Laporan jurnalis Tribunnews.com Dennis Destriavan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Selios menilai dampak Tabungan Perumahan Negara (Tapera) lebih bermanfaat bagi pemerintah dibandingkan bagi pengusaha dan pekerja. Apa analisisnya?
Direktur Ekonomi Celios Nailul Huda mengatakan, kebijakan Taper berdasarkan hasil pemodelan ekonomi berdampak pada penurunan PDB sebesar Rp 1,21 triliun yang berdampak negatif terhadap output perekonomian nasional secara keseluruhan.
Perhitungan dengan model input-output juga menunjukkan bahwa kelebihan keuntungan dunia usaha juga mengalami penurunan sebesar Rp1,03 triliun, dan pendapatan pekerja juga terkena dampaknya, turun sebesar Rp200 miliar yang berarti daya beli masyarakat. masyarakat juga mengalami penurunan dan penurunan permintaan di berbagai jenis sektor usaha,” kata Hooda dalam keterangannya, Senin (3/6/2024).
Sementara itu, Direktur Utama Celios Bhima Yudhistira mengatakan dampak paling signifikan terlihat pada pengurangan tenaga kerja, dimana kebijakan tersebut dapat mengakibatkan hilangnya 466,83 ribu lapangan kerja.
Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan iuran wajib Tapera berdampak negatif terhadap lapangan kerja karena terjadi penurunan konsumsi dan investasi perusahaan. Meskipun terjadi sedikit peningkatan pendapatan bersih pemerintah sebesar Rp 20 miliar, namun jumlah tersebut sangat kecil dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi. kerugian yang terjadi di sektor lain.”
Hooda juga mencatat bahwa meskipun kebijakan Thaper berlaku, masalah kekurangan perumahan belum terselesaikan. Kalaupun tetap mempertimbangkan model Taperum, permasalahan backlog pembangunan perumahan masih belum terselesaikan.
“Alasan penurunan jumlah simpanan ini lebih berkaitan dengan perubahan gaya hidup generasi muda yang memilih untuk tidak tinggal di rumah permanen atau berpindah dari satu rumah sewa ke rumah sewa lainnya.” – kata Huda.
Dalam tinjauan analitis yang diterbitkan CELIOS, antara lain, terdapat setidaknya 7 rekomendasi perbaikan Tapera.
Pertama, melakukan perubahan agar tabungan Tapera hanya diperuntukkan bagi ASN, TNI/Polri, serta pegawai resmi dan mandiri bersifat sukarela.
Kedua, mendorong transparansi pengelolaan dana Tapera, termasuk menilai imbal hasil (return) setiap sarana investasi.
Ketiga, penguatan pengelolaan dana Tapera dengan peran aktif KPK dan Direksi, jelasnya.
Keempat, meningkatkan daya beli masyarakat sehingga kenaikan harga rumah dapat diimbangi dengan meningkatkan rata-rata pendapatan masyarakat kelas menengah dan bawah.
Kelima, mengendalikan spekulasi lahan yang menjadi dasar kenaikan tajam harga rumah, ujarnya.
Keenam, penurunan suku bunga KPR, baik fixed maupun floating, seiring dengan efektifnya intervensi kebijakan moneter Bank NIM dan Bank Indonesia.
Ketujuh, memprioritaskan dana APBN untuk perumahan rakyat dibandingkan mega proyek yang berdampak kecil terhadap keterjangkauan perumahan, seperti proyek IKN.
Isu penghematan perumahan pemerintah muncul setelah pemerintah mengeluarkan Keputusan Pemerintah (G.R.) 21 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Pemerintah.
Pasalnya, kebijakan tersebut dinilai menyulitkan buruh yang harus mengajukan permohonan untuk mengikuti Tapera. Biaya keanggotaan cukup besar dan dihitung sebagai persentase dari gaji atau upah.
Jika penghasilan seorang pekerja melebihi upah minimum, maka setiap bulan gajinya dipotong sebesar 2,5 persen. Karena lemahnya perekonomian dan daya beli masyarakat, kesimpulan tersebut tentu saja sangat sulit. Wajar jika dunia usaha menentang perkumpulan tukang ojek online.
Mencermati fenomena taper, CELIOS sebagai lembaga riset di bidang ekonomi dan kebijakan publik merilis policy brief bertajuk “Untuk Siapa Taper? Perhitungan Untung dan Kerugian Kebijakan Taper.