Cek Fakta DW: 3 Disinformasi terkait Pelaku Penembakan Trump

Di antara cerita palsu seputar pembunuhan calon presiden dari Partai Republik Donald Trump ada beberapa mengenai identitas tersangka pelaku.

FBI sebelumnya mengidentifikasi tersangka sebagai Thomas Matthew C., yang nama lengkapnya tidak dapat diungkapkan karena pers Jerman melindungi hak pribadi tersangka.

Tersangka meninggal tak lama setelah menembak Trump.

Pihak berwenang mengatakan tersangka tidak membawa identitasnya dan menggunakan DNA serta metode lain untuk mengonfirmasi identitasnya.

Meski FBI telah merilis identitas tersangka, banyak postingan media sosial yang terus menyebarkan informasi menyesatkan dan membingungkan mengenai identitas penembak. Berikut adalah beberapa di antaranya. Klaim: Mark V. adalah penembaknya. Kenyataannya DW: Salah

Segera setelah penyerangan tersebut, klaim palsu mulai beredar di berbagai platform media sosial, mengklaim bahwa pelakunya adalah seorang aktivis Antifa bernama Mark Violets.

Banyak akun yang membagikan tangkapan layar postingan media sosial mengenai pernyataan tersebut, seperti terlihat pada foto.

Postingan tersebut juga memuat gambar seorang pria yang mengenakan kacamata hitam.

Foto yang menyertai postingan tersebut sebenarnya adalah foto seorang warga negara Italia bernama Marco Violi, yang tidak ada hubungannya dengan penembakan di Pennsylvania.

Berdasarkan profil akun Instagramnya, ia merupakan seorang jurnalis dan terutama memberitakan hal-hal yang berkaitan dengan dunia sepak bola.

Dalam postingan berbahasa Italia di Instagram-nya, Violi mengatakan dia berada di Roma pada saat kejadian dan diberitahu tentang berita palsu karena pesan membanjiri teleponnya.

“Saya di Roma dan saya tidak tahu apa yang terjadi kecuali menonton Sky TG24 di Italia yang masih saya tonton,” tulis Violi. Dia juga mengatakan akan mengajukan keluhan “terhadap akun X yang menyebarkan berita palsu dan semua berita utama yang menyebarkannya.”

Violi pun mengunggah beberapa video di channel YouTube miliknya yang menampilkan backdrop ruangan yang sama dengan foto-foto viral tersebut. Klaim: Pelaku mengunggah video setelah penyerangan, mengklaim bahwa polisi telah menangkap orang yang salah. Kenyataannya DW: Salah

Video dan foto yang dibagikan di jejaring sosial X menunjukkan seorang pria berambut pirang panjang dan mengenakan kemeja biru mengaku sebagai penembaknya dan mengklaim bahwa pihak berwenang menembak orang yang salah.

“Nama saya Thomas Matthew C.. Saya benci Partai Republik, saya benci Trump. Coba tebak? Anda salah orang!” tulis tuduhan itu.

Ini sebenarnya adalah video parodi yang dibuat oleh pengguna X. Belakangan, di unggahan lainnya, pengguna yang sama menyebut video tersebut hanya lelucon.

Pengguna akun X pun langsung memblokir akunnya setelah video dan foto tersebut tersebar luas. Profil Anda saat ini tidak tersedia untuk umum.

Namun, masih banyak orang yang membagikan video dan gambar yang mengklaim bahwa itulah penyerang sebenarnya.

Bahkan media arus utama pun ikut terjebak dalam upaya menyebarkan informasi palsu, termasuk dua jaringan media India, situs berita Ukraina dan Rumania. Konfirmasi: Tersangkanya bukan Thomas Matthew C., melainkan Maxwell Y. DW Cek Fakta: Salah

Masih belum jelas bagaimana nama Maxwell Y. muncul begitu cepat setelah pembunuhan Donald Trump terjadi. Namun nama ini dengan cepat menyebar di jejaring sosial.

Beberapa pengguna bahkan memposting foto seorang pria berambut panjang berwarna coklat, mengklaim bahwa orang dalam foto tersebut adalah tersangka yang dibunuh di tempat oleh aparat keamanan.

Pemeriksaan fakta yang kami lakukan menunjukkan bahwa foto yang viral itu memang foto seorang pria bernama Maxwell Y., namun tidak ada hubungannya dengan kejadian yang terjadi Sabtu (13/7) di Butler, Pennsylvania.

Kami menemukan fakta ini dengan mencari nama dan menggunakan teknologi pencarian gambar.

Laporan media tahun 2016 mengungkapkan bahwa Maxwell Y. terlibat dalam bentrokan antara pendukung Trump dan pengunjuk rasa di Pittsburgh. Saat itu, Maxwell Y. ditangkap dan fotonya dimuat di banyak media.

Pembunuhan Donald Trump telah memicu gelombang misinformasi di jejaring sosial. Tim pengecekan fakta DW selalu menyarankan agar berhati-hati dan berpikir kritis sebelum menyampaikan berita atau rumor di saat-saat sensitif seperti ini. (kp/gpt)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *