TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Maraknya perjudian online di masyarakat akhir-akhir ini menjadi berita utama.
Fenomena ini menimbulkan dampak yang mengkhawatirkan terhadap permasalahan sosial, ekonomi, dan psikologis.
Mengenai hal tersebut, Sosiolog Universitas Gendral Sodirman (Unsod) Purvokarto, Hariyadi, S. Sos, MA, PhD mengatakan, dari sudut pandang sosiologi, pendekatan yang sebaiknya dilakukan pemerintah dalam memberantas perjudian online adalah dengan mengaktifkan kembali sistem pengendalian awal. Hal ini didasarkan pada lingkungan lingkungan seperti RT dan RW.
Berkat sistem seperti itu, warga masyarakat bisa saling mengingatkan jika tetangganya terjerumus dalam perjudian online, kata Hariyadi dalam keterangannya kepada Tribun, Jumat (5/7/2024).
Menurut Hariyadi, perjudian online, seperti bentuk perjudian lainnya, lebih cenderung menimbulkan konflik dalam rumah tangga. Menurutnya, kemudahan yang luar biasa dalam mengikuti perjudian online itulah yang membuat renggangnya hubungan antar anggota keluarga.
Haryanvi mengatakan, waktu bicaranya dihabiskan untuk berjudi. Semakin lama orang berjudi, semakin tinggi pula tingkat kecanduannya. Apalagi permainan seperti itu tentu akan membuat orang membuang-buang uang yang diperlukan untuk keperluan rumah tangga.
“Kalau menang, masyarakat lebih bersemangat untuk mengusir orang. Kalau kalah, orang lebih bersemangat untuk bermain lagi,” ujarnya.
Dosen ilmu sosial dan politik Unsode yang menyelesaikan studi master sosiologi di Lancaster University pada tahun 2001-2002 ini juga menegaskan, penghapusan perjudian online harus dilakukan dengan membuat unit kerja yang ada lebih efisien. Menciptakan institusi baru.
“Efektif atau tidaknya belum diketahui, tapi yang jelas akan ada anggaran baru yang menambah beban,” ujarnya.
Presiden Joko Widodo telah membentuk gugus tugas pemberantasan perjudian online.
Satgas Perjudian Online diketuai oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Hadi Tjahjanto. Selain itu, anggotanya antara lain Kementerian Agama, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Sekretariat Kabinet, Kementerian. Kementerian Luar Negeri, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kementerian Sosial, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
Selain itu, ada Badan Keamanan Buruh Migran Indonesia, BSSN, Kejaksaan, Kepolisian dan OJK. Pemerintah di banyak wilayah juga telah membentuk Satuan Tugas Perjudian Internet untuk mencoba menjadikan perjudian online lebih efektif.
Beberapa hari setelah pembentukannya, Satuan Tugas Perjudian Online yang dibentuk oleh Presiden Jokowi berhasil mengungkap lima ribu dugaan akun perjudian online. Berbagai profesi terlibat dalam perjudian online, termasuk petugas penegak hukum, pejabat pemerintah, militer, dan jurnalis.
Presiden Jokowi telah berbicara tegas tentang larangan dan bahaya perjudian online dan online. Dia mengimbau masyarakat untuk tidak terlibat dalam perjudian offline atau online.
“Jangan main-main..jangan berjudi..jangan berjudi.. offline dan online. “Kalau punya harta simpanlah uang itu atau jadikan modal usaha,” kata Presiden.
Presiden juga menyinggung dampak negatif dari bisnis game. Mulai dari kerusakan harta benda, perpecahan keluarga, hingga meningkatnya kejahatan dan kekerasan di masyarakat.
“Perjudian bukan sekedar mempertaruhkan uang, bukan sekedar permainan yang menyenangkan dan berhadiah. Tapi perjudian mengancam masa depan kita, masa depan keluarga kita, dan masa depan anak-anak kita,” kata Presiden.