswa swasta lain yang juga menjadi korban, AR, juga mengaku mendapat penganiayaan dari pihak berwajib.
Ia mengaku dipukuli, diinjak, diseret, dan ditendang aparat keamanan sambil menghindari gas air mata.
“Mereka juga memukul saya di area ulu hati hingga saya merasa hitam dan ingin muntah juga,” ujarnya.
AR mengaku saat itu sedang berada di depan Gedung DPR RI.
Ia bahkan mengimbau massa siswa sekolah menengah untuk tidak bersikap anarkis sehingga memicu reaksi balik dari pemerintah.
“Dan benar, saya nanti yang menjadi korban. Saya hanya meminta keadilan yang maksimal, bahwa saya tidak melakukan anarki sedikit pun. Saya berpidato, saya juga mengajukan banding, dan tidak provokatif,” ujarnya.
Ia kemudian ditangkap dan diangkut ke kompleks gedung RPD RI.
Di kompleks gedung RDP RI, ia mengaku sempat dihadiri sebelum akhirnya dibawa ke Polda Metro Jaya.
Kurang lebih (dihuni) hampir 24 jam, ujarnya.
Atas penderitaan yang dialami, keduanya mengajukan pengaduan ke Komnas HAM RI dengan didampingi tim kuasa hukum Tim Perlindungan Pengawal Konstitusi, pada Kamis (29/8/2024).
Dari informasi yang dihimpun, salah satunya kini disangkakan dan dijerat dengan dua pasal yakni pasal 212 dan 218 KUHP.
Hari Kurniawan, Komisioner Komnas HAM, mengaku belum bisa memastikan berapa banyak pengaduan korban kekerasan aparat penegak hukum saat demonstrasi menentang revisi undang-undang pemilu daerah di Jakarta dan daerah lainnya. Indonesia.
Menurut dia, pihaknya sedang mengumpulkan data mengenai permasalahan tersebut.
“Kalau langsung ke Komnas, (pengaduan) hanya satu,” ujarnya saat dihubungi Tribunnews.com, Kamis (29/8/2024). Posisi Komnas HAM
Diberitakan sebelumnya, Komnas HAM menyatakan pihaknya meninjau langsung aksi unjuk rasa tersebut di dua lokasi, yakni di depan Gedung Mahkamah Konstitusi dan di depan Gedung DPR RI di Jakarta pada Kamis (22/8/2024).
Komnas HAM juga memantau demonstrasi di luar Jakarta melalui pemantauan media.
Belakangan, Komnas Ham menilai aksi unjuk rasa tersebut dilakukan secara damai dan kondusif.
Komnas HAM juga mencatat masyarakat dalam pidatonya menghina rencana Baleg DPR RI yang akan segera merevisi RUU Pilkada yang disinyalir bertentangan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi.
Peninjauan ini dinilai warganet merugikan prinsip demokrasi, terutama dalam pelaksanaan putusan Mahkamah Konstitusi yang tegas dan mengikat sejak dibacakan.
Aksi yang dilakukan pada pukul 09.00 hingga 17.00 itu dinilai menguntungkan dari pantauan Komnas Ham.
Komnas HAM juga melaporkan, hingga pukul 17.00 WIB, aparat keamanan mulai menggunakan gas air mata dan cara kekerasan untuk membubarkan demonstrasi setelah massa berhasil mendobrak salah satu pintu RDP RI.
Selain itu, Komnas Ham juga mencatat, bahkan aparat TNI pun ikut keluar dan ikut mengamankan aksi tersebut.
Dari laporan yang disampaikan YLBHI kepada Komnas HAM, pada pukul 20.00 WIB, sebanyak 159 pengunjuk rasa ditangkap dan ditahan di Polda Metro Jaya.
Komnas HAM menyebut aksi unjuk rasa yang terjadi pada 22 Agustus 2024 itu merupakan hak setiap orang untuk menyampaikan pendapat dan menyatakan diri di depan umum.
Komnas HAM juga melaporkan demonstrasi berjalan baik.
Selain itu, Komnas HAM juga mengapresiasi upaya penyelenggara negara dan penegak hukum dalam menghormati, melindungi, dan menjamin terpenuhinya hak kebebasan berpendapat dan berekspresi yang disampaikan melalui aksi damai.
Komnas HAM menyayangkan cara aparat penegak hukum membubarkan demonstrasi 22 Agustus 2024 dengan gas air mata, pemukulan, dan keterlibatan TNI yang mengindikasikan penggunaan kekerasan berlebihan yang seharusnya diutamakan sebagai kemanusiaan. pendekatan,” kata Uli dalam siaran pers yang dikonfirmasi.
Komnas HAM juga menyayangkan penangkapan 159 pengunjuk rasa yang ditangkap di Polda Metro Jaya saat itu.
Untuk itu, Komnas HAM saat itu meminta aparat penegak hukum segera membebaskan seluruh peserta aksi yang ditangkap dan ditahan pada aksi hari ini.
Selain itu, Komnas HAM juga mengimbau penyelenggara negara dan penegak hukum memastikan kewajaran aksi demonstrasi yang akan berlangsung dalam beberapa hari mendatang, dengan dilandasi penghormatan, perlindungan, dan perlindungan kebebasan berpikir dan berekspresi sebagai bentuk demokrasi. Negara dan pemerintahan yang baik sesuai dengan prinsip hak asasi manusia.
Keesokan harinya, tepatnya Jumat (23/8/2024), Komnas HAM meminta keterangan Irjen Polda Metro Jaya, Kompol Nurkolis, dan Jajaran Polda Metro Jaya untuk memantau situasi di Polda Metro Jaya guna memastikan terpenuhinya hak-hak tersebut. Warga, pelajar dan mahasiswa yang menyampaikan aspirasinya dalam aksi tersebut.
Komnas HAM melaporkan mendapat informasi, ada 50 peserta demonstrasi menolak revisi RUU Pilkada di gedung RDP pada 22 Agustus 2024, yang terdiri dari masyarakat, pelajar, dan mahasiswa. Polda menangkapnya. Karyawan Metro Jaya.
Dari jumlah tersebut, tujuh orang yang terdiri dari enam anak dan satu perempuan telah dipulangkan.
Sedangkan hingga 23 Agustus 2024 pukul 16:30 WIB, Polda Metro Jaya telah memeriksa 43 orang lainnya.
Komnas HAM juga memastikan 43 orang tersebut didampingi pengacara yang ditunjuknya.
Dalam pertemuan tersebut, Komnas HAM memberikan beberapa rekomendasi kepada Polda Metro Jaya, termasuk memastikan akses bantuan hukum bagi pengunjuk rasa.
Kedua, menuntut Komnas HAM menemui massa aksi yang menduduki Polda Metro Jaya.
Ketiga, menuntut kebebasan para pengunjuk rasa jika tidak cukup bukti kejahatan yang dilakukannya.
Keempat, kelola demonstrasi dengan mengedepankan pendekatan humanis dan berbasis hak asasi manusia, kata Uli, Jumat (23/8/2024). 19 tersangka
Sebelumnya diberitakan, Polda Metro Jaya menetapkan 19 dari 50 pengunjuk rasa RUU Pilkada sebagai tersangka di luar gedung DPR, Jakarta Pusat, yang berakhir ricuh.
Namun Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi mengatakan, puluhan pengunjuk rasa tersebut belum ditangkap.
“50 orang dipulangkan termasuk tersangka, 19 orang tidak ditahan,” kata Ade Ari, Jumat (23/8/2024).
Ade Ari mengatakan, pihaknya juga sudah berkoordinasi dengan keluarga tersangka untuk menindaklanjutinya karena masih terikat untuk membuat laporan.
“Komunikasi sudah dilakukan dengan pihak keluarga, pihak keluarga menjamin syaratnya pihak keluarga mengawasi dan menjamin akan bekerja sama jika sewaktu-waktu diperlukan agar kejadian yang sama tidak terulang, tidak menghilangkan barang bukti dan tidak melarikan diri. Pergi,’ katanya
Polda Metro Jaya juga menangkap ratusan pengunjuk rasa, antara lain Polres Metro Jakarta Timur yang menangkap 143 orang, Polres Metro Jakarta Barat yang menangkap 105 orang, dan Polres Jakarta Pusat yang menangkap 3 orang.
Dalam kesempatan itu, Polres Metro Jakarta Timur dan Polres Metro Jakarta Barat memulangkan ratusan pengunjuk rasa.
Sementara di Polres Metro Jakarta Pusat, masih ada satu orang yang belum dipulangkan, dan satu orang terkait dengan kejadian pembakaran mobil patroli.
“Tinggal satu lagi di Jakarta Pusat, masih dikembangkan, masih dijajaki dan dikembangkan lebih lanjut,” ujarnya.
Ke-19 tersangka itu terbagi dalam dua kategori.
Satu orang tersangka dijerat Pasal 170 KUHP, dan 18 orang pengunjuk rasa dijerat Pasal 212 dan/atau Pasal 214 KUHP dan/atau Pasal 218 KUHP.