TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Rancangan undang-undang Presiden (Perpres) tentang Peta Jalan Perlindungan Anak di Dunia Internet (PARD) hari ini sudah dalam proses harmonisasi di lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Peraturan PARD akan menjadi panduan untuk mencegah anak-anak menjadi korban kekerasan online.
Deputi Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nahar mengatakan RPerpres PARD merupakan perlindungan terhadap anak yang sangat rentan terhadap kekerasan online.
“Tujuan RPerpres ini keluar pada tahun 2023. Di sisi lain, terdapat beberapa masukan dalam RPerpres yang masih perlu diadaptasi untuk dapat diimplementasikan dalam bidang partisipasi pusat, daerah, dan masyarakat. . kata Nahar dalam keterangan tertulisnya, Senin (3/6/2024).
“Peraturan ini dirancang untuk menanggapi kejahatan seperti kekerasan, pornografi, pelecehan seksual, dan pelecehan anak di lingkungan online yang semakin penuh kekerasan,” tambah Nahar.
Nahar mengatakan, pihaknya telah menyiapkan peta jalan perlindungan anak di Internet agar kementerian atau lembaga serta pemerintah daerah (Pemda) memiliki pedoman dalam melaksanakan perlindungan anak di Internet.
“RUU ini mencakup tiga strategi untuk melindungi anak-anak di Internet, termasuk strategi mencegah penggunaan ilegal teknologi informasi dan komunikasi dengan anak-anak di Internet,” kata Nahar.
Fokus strategi yang digunakan mencakup pengendalian risiko dan intervensi utama seperti identifikasi, penyaringan dan pembatasan akses berdasarkan risiko dan bahaya.
Hal ini mencakup penyiapan kebijakan terkait Penerapan Sistem Elektronik (PSE) dalam penerapan sistem perancangan teknologi informasi ramah anak.
Nahar menegaskan tekad pemerintah untuk melindungi anak dari berbagai ancaman siber.
Ia mengatakan, upaya pemerintah terus menyusun dan melengkapi peraturan yang diperlukan untuk mengatasi masalah kekerasan dan pelecehan anak yang semakin meningkat seiring dengan berkembangnya teknologi.
“Sepertiga penduduk Indonesia adalah anak-anak, sehingga isu perlindungan terhadap mereka menjadi prioritas yang lebih tinggi. Anak-anak menghadapi berbagai kerentanan, terutama dengan meningkatnya penggunaan Internet. Meskipun memberikan “Sementara Internet memiliki banyak manfaat seperti akses terhadap informasi dan hiburan, juga meningkatkan risiko seperti perundungan, eksploitasi seksual, dan kecanduan,” jelas Nahar.
Nahar juga mengakui tantangan yang dihadapi para orang tua dalam mendampingi anaknya di era digital.
Perbedaan pengetahuan teknologi antara orang tua dan anak dapat mempengaruhi efektivitas keamanan.
Penyusunan RPerpres PARD melibatkan lebih dari 16 kementerian lembaga.
Kami berharap peraturan ini dapat menjadi contoh bagi pengambil kebijakan untuk mengurangi jumlah kekerasan online dan meningkatkan kerja sama di semua sektor.