CELIOS: Pertumbuhan Ekonomi RI Era Jokowi Tak Berkualitas, Ini Penjelasannya

 

Laporan jurnalis Tribunnews.com Nitis Havarohi

Tribunius. Paling tidak kondusif terhadap penyerapan tenaga kerja.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan II tahun 2024 sebesar 5,05 persen. Sedangkan pada triwulan I 2024 sebesar 5,11 persen.

“Saya bisa katakan, pembangunan ekonomi Indonesia saat ini kurang berkualitas, karena salah satu indikatornya sangat kuat dalam menarik angkatan kerja.

“Dulu, 1 persen pertumbuhan ekonomi bisa menarik lebih dari 400.000 pekerja. Saat ini, 1 persen pertumbuhan ekonomi hanya mampu menarik 100.000 pekerja,” kata Hooda, Senin (16/9/2024).

Menurut Huda, kondisi kerja di pemerintahan Jokowi bersifat informal. Artinya, tenaga kerja informal lebih dominan dibandingkan dengan tenaga kerja informal.

Menurut Nailul Huda, para pekerja informal ini seringkali tidak memiliki jaminan sosial dan berpenghasilan di bawah upah minimum.

“Saat ini lebih dari 59 persen pekerja kita berada di sektor informal.” Permasalahannya adalah kurangnya perlindungan sosial yang memadai bagi pekerja informal.

“Ini lebih buruk dalam hal kesejahteraan. Saya dapat memberitahu Anda bahwa Jokowi tidak memberikan informasi kepada angkatan kerja.”

Lebih lanjut, Hooda mengatakan bahwa industri manufaktur mengalami deindustrialisasi sebelum waktunya, yang mengindikasikan kinerjanya kurang baik. Apalagi, kata dia, pangsa sektor manufaktur terhadap produk domestik bruto (PDB) hanya 18 persen. Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan pidato pada Sidang KHDR RI dan DPD RI Tahun 2024 di Gedung Nusantara pada Jumat (16/8/Jakarta). 2024). (Sekretariat Presiden BPMI/VICO)

Padahal, 10 tahun lalu, porsinya di atas 20 persen. PMI dalam beberapa bulan terakhir terus melambat sehingga terus memberikan tekanan pada sektor manufaktur. Ini memberi tekanan pada industri dalam negeri, katanya. Penciptaan lapangan kerja secara hukum tidak berguna

Faktanya, kata dia, UU Cipta Kerja tidak efektif dalam menarik lebih banyak tenaga kerja melalui investasi masuk ke Indonesia. Padahal, pemutusan hubungan kerja (PHK) massal kemungkinan besar akan berdampak pada peningkatan jumlah pengangguran.

“Pangsa industri dalam PDB nasional sedang menurun. Dari 22 persen pada awal tahun 2010-an menjadi hanya 18 persen pada masa pemerintahan Jokowi.”

Tidak ada pembangunan pabrik besar di masa pemerintahan Jokowi. “Bahkan mereka sering dipecat,” kata Nailul Hooda.

“Dampak yang paling membuat saya khawatir adalah meningkatnya pengangguran, dimana produksi menurun karena tidak adanya permintaan yang kuat,” ujarnya.

“Perusahaan akan menurunkan produksi, IPM terbukti melemah. Pertumbuhan ekonomi bisa melambat dan akibatnya kesejahteraan masyarakat semakin terisolasi,” ujarnya.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *