Laporan reporter Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, BALI – Starlink diminta tidak melakukan praktik bisnis yang dapat menghilangkan pesaing, seperti predatory pricing pada bisnis layanan internet satelitnya di Indonesia.
Pengawas teknologi sekaligus Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi mengatakan Starlink bisa menerapkan strategi predatory pricing.
Ancaman dari Starlink berupa predatory pricing yang ujungnya persaingan berbahaya. Kalau persaingannya sehat tentu berdampak baik bagi masyarakat. Tapi kalau tidak sehat akan berdampak pada ISP dan ISP, dia kepada Tribunnews, Rabu (22/5/2024).
“Persaingan yang sehat ini menyangkut tingkat kesetaraan antar pemain yang memiliki teknologi yang sama maupun yang berbeda teknologi,” lanjutnya.
Saat ini layanan internet satelit Starlink dibanderol Rp750.000 per bulan dengan diskon Rp1,5 juta.
Menurut Heru, belum diketahui pasti apakah harga tersebut hanya sekedar iklan atau akan turun atau naik lagi.
“Jika terus menurun, kita bisa memperkirakan harga predator,” katanya.
Sebagai informasi, layanan internet satelit Starlink diluncurkan di Puskesmas Sumerta Kelod di Jakarta, Denpasar, Bali.
Peresmian dihadiri oleh CEO SpaceX Elon Musk, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Ari Setiadi, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahu Trenggono.
Layanan internet Starlink ini disebut-sebut mampu mengakses jaringan hingga pelosok Indonesia.
Sebagai referensi, Starlink merupakan layanan internet satelit yang dikembangkan oleh perusahaan teknologi milik Elon Musk, SpaceX.
Starlink menggunakan konstelasi satelit di orbit rendah Bumi (LEO).
Nantinya, pengguna Starlink hanya membutuhkan perangkat penerima berukuran kecil yang disebut parabola/parabola untuk terhubung ke jaringan satelit.